Hadiah Untuk Sebuah Perjuangan

26 3 2
                                    

Hallo readers....!!!

 Makasih buat requestnya....

Author lagi akreb sama laporan da laboratorium plus kuliah tentunya... hehe... maklum mahasiswa Biologi MIPA emang akrab sama yang begituan.... belum program kuliah PBAnya... wk..wk..wk..

Well, walau banyak yang minta diurus, tapi kalau ada yang request dan saya sanggup, saya akan usahakan buat memenuhinya, so kalo ada yang pingin baca tulisan saya yang lain, silakan reques ya.... dan ini hadiah dari saya buat usaha reader yang udah ngerequest lanjutan dari cerita ini. Well, this is the end chapter from it, so.... happy reading...^_^

Jangan lupa vote an comment ya...^_^

                                                              Best Regards

                                                          Your Beloved Author


                                                              Yurizhia Ninawa

>

>

"Baiklah, ini waktu yang kita tunggu-tunggu, langsung saja, saya akan membacakan pengumuman pemenangnya. .......dan juara satu diaraih oleh ....,

Arif Pratama dari SMP N 1.

Gemuruh sorak-sorai penonton begitu terasa mewarnai ruangan ini. Ya, Alhamdulillah Arif berhasil menjadi juara satu olimpiade ini.

"baiklah, kepada para pemenang di harapkan untuk maju kedapan !" lanjut pembawa acara. Arif berdiri dari kursinya dan beranjak ke depan.

"Selamat ya ! ungkapku. Arif tersenyum manis, sambil mengacungkan kedua jempol tanganya. Arif telah mengambil hadiah dan kembali duduk. Aku sangat senang melihatnya dapat memenangkan Olimpiade ini, kini aku lebih deg-degan menunggu pengumuman.

"Kamu pasti bisa ! Aku optimis !" ungkap Arif tiba-tiba. Aku hanya tersenyum.

.....dan juara satu Matematika di raih oleh Adelia Nur Haliza dari SMP N 1 !"

Aku terperanjat dan tersenyum bahagia, akulalu menoleh ke arah, Arif, ia pun tersenyum bangga dan bahagia sambil mengacungkan kedua jempolnya.

"Bagus, selamat ya !" Ungkapnya kemudian.

"Sama-sama !"

Aku maju kedapan mengambil hadiahku, piala, piagam dan uang tunai, "Emak, aku datang !" Jerit batinku.

Acara berakhir dan aku sangat bersyukur pada Rabb-Ku, Allah yang telah memberikan semua ini padaku. Pak Bahri mengantarkan kami sampai rumah aku berdiri di depan gubukku dengan piala dan piagam di tangaku.

"Bapak......, nenek .....!" jeritku sambil berlari. Bapak segera membuka pintu, nenek menyusul di belakangnya.

"Bapak, aku berhasil menang ! lihat pak, aku juara satu ! aku akan bertemu emak, pak !" seruku dengan wajah berkaca-kaca.

Wajah bangga bapak tertetes butiran bening, dari matanya, bapak lalu memelukku erat-erat ku lihat wajah nenek pun sama, ah, aku semakin bingung dan tak mengerti mengapa seperti ini.

"Pak, Nek, Ayo kita bertemu Emak kemarin nenek sudah janjikan ? tagihku kemudian.

"ya, nenek tepati janji nenek ! ayo sekarang naiklah mobil depan rumah itu dulu ! kata nenek sambil menunjuk angkot di depan gubuk kami.

"Mobil siapa itu, nek .....? tanyaku heran.

"Bapak pinjem tetangga untuk antar kau" jawab nenek.

Aku segera naik ke mobil disusul nenek dan bapak. Bapak duduk di depan menyetir mobil. Ah, alangkah senangnya hati ini ! sebentar lagi aku bertemu Emak yang mengandung dan melahirkanku ! mobil ini telah membawa kami melaju cukup jauh, dan bapak tiba-tiba mengerem dan memberhentikan mobil. Aku menengok ke kanan kiri keheranan.

"Turunlah ! kata bapak kemudian, karena senangnya hatiku. Aku segera turun dan tak banyak tanya, namun, saat aku turun dan memperhatikan sekitar aku makin binggung.

Kenapa turun disini, Pak ?" Tanyaku penasaran

"Kau bilang mau ketemu, Emakkan ?"

"Tapi, tak ada orang disini, Pak !"

"Siapa bilang tak ada orang. Ayo ikut Bapak !" Ajak bapak dengan wajah tegarnya. Aku hanya berjalan mengikuti Bapak, Awalnya aku takut, karena bapak mengajakku ke tempat rimbunan teduh namun menakutkan ini. Tapi, saat kulihat piala dan piagamku, ku tepis dan kuhilangkan rasa itu jauh-jauh. Tak apa sebentar lagi aku akan betemu Emak, semuanya akan baik-baik saja!"

Langkah bapak tiba-tiba berhenti, namun bapak hanya diam dan tak mengatakan sepatah kata pun, air mata bapak menetes membasahi pipinya aku makin bingung dan takut, aku menoleh ke nenek.

"kenapa berhenti disini, nek ? tanyaku pada nenek. Namun, bukannya menjawab, tangis nenek justru pecah.

"Itu emakmu, nak ! kata bapak kemudian sambil menunjuk ke sebuah gundukan tanah bertuliskan.

"Nur Rina Binti Abdullah, lahir 7 Agustus 1977 Wafat 9 Desember 1999.

Tubuhku terasa tak bernyawa, aku tiba-tiba terjatuh bersama dengan piala dan piagamku untuk Emak.

                                                                         ~The END~

                                                                         ~The END~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SEPENGGAL KISAH  DI PELOSOK ENTIKONGWhere stories live. Discover now