11

12K 968 137
                                    

Halo, selamat siang!

Nah, ini nggak pake PHP lagi.. beneren part-nya Leander ini :)

Lama pake banget kan? biasa mahasiswa galau gitu...

HAPPY READING!

AWAS TYPO!

*p.s kalau feelnya gak nyampe, salahkan saja author :"

oOoOoOoOo

"Kita tidak bisa melakukan apa-apa," ujar Christian untuk yang kesekian lainnya. Dia menghela napas panjang. Sebenarnya dia juga tidak tega melihat keadaan Nicole yang terlihat sangat menyedihkan di pelukan Justin. Wanita itu bahkan pingsan dan baru sadar beberapa saat yang lalu. Tidak ada gunanya dia menyembunyikan fakta tersebut, selain malah menambah kesedihan mereka jika tidak mengungkapnnya.

"Seharusnya ada yang bisa kita lakukan," isak Nicole. Dia lalu menatap Justin. "Kita tidak bisa membiarkan Lean pergi begitu saja. Dia putra kita, Just."

Justin mencium kening Nicole, mengeratkan pelukannya namun tidak berkata apa-apa.

"Bagaimana kalau kita membawanya ke dokter? Mungkin saja mereka bisa melakukan sesuatu sehingga Leander bisa sadar?"

"Hal ini tidak bisa dijelaskan oleh pengetahuan, Nic," ujar Wero memberi penjelasan. "Bagi mereka, kondisi Leander ini sedang koma tanpa alasan yang jelas. Mereka juga tidak akan bisa melakukan apa-apa."

Christian mengangguk setuju. "Terkadang, ada hal-hal di dunia ini yang tidak bisa dikaji oleh pengetahuan," ujarnya. "Bukannya berusaha menyembuhkan Lean, mereka bisa saja menjadikan Lean sebagai objek penelitian karena kasus yang langka."

"Mereka melakukan hal seperti itu?" tanya Skandar tak percaya.

"Beberapa orang memang begitu, kan?" Wero mengangkat bahu.

Tubuh Christian menegang. Dia menoleh ke arah ruang depan dengan kening berkerut. Aura itu.... dia tidak mungkin salah.

"Ada apa?" Justin langsung tanggap.

"Leander. Aku merasakan aura Leander." Christian menatap Justin, "Begitu kuat."

Justin menegakkan tubuhnya. "Dia sadar?"

Christian semakin mengerutkan kening. "Aku tidak yakin. Bukankah seharusnya dia di kamar? Kenapa aku merasakan aura itu dari..."

Tiba-tiba saja pintu depan menjeblak terbuka. Tak lama kemudian, muncullah Felicia disusul dibelakangnya Leandra juga Daren. Bahkan tanpa menoleh pada orang-orang yang berada di ruang duduk, Felicia langsung berlari menuju tangga setelah diarahkan oleh Leandra. Mereka yang ada di ruang duduk menatap kebingungan pada gadis berambut ikal itu.

Christian berdecak tak percaya. "Astaga, gadis itu...."

"Bukankah dia Felicia?" Alena bertanya dengan tak yakin.

"Ayo kita susul mereka." Lucy langsung bangkit, menarik Alena bersamanya.

"Ada apa dengan gadis itu?" tanya Nicole. Dia berdiri dibantu oleh Justin.

Christian tersenyum. "Mereka punya aura yang sama persis. Kalian para manusia menyebutnya soulmate." Dia menepuk bahu Justin ringan. "Lean akan baik-baik saja sekarang."

"Maksudmu?" tanya Skandar tak mengerti.

Masih dengan mengumbar senyum, Christian menoleh pada kakak iparnya itu lalu berkata, "Gadis itulah penawarnya."

oOoOoOoOo

Felicia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menangis saat melihat Leander. Namun, harapannya memang tidak sesuai keinginan. Tanpa bisa dia cegah, air matanya langsung mengalir ketika melihat Leander yang terbaring di tempat tidur. Wajah laki-laki itu begitu pucat, bahkan sudah tidak terlihat gerakan dari dadanya, bukti bahwa kondisi Leander benar-benar sudah sangat parah. Seandainya dia tidak mau mendengarkan perkataan Leandra, dia pasti akan kehilangan laki-laki itu, begitu juga dengan keluarganya—Leander—.

LEANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang