❄m

7.3K 559 62
                                    

-Jeon Jungkook-

Hingga sore ini hujan masih senantiasa turun mengguyur kota Seoul. Tidak sederas pagi tadi, tapi bisa membuatmu basah kuyup jika berlari sampai ke halte. Kututup payung biru gelap yang kupakai dan duduk sendirian di halte bus dekat sekolah.

Kuhela napas panjang kemudian mengeluarkan ponsel dan earphone dari saku almamater merah maroon ku. Menyambungkan kedua perangkat itu lalu memasang plug di telingaku setelah memilih lagu yang kusukai.

I Know yang dibawakan oleh maknae dan leader BTS -boyband yang sangat disukai Jeon Hyomin adikku- kupilih untuk menghias ruang dengarku. Sedikit mengaburkan suara hujan yang selalu kudengar sejak pagi.

Bus yang seharusnya kutumpangi sudah pergi beberapa menit yang lalu dan aku terlambat karena tinggal lebih lama membersihkan kelas. Ada yang tidak datang dan ada yang harus rapat ekskul, jadi aku dan sisanya harus tinggal membersihkan kelas.

Sekali lagi kuhela napas menatap berkas-berkas hujan yang jatuh membasahi bumi. Mau kuberitahu sesuatu?

Aku tidak begitu menyukai hujan.

Bukan karena aku takut kebasahan seperti kebanyakan orang yang selalu menggerutu kala hujan turun sebab aktivitasnya terganggu. Bukan karena hal itu.

Karena kukatakan bahwa aku tidak begitu menyukai hujan, maka di sisi lain ada alasan kenapa aku menyukai hujan.

Ya, aku menyukai hujan sekaligus tidak menyukainya di waktu yang sama.

Maka pertama, akan kukatakan kepadamu alasan mengapa aku menyukai hujan.

Kututup mataku sejenak lalu membukanya kembali, pandanganku tertuju pada gerombolan murid dari sekolah putri yang berlari kecil ke halte yang berada di seberangku, ada beberapa yang hendak menyeberang kemari. Ke halte tempatku duduk saat ini. Sekolah putri itu terletak tepat di seberang sekolahku, dan sekolah kami berada di bawah yayasan yang sama.

Perbincangan dari tiga murid sekolah putri meramaikan halte tempatku yang tadinya hanya dihiasi suara rinai hujan. Kucuri dengar percakapan mereka, dan ternyata mereka tengah membahas salah satu boyband yang baru saja melakukan comeback musim ini. Tidak perlu kujelaskan secara rinci apa saja yang mereka bicarakan, intinya mereka membahas leader dari sub unit grup tersebut yang mendadak keluar beberapa waktu lalu.

Bus berwarna hijau yang tadi menutupi pandanganku dari halte seberang kini perlahan melaju membawa murid-murid yang tadi berkerumun di halte seberang, menyisakan gadis berambut sebahu yang duduk sendirian memegang payung biru gelap yang baru saja selesai ia lipat.

Kupandangi dirinya dan seulas senyum merekah di wajahku ketika ia juga balas menatapku. Aku bukannya sedang sok terlalu percaya diri, mengira gadis semanis dia mau memandangku, tapi nyatanya yang dia pandangi memang diriku.

Di tahun pertama, ini sudah seperti aktivitas rutinku di hari Kamis. Aku akan pulang telat karena harus membersihkan sekaligus menunggu Jimin selesai dengan ekskulnya. Lalu aku akan duduk di halte sendirian dan bertemu dengan gadis itu.

Si Gadis Kamis.

Begitulah aku menyebutnya.

Bus lain berhenti tepat di hadapanku kali ini. Bukan bus yang kutunggu, tapi bus ini membawa gadis-gadis yang satu halte denganku. Dan ketika bus di depanku melaju, tatapanku kembali bertemu dengan si Gadis Kamis.

Kami tidak pernah bertegur sapa, hanya mata kami yang selalu bertemu di hari Kamis dan seulas senyum yang selalu kami lemparkan. Aku tidak mengetahui siapa namanya tapi rasanya gadis itu begitu dekat denganku. Sebut saja aku yang terlalu pengecut karena tidak pernah berani menghampiri gadis itu.

Aku sangat berterima kasih pada Park Yoohee. Karena dia aku bisa berinteraksi langsung dengan si Gadis Kamis.

Masih bisa kuingat saat itu aku bertemu dengannya di pesta ulangtahun kekasih Seokjin hyung. Kim Seokjin sahabatku punya kekasih dari sekolah putri, jadi tidak heran kenapa aku bisa bertemu si Gadis Kamis di sana.

Tak sengaja aku hampir membuatnya jatuh waktu itu, dan untuk pertama kalinya kami berinteraksi secara langsung sejak enam bulan melakukan hal yang sama di tahun pertama.

"Siapa namamu?"

"Lee Sena. Kau sendiri?"

"Jeon Jungkook."

"Jungkook,"

"Ya?"

"Kau tahu, aku merasa lucu dengan apa yang sering kita lakukan." Dan aku mengerti apa yang Sena maksud.

Kami masih selalu melakukan aktivitas kami itu. Meski kami mulai sering berkirim pesan singkat. Aku yang tidak punya pengalaman dengan perempuan membuatku benar-benar kaku untuk memulainya.

Kau tahu bukan bagaimana rasanya bisa berhubungan dengan orang yang kau sukai? Sampai-sampai Jimin dan Taehyung sering mengataiku gila karena tanpa kusadari tertawa menatap ponselku.

Sekali lagi kututup mataku lalu membukanya, memperhatikan setiap kendaraan yang lewat di depanku.

Itulah kenapa aku menyukai hujan.

Karena pertama kalinya aku bertemu dengan Lee Sena adalah ketika hari tengah hujan.

Lalu alasanku tidak menyukai hujan ....

Kuperiksa jam di tangan kiriku lalu menoleh ke kiri, arah di mana Jimin seharusnya sudah muncul. Bus kami sebentar lagi tiba dan aku tidak mau menunggu lebih lama lagi jika harus melewatkan bus lagi. Rasanya sangat dingin berada di sini.

Kembali kuperiksa ponselku, memutar salah satu lagu terbaru BTS. Kali ini aku memilih Butterfly yang ada di special album mereka. Banyak sekali lagu mereka di ponselku karena ulah adikku itu, aku bahkan menghafal album mereka.

Mataku kembali menatap lurus ke halte depan lalu menghela napas panjang kembali menatap ponselku. Omong-omong tak terasa sebentar lagi aku akan berada di tahun terakhir, menjadi senior dan fokus untuk Ujian Nasional.

Tepukan halus di bahuku membuatku menoleh seraya melepas earphone di telinga kiriku.

"Kenapa kau tidak mau menungguku di dalam saja seperti biasa?" tanya Jimin seraya duduk di sebelahku.

"Bukan apa-apa, aku hanya sedang ingin menunggu di halte seperti dulu." Mataku kembali menatap lurus pada halte kosong di seberang.

"Jungkook ... apa kau masih ... memikirkan Lee Sena?" Ia bertanya ragu-ragu, bisa kurasakan matanya ada padaku detik ini.

"Aku tidak pernah benar-benar melupakannya Jimin."

"Tapi ... dia sudah lama pergi Jungkook. Kupikir setengah tahun ini kau sudah melupakannyan, tapi ternyata kau masih memikirkannya," Jimin berkata pelan dan mengalihkan pandangannya turut menatap halte kosong di seberang.

"Dia berharga untukku Jim."

Sekali lagi Jimin menatapku, kali ini ia hanya menatapku dalam diam lalu menghela napas dan menolehkan wajahnya ketika mendengar suara bus. Itu adalah bus kami.

Kueratkan peganganku pada tas ranselku dan meraih payungku lalu berdiri mengikuti Jimin ketika pintu bus. Kami duduk di baris paling belakang yang kosong, memilih duduk di sisi di mana aku bisa melihat halte seberang dan Jimin hanya mengikutiku saja.

Alasanku tidak menyukai hujan karena ... terakhir kalinya aku bertemu dengan gadis itu adalah ketika hujan.

Hujan ....

Aku menyukainya namun membencinya di saat yang sama.

Lee Sena, gadis itu datang bersama hujan dan pergi bersama hujan.

❄❄❄

Clouudyy

16 Juli 1016

Moments ➳ BTSWo Geschichten leben. Entdecke jetzt