Berusaha dalam Harap dan Kerinduan

27 2 0
                                    


" Pak, Nek Adelia pergi dulu ! Assalammualaikum ...!" sambil berlari keluar.

"hati-hati, Nak !" pesan bapak

Aku terus berlari hingga sampai di depan rumah Arif

"Assalamualaikum ... !" salamku kemudian

"Wa'alaikumsalam ...!" jawab Arif sambil membuak pintu

"Ayu masuk !" ajaknya kemudian

"Iya !" sahutku beranjak masuk

"Sudah belajar dengan matangkah? Tanya Arif kemudian.

"sudah, bagaimana denganmu, sudah siapkah ?"

"Alhamdulillah sudah ! oh ya, besok kita berangkat pukul setengah tujuh ya ! biar nanti di sekolah bisalah belajar lagi sedikit !

"
Ya, jawabku mengangguk.

Kami kemudian belajar hingga dzuhur. Kami lalu beranjak untuk sholat dan istirahat sejenak. Setelah shalat Arif menyuruhku untuk makan. Aku menolak, namun Arif terus memaksaku hingga aku mengangguk mengiyakannya.

Usai makan kami kembali belajar hingga tiba waktu asar, kami kembali istirahat dan shalat. Tak terasa dini ini telah belajar sedari pagi hingga sore ini. Rasa lelah menggelayut ditubuhku. Tapi tak apa, mak aku akan terus berjuang untuk emak, meski lelah begitu menggelayuti diri ini, aku akan terus berjuang mati-matian untuk bertemu dan melihat Emak.

Gema Adzan terdengar sayup-sayup di telingaku membuai badan dan jiwaku yang lelah, membangunkanku tuk melaksanakan kewajiban. Aku terbangun dan duduk mengumpulkan nyawaku yang masih belum sempurna.

Dua menit berlalu, aku segara turun dari kasurku dan subuh membuat air wudhu ini terasa bagaikan air es dan salju, karenanya aku bergegas masuk usai berwudhu.

Kuanggkat kedua tanganku menghadap kiblat, ku lafadz kan takbir "Allahu Akbar." Kulafadzkan bacaan-bacaan sholat dengan ta'zim, kuhayati artinya dalam-dalam, sungguh aku merasakan kenikmatan dan kedamaian.

"Assalammualaikum Warohmatullah ...." Ucapku

Mengakhiri shalatku. Kuangkat kedua tanganku ke langit, kubaca doa-doa usai sholat yang diajarkan di TPA. Namun masih ada hal lain y ang sangat ku inginkan hal yang membuat hatiku berckecamuk.

".... Ya Allah, teman-teman bilang ibu adalah malaikat yang engaku anugrahkan kepada meraka. Malaikat yang tak pernah putus kasih dan sayangnya pada anak-anaknya. Ya Allah, terima kasih telah memberikan padaku bapak dan nenk yang sayang padaku, terima kasih untuk sepetak rumah dan tanah yang kau beri terimakasih untuk kecerdasan yang kau anugrahka, terima kasis atas semuanya Allah !.

Ya Allah, hamba yang lemah ini mohon perkenankanlah wahai rabb yang maha pemurah, pertemukanlah hamba dengan malaikat hamba, izinkan setidaknya sekkali saja aku menatap wajahnya, sekali saja memeluknya dan sekali saja hamba memanggilnya, "Emak" sekali ini saja ya Rabb, izinkan aku memeluk malaikatku erat-erat dan membisikan padanya," Adelia sayang, Emak ! Adelia sangat-sangat rindu Emak ! Adelia cinta emak ! ya Rabb, hamba mohon kabulkanlah ! amin ".

Tak terasa deraian mutiara mengalir deras dari mataku. Pintu kamarku terbuka sedikit, terlhat bayangan bapak di depan pintu, namun entah mengapa bapak kemudian berlalu.

Aku segerak beranjak untuk mandi dan bersiap-siap kini aku telah siap dengan seragam lengkap yang kemarin diberikan oleh Pak Bahri.

"Nak, makan dulu !" teriak nenek dari dapur

"Iya ! balasku kemudian

Aku segera makan. Bapak tiba-tiba muncul dengan wajah sembab

"Aku berangkat, Nek, Pak ! Assalammualaikum !"

"Waalaikumsalam, hati-hati, Nak !"

"Iya"

Belum sempat keluar dari pintu aku teringat kotak pensilku tertingga dikamar. Aku segera masuk kamar dan mengambilnya.

"wajahmu itu kenapa, Bud ? kok sembab begitu !"

Tanya nenek pada bapak yang menghentikan langkahku

"tak apa, Mak !"

"sudahlah, makan dulu sana ! isi perutmu itu, biar tak berwajah begitu ! perintah nenek sambil lalu-lalang ungkap bapak tiba-tiba.

Lho, kenapa kamu jadi plin-plan gitu, Bud ? bukanya kemarin kamu tak setuju ? kenapa bisa tiba-tiba berubah pikiran !?" tanya nenek heran

"Hah .... Adel sudah besar, Mak ! sudah seharusnya lah dia tahu." Jelas bapak kemudian

"ya terserah kamu saja, Emak nurut ".

Hatiku sangat senang akhirnya bapak dan nenek mengijinkanku bertemu emak, mataku tiba-tiba bertuju pada jam, wah jam setengah tujuh kurang lima menit ! aku segera berlari keluar rumah. Tenang pak dengan izin Allah aku akan bawakan piala itu ke hadapan bapak !

"Hai..., Adelia! "seru Arif tiba-tiba yang sudah nongkrong diatas sepeda

"Dari mana saja ? lama sekali "katanya lagi

"maaf, barusan ada yang ketinggalan ".

"Oh, ya sudah ! ayo kita berangkat !" ajak Arif semangat.

Pagi ini aku berangkat sekolah dibonceng sepeda bersama Aref, syukurlah punya teman sepertimu .

Pukul setengah tujuh lebih sepuluh menit, kami sampai depan halaman sekolah Pak Bahri segera menyambut kami, beliau kemudian mengantar kami kelokasi perlombaan.

Pukul 08.00 WITA

Perlombaan dimulai peserta Olimpiade ditempatkan di ruangan khusus yang nyaman. Kami mulai mengerjakan soal. Suasana terasa hening, karena kami fokus menjawab soal-soal yang diberikan.

"Tet,..... tet.... Tet...." Bel tanda waktu habis berderin.

"baiklah, waktu telah menunjukkan pukul dua belas, peserta diharapkan meninggalkan ruangan sekarang juga !

Terima kasih !" Ucap salah seorang panitia.

Panitia segera mengumpulkan lembar jawaban peserta kami keluar dan berhamburan menemui guru masing-masing. Aku bertemu Arif beberapa meter dari ruangan.

"bagaimana, Rif ?" tanyaku membuka pembicaraan

"Alhamdullialah, lancar ! Jawab Arif mantap.Aku tersenyum.

Kami segera beranjak kemasjid. Kami lalu berwudhu untuk persiapan sholat dzuhur. Adzan pun bergema dan sholatpun dilaksanakan.

" Ya Allah, jadikanlah agar aku dapat menjadi yang terbaik ! ya Allah, pertemukanlah hamba dengan Emak !" doaku dalam hati.

Pukul 13.00 WITA

Akhirnya waktu pengumuman tiba. Para peserta dan dewan guru pendamping telah berkumpul di aula. Perasaanku tak menentu, cemas, khawatir, berharap, deg-degan bercampur jadi satu. Ya Allah, hanya padamulah aku bertawakal.

 Ya Allah, hanya padamulah aku bertawakal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SEPENGGAL KISAH  DI PELOSOK ENTIKONGWhere stories live. Discover now