🌹n

807 120 13
                                    

Demi apapun, mendengar Namjoon berkata ingin membuat bekal untukku adalah hal paling konyol yang pernah kudengar diucapkan olehnya.

Bukan hanya bagiku tapi bagi bangtan juga demikian. Cafetaria kampus sontak semakin riuh diisi dengan gelak tawa mereka berenam. Bahkan Yoongi pun -orang yang selalu paling tenang, tertawa sampai menyembunyikan wajahnya di meja.

Lalu dengan bodohnya Namjoon masih bertanya, "Apa yang salah dengan itu?"

Mungkin bagi orang yang tidak mengenal Namjoon, mereka justru akan senang dengan inisiatif itu. Tapi bagi kami yang sudah mengenalnya, hal itu sama saja dengan bencana.

Kim Namjoon dan dapur bukanlah dua hal yang dapat disandingkan. Setiap kami membuat acara di rumah Seokjin, sebisa mungkin kami tidak memberinya pekerjaan yang berhubungan dengan dapur.

Waktu itu kami pernah berniat memberinya pekerjaan karena ia benar-benar memelas. Jadi, Seokjin memberinya pekerjaan paling mudah yaitu memotong bawang. Namun di detik ketika Namjoon akan memotongnya kami justru tertawa karena ia memegang pisau terbalik.

Dan percaya atau tidak apa saja yang disentuh oleh Namjoon berpotensi rusak. Jumlah barang yang dirusaknya tidak dapat lagi dihitung dengan tangan. Jadi membayangkan Namjoon berada di dapur membuatku dan anggota bangtan yang lain berakhir pada satu pemikiran.

Kebakaran.

Aku bukannya jahat pada kekasihku sendiri, tapi itu fakta yang bisa saja terjadi.

"Namnam, buat yang lain saja yah? Sandwich saja." Aku masih terus membujuknya agar mengurungkan niatnya.

Karena sedikit tersentuh dengan niat baiknya, jadi setelah mata kuliah kami berakhir aku menemaninya ke supermarket membeli bahan-bahan seperti yang tertera pada resep masakan yang dilihatnya di internet --takut-takut ia justru membeli bahan yang salah.

Namjoon yang tadi akan mengambil selusin telur mendadak berhenti. "Kau tidak percaya padaku?"

"Aku hanya khawatir, bagaimana kalau kau nanti melukai dirimu sendiri? Atau membakar dapur?"

Tapi, seperti yang kuduga Namjoon tidak mengindahkanku. Ia tersenyum sangat manis ketika mengusap kepalaku berusaha membuatku sedikit tenang.

"Jangan cemas aku akan meminta bibi Pilsuk mengawasiku, oke? Lagipula aku hanya ingin membuat nasi goreng omelet, aku sadar kemampuanku di dapur payah," tambahnya. Namjoon kembali melihat resep di ponselnya seraya mendorong troli kecil.

Padahal hanya nasi goreng omelet, kurasa tidak perlu sampai ke supermarket segala karena aku yakin semuanya sudah ada di kulkasnya. Dasar Namjoon.

Selepas dari supermarket kami singgah di kedai es krim yang selalu kami kunjungi. Namjoon memesan tiramissu sedangkan aku memesan rasa green tea.

"Kurasa Jungkook yang paling cocok dengan lagu ini."

Aku mengambil kertas-kertas partitur yang Namjoon serahkan padaku. Waktu itu Namjoon memberitahuku kalau ia sudah selesai membuat lirik untuk tugas akhir semesternya dan sekarang ia sudah merampungkan musiknya.

"Aku tidak meragukan pendapatmu. Sepertinya itu pilihan yang tepat." Kuberikan kembali kertas-kertas partiturnya.

Namjoon sangat suka dengan musik, musik dan Namjoon dua hal yang sudah begitu melekat. Ia ingin menjadi seorang komposer, itu sebabnya ia mengambil major seni. Di samping itu, ia juga sangat pandai melakukan rap sama seperti Yoongi.

Mereka bertujuh mengambil major yang berbeda kecuali Namjoon dan Yoongi yang berada di bawah satu fakultas namun berbeda angkatan.

"Omong-omong, aku penasaran kenapa kau mendadak ingin membuatkanku bekal." Aku bertanya sambil memerhatikannya menyimpan partiturnya ke dalam map transparant sebelum memasukkannya ke tas.

Moments ➳ BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang