Fake Orion

144 9 11
                                    

Aku berangkat sekolah saat hari masih belum terlalu cerah. Ya, itu karena jarak sekolahku lumayan jauh dari rumah dan ibu menyuruhku untuk berjalan kaki. Seperti biasa, aku pasti akan melewati taman kecil yang terletak di sela-sela bangunan toko kota tempat aku tinggal.

Di taman itu biasanya aku dan teman kecilku bermain bersama, Orion, itu namanya. Ia berumur dua tahun di bawahku. Orion memiliki wajah yang imut, dan ia juga sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Tanpa segan juga aku sering memeluknya.

Namun sekarang ia sudah duduk di bangku 3 SMP, ia sudah mulai terlihat dewasa walaupun wajahnya masih kekanakan. Ia juga sudah menolak jika ingin kupeluk dan terkadang itu membuatku kecewa.

"Aku sudah besar, Mayaka, jangan peluk aku lagi! Nanti bisa-bisa aku tidak mendapat pacar seperti dirimu," katanya sewaktu aku ingin memeluknya lagi. Semenjak itu aku sudah bertekad untuk tidak memeluknya lagi dan dia terlihat senang.

Orion tinggal sendirian di rumahnya semenjak ayah dan ibunya meninggal akibat kecelakaan setahun yang lalu. Terkadang aku masih sering melihat Orion termenung sendirian dengan raut wajah sedih.

Pagi ini di taman itu aku melihat Orion sedang duduk sendirian sambil menatap langit. Aku mendekatinya dan duduk di sebelahnya.

"Pagi," sapaku.

Ia menoleh lalu tersenyum.

"Mayaka, kau suka lelaki yang bagaimana?" tanyanya. Aku terkejut.

"Kenapa kau bertanya seperti itu, Orion? Bukannya kau sudah tahu?" tanyaku balik.

Orion menghela napas dan memperbaiki posisi duduknya menghadapku. "Ya, kau suka lelaki yang lebih tua darimu, kau suka lelaki yang pintar dan sayang kepada keluarganya," jawab Orion sekenanya.
Aku mengacungkan jempol. "Pintar!"

Orion mendesah.
"Apalah dayaku yang tidak termasuk ke dalam tipemu," katanya.

Aku menatapnya heran. "Apa maksudmu?" 

Orion berdiri lalu ia mengusap rambutku. Aku menatap dirinya yang berdiri di depanku.

"Tunggu aku, Mayaka," katanya sambil mengukir sebuah senyum pilu kemudian ia berjalan meninggalkanku. Aku hanya menatap punggungnya yang perlahan pergi meninggalkanku.

"Apa ia masih teringat dengan orang tuanya?" gumamku. Lalu aku pun bergegas pergi ke sekolah.

Aku dan Orion bersekolah di sekolah yang sama, hanya saja berada di tingkat yang berbeda. Aku SMA sedangkan ia SMP. Setiap pulang sekolah aku selalu menjemputnya untuk pulang bersama.

Sesampainya di sekolah, aku langsung menemui kedua sahabatku, Mary dan Ciel. Biasanya mereka berdua selalu menanyakan Orion kepadaku. Mungkin mereka pikir aku adalah ibu tiri Orion.

"Mary, Ciel, hari ini Orion terlihat aneh," ujarku membuka pembicaraan.

Mary dan Ciel dengan antusias menatap dan mendengarku. "Apa maksudmu?" tanya Mary. "apa ia teringat orang tuanya lagi?" lanjutnya.

Aku menggeleng.
"Tidak tahu, sewaktu aku menemuinya di taman dia langsung bertanya tipe cowok kesukaanku, lalu dia mengusap kepalaku dan bilang 'tunggu aku, Mayaka,' dan pergi," kataku.

Ciel terperangah lalu ia menjentikkan jarinya. "Mayaka, Orion menyukaimu!" seru Ciel semangat.

Ia kelihatan berusaha menahan gejolak semangat dalam dirinya. Entah kenapa ia terlihat gembira begituenyimpulkan bahwa Orion menyukaiku.

"Itu tidak mungkin, Ciel, Orion saja sering bilang kalau dia tidak ingin dapat pacar sepertiku," gerutuku kesal. Namun Ciel menggeleng-geleng.
"Dia hanya tidak bisa mengungkapkan isi hatinya, Mayaka, kau harus peka padanya," sambung Ciel.

The Book Of MindworldNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ