=4=

226 19 4
                                    

Sudah hampir sebulan cowok baru itu menuntut ilmu di Straight Lines, tapi sekali pun ia belum pernah menginjakkan kakinya di perpustakaan sekolah ini. Maka hari ini Mark memutuskan berkunjung ke perpustakaan sekaligus meminjam sebuah buku apabila ada buku yang menarik minatnya. Mata Mark tertarik pada sebuah buku politik dan tanpa sadar tangannya mengambil buku tersebut yang mengakibatkan sebuah celah pada rak buku. Di balik celah itu, tampak Carlo tengah membaca sebuah buku tipis mengenai flora dan fauna. Mark mengangkat kedua sudut bibirnya, seakan menemukan mangsanya.

Carlo memutuskan meletakkan kembali buku tersebut ke rak, dan tanpa sengaja matanya bersiborok dengan kedua mata tajam Mark. Ia terkejut dan hendak keluar dari antara rak-rak yang tinggi. Tapi cowok yang rambutnya hari ini diberi pomade bergerak lebih cepat, ia lekas ke rak sebelah dan mencegat Carlo. Dua tangannya yang kekar memblokir tubuh Carlo dan menjebaknya di antara kungkungan tangannya dan rak buku, mengakibatkan posisi mereka sangat dekat dan intim.

Dengan suaranya yang rendah Mark mulai bicara, "Akhirnya aku berhasil menangkapmu, sudah berkali-kali aku mencoba mengajakmu bicara tapi kamu selalu menghindar. Aku merasa sangat konyol dan bagai cowok beringas."

Awalnya cowok yang memeluk ensiklopedia itu membalas tatapan Mark, tapi akhirnya dia menyerah dan menundukkan kepalanya. "Apa maumu?" tanyanya pendek dan dingin.

Matanya melotot ketika ditanyai demikian, detik berikutnya Mark tertawa sinis. "Kamu bertanya apa mauku?? Astaga, aku mengejarmu karena meminta penjelasan di balik insiden 'lihat-lihatan sepanjang istirahat'. Untuk apa juga aku mengincar sesuatu darimu?"

Lokasi mereka yang cukup tersembunyi dari tempat umum dan jangkauan mata murid lain membuat Carlo merasa canggung. Ia menghela napas, "Baiklah. Waktu itu aku hanya mengira-ngira, sepertinya kamu murid baru. Dan aku ingin berteman denganmu. Begitulah."

Sebuah senyum puas melintang di bibir lawan bicaranya, akhirnya Mark melepaskan kedua tangannya dari tumpuan rak di belakangnya. Carlo mengembuskan napas lega. "Nah, kalau kamu bilang itu dari awal, pasti aku nggak akan mengejarmu seperti ini. Kamu nggak perlu main kucing-kucingan denganku, dan nggak kelihatan mencurigakan."

"Mencurigakan??" ulang Carlo tidak mengerti.

"Nanti malam jam tujuh di foodcourt PTC, kamu harus datang dan jangan terlambat."

Sebuah tanda tanya besar muncul di kepala Carlo, tapi sebelum ia bertanya lebih lanjut Mark sudah berbalik dan meninggalkannya di antara buku-buku yang berjajar rapi dalam rak. Bermenit-menit Carlo berkutat dengan pikirannya, tapi ia belum menemukan jawaban. Dengan hati yang tak tenang dan terus menerka-nerka cowok itu pun kembali ke kelas.

Begitu melewati kelas Mark, dilihatnya lelaki itu asyik dengan smartphone-nya sembari mendengar lagu. Namun mata Mark tiba-tiba terpancang ke arahnya, dan mereka kembali bertatapan. Di luar dugaan, Mark mengulum senyum lebar dan tulus hingga terlihat nyaris tertawa. Seketika jantung Carlo berhenti berdetak, baru kali ini ia mendapati Mark mengulas senyum tulus. Dan senyum tersebut membuat wajah cowok kelas XII-A2 itu sepuluh kali lebih tampan....

***

Entah apa yang merasuki Mark tadi sehingga ia mengajak Carlo pergi malam ini, padahal ia tidak berniat demikian. Konyol sekali, padahal dia belum pernah pergi dengan perempuan seorang pun, tapi sekarang dia malah mengajak seorang cowok jalan. Oke, berpikir positif saja, Mark. Anggap saja kita berdua hanya sahabat baru dan ingin jalan. Tak ada apa-apa di antara kita. Huft. Benak Mark berkecamuk sendiri.

Sembari merutuk tak habis pikir, Mark merapikan kemeja putihnya serta mengenakan rompi hitam dengan ritsleting keperakan. Sekali lagi dia mematut diri di depan cermin―sebenarnya Mark bukan cowok pesolek―baru tersenyum mengagumi kemampuannya sendiri dalam berpenampilan. Yah, meskipun hanya untuk bertemu dengan teman baru, apa salahnya jika dia ingin tampil maksimal?

No One Can Hide from LoveWhere stories live. Discover now