❄s

2.2K 234 21
                                    

-Kim Namjoon-

🎹

Lampu secara otomatis menyala ketika aku menginjakkan kaki di dalam apartemen yang sudah kutempati sendiri sejak tahun pertama, dua tahun lalu.

Aku bukanlah orang yang suka menghabiskan waktu di balkon hanya untuk sekadar menghirup udara atau melihat kelap-kelip dari balkonku yang terletak di lantai 12.

Yang biasa kulakukan hanyalah sekolah, kumpul dengan teman-teman atau menghabiskan waktu untuk tidur seharian, intinya aku bukan orang yang suka berada di balkon.

Setidaknya kebiasaanku itu tak berlaku saat ini dan entah akan sampai kapan. Aku sangat ingat semuanya di mulai sejak Kamis malam, tiga hari yang lalu.

Kuletakkan tas dan almamaterku di ruang tamu lalu bergegas ke dapur menyeduh segelas teh camomile sembari menggumamkan lagu apa saja yang mendadak terlintas dalam benakku.

Segelas teh camomile itu menemaniku di balkon saat ini. Menatap turun ke bawah, melihat kerlap-kerlip kota Seoul di bawah langit yang tak berbintang sama sekali seolah mereka semua bersembunyi karena takut denganku yang disebut destroyer oleh teman-temanku.

Tidak salah mereka menyebutnya begitu, aku juga tidak tahu kenapa, tapi aku bisa merusak apa saja yang kusentuh.

Meniup teh yang masih dihiasi kepulan uap tipis sebelum menyesapnya seraya menajamkan indera pendengaranku. Apa yang membuatku betah di balkon apartemen belum menunjukkan tanda-tanda. Jelasnya, bukan karena aku sedang menunggu bulan meyakinkan bintang kalau aku tak akan melakukan apapun. Oh, apa yang kupikirkan? Sudut bibirku tertarik saat aku kembali meneguk teh yang kusedih.

Teh camomile yang baru akan kucecap lagi berhenti saat suara dentingan piano mengusik. Tidak, aku tidak terusik karena inilah yang sebenarnya ia tunggu sedari tadi. Alunan piano dari apartemen sebelah.

Apartemenku dan apartemen sebelah hanya dipisahkan dinding setinggi perut dan jarak yang kurang dari satu meter. Aku berdiri bermaksud menoleh ke sebelah namun yang bisa kulihat hanya tirai gorden berwarna putih selain pintu balkon yang terbuka. Rasa penasaran menghinggapiku mengenai siapa orang yang bermain di sebelah. Jelasnya, orang ini sudah profesional karena aku tidak menemukan miss nada sama sekali meskipun lagu itu sampai pada melodi yang bertempo cepat.

Selama lagu itu dimainkan, aku bersandar di ujung balkon memasang telinga seksama mendengar melodi menenangkan itu. Saat itu aku bisa membayangkan padang rumput yang hijau, matahari yang hangat serta angin yang berhembus lembut dari lagu itu.

Lagu itu berhenti dan kubuka  kelopak mataku kembali. Sekali lagi lagu itu memberi efek yang sama padaku. Memberi candu yang membuatku ingin mendengarkan permainannya lagi.

Sebelumnya, apartemen di sebelahku kosong namun sore itu ketika aku pulang, alunan nada yang terjalin dalam suatu kesatuan harmoni dari piano milik tetangga sebelah menyambutku. Dan sejak itulah aku seolah sudah terkena candu.

Sekali lagi, aku kembali mendengar orang itu memainkan lagu ini seolah tahu bahwa aku sangat ingin mendengar lagu tersebut lagi. Kembali menyesap teh yang kubuat dengan senyum yang tak lepas dari wajahku.

Siapa pun itu, aku kagum dengan permainan orang itu.

●●●

Hari selanjutnya, ketika tanganku sudah siap menekan pass codeku,  aku teringat akan permainan piano dari apartement 1212 itu. Selalu ada kerinduan untuk mendengar permainan dari si tetangga.

Moments ➳ BTSWhere stories live. Discover now