❄n

2.1K 269 16
                                    

-Min Yoongi -

🏫

Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi padaku. Setelah kupikir-pikir ini mungkin karma karena aku sering mengejek Hoseok yang tidak pernah mengatakan perasaannya pada gadis yang disukainya dan hanya berdiri di pintu utama dengan payung merahnya menunggu gadis itu.

Kalo kata Taehyung, cinta itu buta dan bisa membuatmu gila. Setidaknya begitu yang dikatakan oleh si pemuda bermarga Kim yang lagi kasmaran itu.

Tapi sekarang, tak kusangka aku juga melakukan hal bodoh seperti Hoseok. Bukan seperti Hoseok yang setiap hari membawa payung meskipun perkiraan cuaca mengatakan hari ini cerah.

Tapi ....

Sekarang aku memperhatikan seorang gadis. Teman kelasku di tahun terakhir.

Dia di sana. Gadis itu duduk di bangku paling depan. Ia tidak secantik Im Yoona dari kelas sebelah, tapi dia manis dan tidak kupungkiri bahwa aku tertarik padanya.

Tanpa sengaja aku menabraknya di hari kedua tahun ajaran baru, yang sangat kuingat adalah saat ia menatapku sekilas dan berlalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun ketika masuk ke kelas dan duduk manis di bangkunya. Masih teringat jelas tatapan dingin yang ia lemparkan padaku waktu itu.

Anehnya, saat ia duduk di bangkunya ia nampak baik-baik saja berbicara dengan temannya. Kenapa dia dingin padaku? Karena aku menabraknya?

"Hey, aku minta maaf yang barusan," kataku ketika berada di depan mejanya. Jangan tanya kenapa sekarang aku berdiri di sini, rasanya seperti kakiku bergerak begitu saja tanpa kuperintah.

"Tak masalah," sekali lagi ia bersikap dingin padaku dan ketika ia kembali berbicara pada teman sebangkunya, es yang mengalahkan dalamnya Palung Mariana dan tingginya Gunung Everest itu mencair begitu saja.

Tidak ingin mempermalukan diriku lebih lanjut dan untuk menutupi ekpresi bengong di wajahku, kuputuskan kembali ke bangkuku dan dihadiahi pertanyaan dari Namjoon dan Seokjin atas sikap tiba-tibaku.

Rasa penasaran karena sikapnya itu yang menjadi awal mula aku tertarik padanya.

Aku duduk di baris kedua deret ketiga dari gadis itu, cukup strategis untuk terus mengamatinya.

Namanya Park In Ah.

Dan ia tidak pernah mengurai rambut panjangnya. Selalu terikat rapi atau ditata sedemikian rupa sehingga membuatnya semakin manis.

Iya, dia sangat manis.

Suatu kali di kelas, untuk pertama kalinya aku melihatnya tertawa dan kurasakan jantungku berpacu cepat kala itu. Sialnya, ia mendapati aku menatapnya dan segera kupalingkan pandanganku, berpura-pura berbicara dengan Seokjin yang duduk di belakangku.

In Ah juga bukan tipe gadis yang suka repot-repot mengurus penampilannya seperti yang lain. Yang kuperhatikan ia hanya memakai pelembab bibir atau terkadang eyeliner karena matanya yang beda tipis dengan mataku. Ia juga jarang keluar kelas, dan karena itu waktu istirahat lebih sering kuhabiskan di kelas menyantap bekal yang Seokjin bawa atau membeli sesuatu di kantin dan menghabiskannya di kelas.

Kami tak pernah bercengkrama, sejak awal musim semi hingga sekarang di awal musim panas, bisa dihitung jari berapa kali kami berbicara. Ia selalu tampak menghindariku, tapi pertanyaannya ... kenapa?!

Kim Namjoon, orang pertama yang peka pada perasaanku pada In Ah adalah yang selalu mendorongku untuk maju, namun bodohnya aku malah seperti Hoseok yang selalu diam.

Lagian bagaimana aku mau maju kalo In Ah bahkan nampak tidak menganggap keberadaanku?

Beberapa hari mendekati liburan musim panas, wali kelas memanggilku dan In Ah ke ruang guru seusai jam pelajaran selesai. Karena beliau sedang berbicara dengan Junmyeon songsaenim, jadi sebagai murid yang baik aku dan In Ah memutuskan untuk menunggu sebentar di luar hingga mereka selesai.

Aku sudah tahu apa yang akan dibahas denganku, nilai Fisika ku di dua ujian terakhir sangat buruk -karena aku ada persiapan untuk turnamen bola basket. Ini adalah turnamen terakhirku sebagai anak kelas 12 sebelum semakin sibuk menghadapi Ujian Nasional.

Namun In Ah?

Aku tidak tahu soal dia.

Omong-omong, In Ah mengambil jarak sekiranya 2 meter dari tempatku berdiri. Sekali lagi, ia nampak tidak suka dengan keberadaanku.

Kuhela napas beberapa kali sebelum memantapkan diriku membuka suara, "Park In Ah."

"Hm?" gumamnya dan masih menunduk menatap ujung sepatunya.

Sekali lagi kuhela napas lalu memandangnya, "Bukannya tidak sopan kalau tidak melihat lawan bicaramu?" kataku datar.

Bisa kudengar dengan sangat jelas kalau ia menghembuskan napas secara kasar sebelum mengangkat pandangannya dan menatapku. "Memangnya ada apa Min Yoongi-ssi?"

"Ssi? Kau memanggilku formal begitu?" Bisa kudengar jelas kalau nada bicaraku sedikit naik lalu kembali turun dan lebih dingin.

"Apa kau begitu tidak menyukaiku? Kau membenciku?"

"Aku? Aku tidak pernah membencimu. Itu hanya pikiranmu saja."

"Apa kau menjauhiku?"

Ia membuang wajahnya ke arah lain, "Untuk apa? Kita memang tidak pernah dekat 'kan?"

Oh benar. Kami memang tidak pernah dekat. Ti-dak per-nah.

"Tapi aku merasa ada yang aneh."

"Kau hanya buang-buang waktu memikirkan hal seperti itu. Lagian ..."

Aku tidak bisa mendengar apa yang selanjutnya ia katakan karena suaranya yang semakin pelan dan pintu ruang guru yang dibuka dari dalam meredam suaranya.

Itu Kim Junmyeon songsaenim.

Segera kami berdua membungkuk dan menyapanya. Sedikit berbasa-basi dan In Ah mendahuluiku masuk ke dalam ketika Junmyeon songsaenim akhirnya pergi.

Tadi itu ... apa yang In Ah ucapkan?

❄❄❄

Clouudyy's note:

Lah kok? Ini melenceng banget dari draft awal. Aslinya gak kayak gini ceritanya, mestinya ini ada sedih-sedihnya gitu tapi kok jadi gantung? 😂😂

Udahlah, selamat bermalam minggu.

20 Agustus 2016

Moments ➳ BTSWhere stories live. Discover now