4. Ucapan Terima Kasih

18.4K 2.8K 352
                                    

Saat sarapan pagi ini, Profesor McGonagall membagikan daftar pelajaran Gryffindor. Biarpun dia telah menjadi kepala sekolah, kurasa dia tetap mengajukan dirinya menjadi kepala asrama Gryffindor. Aku lega guru-guru yang lain menyetujuinya. Profesor McGonagall selalu ada di setiap ingatanku tentang Gryffindor. Gryffindor tanpa Profesor McGonagall pasti akan terasa seperti bukan Gryffindor.

"Ya ampun! Benar-benar tahun terakhir di Hogwarts yang melegakan!" seru Ron, menyela pikiranku.

"Ada apa?" tanyaku.

"Tidak ada jadwal pelajaran bersama Slytherin!" seru Harry. "Benar-benar menyenangkan."

Aku memajukan bibirku. "Setelah perang berakhir, apa kalian masih membenci Slytherin? Bukankah seharusnya kita menyatukan Hogwarts?"

Harry mengangkat bahunya. "Aku tidak pernah menyukai Malfoy. Jadi, kurasa pasti menyenangkan belajar tanpa harus melihat wajah orang itu."

Ron menimpali dengan berbagai kata penuh persetujuan. Aku diam saja, tidak yakin apa yang harus kukatakan.

Aku merasa, tidak baik kalau kita terus-terusan membeci seseorang. Bahkan Snape yang awalnya kukira jahat, ternyata justru sangat baik.

Dan soal Malfoy... Yah, sejujurnya aku juga tidak tahu.

Menghabiskan beberapa minggu liburan musim panas bersama Draco membuatku terpaksa melihat berbagai sisi lain dirinya. Yah, bukannya sisi lain itu merupakan sisi yang baik juga. Hanya saja, sisi-sisi lain itu, membuktikan bahwa tidak semua orang seburuk yang kita duga.

Kita menganggap orang lain buruk hanya karena, kita tidak pernah berada di posisi orang tersebut.

"Hermione, apa kau tidak mau telurmu?" Suara Ron membuyarkan lamunanku.

Aku mengangkat wajah. "Kenapa? Kau mau? Ambil saja. Aku sudah kenyang."

"Terima kasih!" seru Ron. Ia tersenyum senang sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil telur di piringku.

Sebenarnya, aku tidak kenyang. Hanya saja, aku tiba-tiba kehilangan niat untuk makan ketika mengingat tentang liburan musim panas.

Liburan musim panas itu benar-benar mengangguku. Gara-gara Draco menginap di rumahku, aku jadi bingung, apa sekarang aku masih sebal kepadanya atau tidak?

Sial. Kenapa aku jadi memikirkan hal ini?

[.]

Pelajaran Ramuan benar-benar akan menolongku. Aku tidak harus memikirkan Malfoy atau liburan musim panas karena aku bisa menyibukkan pikiranku dengan ramuan-ramuan baru yang menyenangkan. Sambil mengambil buku-bukuku dari atas meja ruang Gryffindor, aku bisa mendengar Ron dan Harry mengeluh karena lagi-lagi harus belajar.

"Aku sungguh-sungguh tidak keberatan masuk Hogwarts lagi," kata Ron. "Tapi aku benar-benar malas belajar."

"Aku juga," timpal Harry.

"Oh, yang benar saja." Aku berjalan menghampiri mereka dengan tumpukan buku di pelukanku. "Tinggal satu tahun lagi! Kalian pasti akan merindukan Hogwarts ketika lulus nanti."

"Jangan ucapkan kata itu!" seru Ron.

Aku menatapnya dengan bingung. "Kata apa?"

"Kurasa aku tahu apa maksudnya," timpal Harry. "Kata yang berawalan huruf 'l', diakhiri huruf 's', dan ditengahnya terdapat 'ulu'."

Ron mengangguk mengiakan.

"Lulus?" tanyaku dengan bingung. Sepersekian detik kemudian, aku langsung paham. "Oh aku mengerti."

"Tentu saja. Kau kan selalu mengerti segala hal," gumam Ron. Tapi masa bodoh.

"Kau pasti takut menghadapi NEWT. Dan kata 'lulus' mengingatkanmu akan NEWT. Benar, kan?" tanyaku sambil tersenyum lebar.

Ron memajukan bibirnya. "Ya. Aku benar-benar tidak siap menghadapi NEWT. Coba saja aku bisa berhenti bersekolah dan tetap sukses seperti Fred dan George."

"Tapi nyatanya, kau kan tidak seperti itu," balasku.

"Hei, apa kalian tidak merasa seharusnya kita masuk ke kelas?" Harry menyela.

Aku mengerling arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. "Sial. Kita akan terlambat."

Tanpa membuang-buang waktu lagi, aku berlari meninggalkan asrama Gryffindor.

[.]

"Ron, bukankah sudah kubilang? Masukkan satu seperempat sendok saja," kataku sambil merebut sendok dari tangan Ron. "Kau memasukkan satu setengah sendok."

Ron mengacak-acak rambutnya. "Apa bedanya, sih? Memangnya ada yang bakal memerhatikan?" gerutunya. "Selain kau, tentunya."

Aku mendengus. "Sekarang memang tidak. Tapi kalau nanti ramuanmu meledak, semua orang bakal memerhatikanmu."

Ron memajukan bibirnya. Ia kemudian meletakkan kedua sikunya di atas meja dan menopangkan dagu di atas tangannya. Sementara itu, aku yang malah sibuk mengurus ramuannya.

"Nah, langkah ketiga sudah selesai," kataku setelah beberapa saat. "Tinggal dua langkah lagi. Selesaikan." Aku menyerahkan sendok khusus ramuan kepada Ron.

"Terima kasih, Less."

Aku berusaha menahan perutku agar tidak jatuh dan berceceran. "Less?"

"Apa?" Ron mengerjapkan matanya beberapa kali.

Aku menahan dengusanku. Jelas sekali Ron tidak menyadari perkatannya barusan. "Tidak. Tidak ada apa-apa."

Ron mengangkat bahunya. "Oh."[]

a.n aku baru ngepost cerpen judulnya Pukul Sembilan. Dibaca ya kawan-kawan : )

Apparate [Dramione]Where stories live. Discover now