-1. Siapa yang Harus Dikirimi Surat?

19.7K 3.1K 208
                                    

"Hei, apakah kau tidak punya film komedi lain?" Draco menghampiriku yang sedang membaca sebuah buku di sofa.

Aku mendengus. Seharusnya, orangtuaku tidak usah memanjakan Draco dengan film komedi yang sekarang nyaris diputar setiap malam. Entah siapa yang membuat jadwal itu. Yang jelas, sekarang, setiap malam, kami selalu menonton sebuah film komedi.

Hanya saja, malam ini, kedua orangtuaku sedang berkunjung ke rumah salah seorang teman mereka. Dan aku, mana mau menonton film komedi berdua dengan Draco?

Sebenarnya, aku tidak pernah mau menonton film komedi dengan Draco. Dia selalu tertawa terbahak-bahak dan tawanya itu membuat telingaku sakit.

Selain itu, entah kenapa, kadang-kadang, sebelum tidur—saat suasana hening dan gelap—kurasa aku bisa mendengar suara tawa Draco. Aku cukup dewasa untuk tahu suara itu hanya ada di dalam kepalaku.

Aku juga tidak tahu kenapa suara tawa Draco terus-terusan terngiang di kepalaku. Mungkin karena itulah suara yang kudengar terakhir kali di malam hari. Sepertinya memang karena itu. Seharusnya memang karena itu.

"Hei! Aku berbicara padamu!" Draco menyela pikiranku.

Aku mengangkat wajah dan menatap Draco dengan sebal. "Ya, aku punya."

"Kalau begitu ayo kita menonton," kata Draco. "Kedua orangtuamu berkata tidak apa-apa kalau kita ingin menonton tanpa mereka."

Ya, hanya saja aku tidak mau. Kukira malam ini aku bisa tidur tanpa harus ada suara tawa Draco di benakku.

"Ayo." Draco terdengar kesal. "Apa lagi yang kau tunggu?"

Huh. Baiklah. Dia tidak akan menginap di rumahku selamanya. Aku bisa melalui ini lagi.

Aku bangkit dari dudukku. "Ya, ya, baiklah."

[.]

"Apa kau tidak bertukar surat dengan teman-teman bodohmu selama musim panas ini?" tanya Draco. "Aku tidak pernah melihatmu menulis surat."

Aku yang sedang sibuk menyiapkan film, mendengus. "Pertama, kalau aku menulis surat, kau tidak harus melihatnya. Kedua, Profesor McGonagall melarangku berkirim surat dengan siapa pun dari dunia sihir. Katanya, agar aku fokus hidup dengan kedua orangtuaku—karena ingatan mereka dan sebagainya."

"Kasihan sekali," komentar Draco.

"Memangnya kau bertukar surat dengan teman-temanmu?" balasku. Aku bangkit lalu berjalan ke sofa. Aku menjatuhkan diriku di sisi kiri sofa, cukup jauh dari Draco yang berada di sisi kanan sofa.

"Memangnya siapa yang akan kukirimi surat?" tanya Draco. Ia tampak tidak peduli ketika mengatakan, "Kebanyakan teman-temanku ditahan karena orangtua mereka tidak diampuni."

Aku melongo. Kenapa dia bisa sangat santai ketika mengatakannya? "Lalu? Apakah kau tidak berusaha menolong teman-temanmu?"

Draco menoleh padaku dengan tatapan merendahkan. "Memangnya, apa yang bisa kulakukan? Lihat aku. Aku saja sampai harus menginap di rumah keluarga Muggle. Hidupku sendiri saja sudah cukup menyedihkan."

"Justru, karena hidupmu sendiri sudah cukup menyedihkan, kau harus hidup bersama orang lain," balasku. Aku masih tidak habis pikir. Bisa-bisanya Draco menyepelekan teman-temannya!

Draco mengangkat bahunya. "Aku bisa mencari teman lain."

"Bukan begitu caranya. Kau tidak bisa menukar temanmu begitu saja. Tidak akan pernah bisa," kataku.

"Siapa peduli?" balas Draco. Ia melemparkan tatapannya ke arah televisi. "Jangan berisik. Aku mau menonton film ini."

Aku mendengus pelan lalu menyandarkan tubuhku di sofa. Pikiranku dipenuhi oleh wajah teman-temanku. Aku tidak bisa membayangkan menyepelekan salah satu dari mereka, seperti yang Draco lakukan.

Di tengah pikiran-pikiranku, menyelip melewati gambaran teman-temanku, ada suara tawa Draco.

Aku bertanya-tanya, apakah Draco pernah tertawa seperti itu karena teman-temannya?

Dan, kalau Draco pernah tertawa seperti itu karena teman-temannya, bagaimana bisa teman-temannya melupakan tawa Draco? Bagaimana bisa Draco melupakan mereka yang sudah membuatnya tertawa?[]

Apparate [Dramione]Where stories live. Discover now