Kesaksian Sebuah Arwah

119 10 4
                                    

Pagi ini, beberapa orang sedang berkumpul di dalam sebuah pondok kecil di salah satu hutan wisata. Beritanya, di pondok itu sudah terjadi sebuah kasus pembunuhan yang menewaskan seorang wanita dewasa.

Di sana, ada seorang detektif yang hadir untuk memecahkan kasus pembunuhan ini. Para polisi merasa kesulitan untuk menemukan pembunuhnya karena hampir tiada bukti yang tertinggal di sekitar korban.

Sang detektif yang bernama Tom itu sedang mondar-mandir sambil terus mengamati wilayah di sekitar jasad wanita malang itu. Tom juga menghadirkan beberapa orang terdekat dari korban diantaranya : Andy, Mei, Jack, dan Nina.

Tom sudah mewawancarai mereka satu per satu, namun jawaban mereka saja tidak cukup untuk menemukan pembunuhnya karena Tom juga tak ingin terlibat masalah jika dia menuduh orang yang salah. Juga dibutuhkan beberapa bukti untuk hasil yang akurat.

"Hhh," Tom menghela napas berat. Semua orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arahnya.

"Menurutku, dari kondisi sang mayat dapat disimpulkan bahwa pembunuhan terjadi pada malam hari dan menggunakan senjata berupa pisau panjang yang langsung menusuk jantung si korban," ujar Tom. Orang-orang di sana manggut-manggut.

"Namun, aku belum bisa membuktikan pembunuhnya hanya dari alibi kalian saja, kita membutuhkan beberapa bukti di sini, tetapi si pembunuh memang sangat pintar," Tom terkagum. "Dia berusaha melakukan sebuah pembunuhan yang bersih dengan menghilangkan semua bukti yang ada, baik itu senjata atau pun sidik jari pelaku," lanjutnya.

Tom melihat para tertuduh bergantian. Tidak ada raut cemas atau pun takut di wajah mereka. Walaupun pria ini belum bisa menentukan siapa pembunuhnya, tetapi dia yakin bahwa dalang sesungguhnya ada diantara mereka berempat. Tom pun berpamitan untuk pergi ke salah satu ruangan untuk berpikir.

Dia duduk disebuah kursi di dekat jendela. Sesekali dia kelihatan mengetuk-ngetukkan kepalanya dengan sebatang pensil. "Jika aku tidak bisa memecahkan kasus ini, reputasiku sebagai detektif bisa lenyap!" gerutunya kesal sambil mengacak rambutnya.

Tom memutar tubuh untuk menghadap seisi ruangan. Tiba-tiba sosok berwujud kelabu muncul di depan Tom dan membuat pria itu terdiam kaku. Perlahan bayangan kelabu itu membentuk postur seorang wanita yang dikenali sang detektif itu. Veronica Houston, korban pembunuhan itu!

"V-veronica? Itu kau?" tanya Tom gugup. Tubuhnya bergetar takut karena melihat bisa dibilang sebuah arwah korban pembunuhan di depan matanya.

"Tuan detektif jangan takut, aku hanya ingin menyampaikan kebenarannya," jawab arwah Veronica sambil tersenyum. Entah kenapa Tom menjadi sedikit lebih tenang. "Silakan, aku juga bingung memutuskan siapa pembunuhnya," kata Tom seraya tertawa kecil. Arwah Veronica juga tertawa.

"Jelas karena dia pintar tuan detektif, dia seorang dokter, dokter itu orang pintar. Dia pasti bisa menyembunyikan hasil perbuatannya dan raut muka, pasti karena dokter sudah terbiasa dengan kasus-kasus pembunuhan," ujar Veronica tenang.

Tom terhenyak, dia menyadari sesuatu. Salah satu dari tersangkanya adalah seorang dokter. Dengan cepat Tom beranjak dari duduknya dan segera mengumpulkan orang-orang yang menjadi tersangka sementara tadi. Ketika semua sudah berkumpul Tom langsung memulai pembicaraan.

Dia sengaja memposisikan para tersangka itu secara berbaris. Dan dia sengaja berjalan memutari mereka beberapa kali.

"Ekhem," Tom berdeham. Semua orang yang ada di ruangan itu memfokuskan pandangan kepadanya. "Baiklah, aku tak perlu berbasa-basi lagi, karena aku sudah mendapatkan pelaku sesungguhnya," lanjut Tom enteng.

Para tersangka mulai panik dan para polisi terlihat sedikit gelisah. "Bagaimana caramu mengetahui pelakunya, Detektif Tom?" tanya seorang anggota polisi bernama John. Tom tersenyum riang.

"Sebenarnya sangat susah untuk mengetahui pelaku pembunuhan jika tidak ada bukti atau pun pesan kematian, namun kita bisa bertanya langsung pada sang pembunuh alias sang dokter, Mei!" seru Detektif Tom sambil menunjuk tepat pada Mei. Wanita yang bekerja sebagai dokter itu kaget. Dia berusaha menghindar dari tuduhan Tom.

"Hei, kau tidak bisa menuduhku sembarangan tuan detektif, bukti saja kalian tidak punya!" protes Mei mulai emosi. Nina yang merupakan tetangga korban berusaha menenangkan Mei. Sementara Andy, adik korban masih terlihat sedih akan kematian kakaknya. Dan Jack, dia hanya memasang ekspresi datar.

"Kau sudah tidak bisa mengelak lagi Mei, polisi silakan tahan dia," kata Tom mempersilahkan dua orang polisi untuk memborgol tangan Mei. Mei alias sang pembunuh marah tak terima namun Tom tidak menghiraukannya. Polisi John masih bingung.

"Detektif Tom, bolehkah saya tahu darimana anda bisa mengetahui pelakunya?" tanya John hati-hati "aku tidak ingin kita menangkap orang yang salah." Lanjutnya.
Tom tertawa renyah. "Ini semua karena Veronica," jawab Tom dengan penuh misteri lalu dia pamit dan meninggalkan para polisi dan tim forensik yang ada di sekitar pondok itu.

"Akhirnya sang pelaku tak bisa kabur, terima kasih Veronica," gumam Tom senang sambil berjalan meninggalkan keramaian. []

The Book Of MindworldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang