=11=

31 2 0
                                    

Mark dan Carlo bertemu di perpustakaan ketika jam istirahat pertama. Mereka janjian di meja biasa dan sekarang tengah duduk bersebelahan. Carlo terdiam canggung sementara Mark masih terhanyut dalam pikirannya sendiri sampai dia menyadari sesuatu.

"Hei Carlo. Aku punya sesuatu buat kamu." Mark mengeluarkan sebuah kantong kecil dari saku celananya. Kantong yang diikat dengan pita keemasan tersebut berisi biskuit cokelat.

"Ada acara apa kok kamu memberiku ini?" tanya Carlo dengan ekspresi bingung. Dahinya berkerut samar.

Tiba-tiba saja Mark merasa rindu dengan suara Carlo. Meski begitu, dia berusaha menyingkirkan perasaan itu dan kembali bicara dengan Carlo. "Aku belum cerita, ya? Beberapa hari lalu aku nggak masuk sekolah karena mamaku masuk rumah sakit. Yah, ini aku bawain kamu sebagai permintaan maaf karena nggak memberitahumu."

Carlo tertawa lepas tapi kemudian dia kembali memasang wajah kalemnya. "Mark, kamu aneh. Seharusnya aku yang datang ke rumahmu dan memberikan sesuatu pada mamamu. Bukannya kamu malah memberikanku sesuatu."

"Aku tahu. Aku hanya merasa bersalah karena nggak mengabarimu."

"Makasih ya kalau begitu."

Carlo mengulas senyum manis, dan itu membuat jantung Mark berdesir. Cowok itu berusaha menelaah perasaannya, tapi dia masih tidak mengerti perasaan apa yang menderanya ini.

Sore harinya, Mark tengah bermain game di ponselnya ketika seseorang mengetuk pintu pagar rumahnya. Tanpa mengalihkan wajah dari hapenya, Mark berjalan menuju pagar dan membukanya.

"Carlo?"

"Uhm, hai? Maaf ya aku datang tiba-tiba." Cowok berkacamata di depannya berbicara kikuk. Di tangannya terdapat sekeranjang buah-buahan.

Mark terpana sejenak namun kesadaran segera menghampirinya. "Astaga. Tidak perlu minta maaf. Ayo masuk."

Ini adalah kali pertama seorang teman datang berkunjung ke rumah Mark semenjak dia tinggal di Surabaya. Biasanya Mark kerja kelompok di sekolah atau di rumah temannya. Pria itu tidak terbiasa jika ada orang yang bermain ke rumahnya kecuali benar-benar teman dekatnya.

Sementara Mark berpikir, Carlo juga merenungkan hal lain. Rumah ini suasananya tampak hangat, meski dari luar terlihat biasa namun dalamnya sangat berbeda. Rumah ini mirip seperti Mark. Setelah menimbang cukup lama, akhirnya dia memberanikan diri untuk bertamu ke rumah sahabat barunya ini. Sangat tidak sopan jika dia mengetahui bahwa ibu sahabatnya baru pulang dari rumah sakit tetapi dia tidak mengunjunginya.

Seorang wanita keluar dari sebuah ruangan dan mengulum senyum hangat. Ketika beliau tersenyum, hal itu mengingatkannya pada senyuman Mark.

"Halo. Temannya Mark, ya?" sapa wanita berpakaian tidur tersebut.

"Iya, Tante. Nama saya Carlo, teman seangkatan Mark di sekolah." Carlo menundukkan kepala penuh hormat. "Bagaimana keadaan Tante?" tanya Carlo.

"Agak lemas, tapi Tante sehat kok. Ayo duduk dulu biar Tante ambilkan minum dan kue."

"Oh, nggak usah, Tante. Nggak usah repot-repot, Tante masih harus istirahat." Carlo membalas dengan sopan.

"Ah, nggak pa-pa. Justru Tante harus banyak gerak. Tunggu sebentar ya."

Beberapa menit kemudian ibu Mark kembali ke ruang tamu dengan aneka macam kue dan biskuit. "Ini pertama kalinya teman Mark datang kemari. Jadi jelas Tante sangat senang. Omong-omong terima kasih buah-buahannya, ya."

"Sama-sama, Tante."

"Pasti kalian dekat ya, sungguh sedari dulu sangat jarang teman Mark datang ke rumah. Mama bersyukur kamu masih mendapatkan teman."

"Ma..." Mark mulai merajuk dengan wajah sebal, hal itu membuat Carlo tersenyum geli.

"Gimana Mark di sekolah? Dia dingin, nggak? Cuek sama teman-temannya??" tanya ibu makin usil dan menggoda Mark.

Mark mendengus sementara Carlo tertawa kecil. "Awalnya gitu, Tante. Tapi akhir-akhir ini Mark sudah lebih ramah dan hangat."

Mereka pun melanjutkan obrolan dengan hangat sehangat teh yang mereka nikmati.

"Makasih ya, sudah datang mampir ke rumahku. Sejujurnya aku merasa tersentuh kamu datang." Mark berkata ketika mengantar Carlo menuju pagar.

"Sama-sama. Ah, hal itu sangat biasa kok. Sudah sewajarnya seorang sahabat mengunjungi rumahmu."

"Omong-omong, kamu kok bisa tahu rumahku?"

Mati aku. Nggak mungkin kan aku bilang membuntutinya tempo hari?? "Hemm, aku bertanya pada Karin. Dia kan ketua kelasmu, jadi pasti tahu data-data murid di kelas." Carlo berkelit dengan mulus.

Meski raut wajah Mark masih curiga dan tidak puas dengan jawaban Carlo, tapi akhirnya dia tidak mempermasalahkan hal tersebut. "Okay, kalo gitu hati-hati di jalan ya, Carlo."

Carlo hanya mengangguk kemudian cowok itu berbalik dan melangkah pulang.

.

.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 13, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

No One Can Hide from LoveWhere stories live. Discover now