🌹t

374 69 0
                                    

Musik yang cukup menghentak terdengar dari salah satu ruangan berukuran 8x6 m yang salah satu sisinya tertutupi oleh kaca.  Suara sepatu yang bergesekan dengan lantai juga mengiringi musik yang menghentak itu.

Mataku menatap sosok yang sedang berlatih seorang diri di dalam sana. Sejenak ia terdiam meskipun musik masih mengalun, tampaknya ia sedang mengingat-ingat gerakan. Ia memeragakan perlahan-lahan lalu menghampiri salah satu sisi di mana terletak pengeras suara -yang dapat terhubung dengan ponsel dan aku mendengar musik diulang beberapa detik sebelum bagian di mana ia berhenti tadi.

Kusesap kap berisi cokelat panas di tanganku sembari memeriksa arlojiku. Sudah setengah dua sebelas  dan pria itu masih sibuk berlatih. Rambutnya sudah sangat basah dan peluhnya ... rasanya aku sangat ingin menyekanya.

Ini sudah kesekian kalinya aku mendapatinya berlatih sendirian di sini, tepatnya semenjak hari pertama aku masuk ke gedung ini. Dan pria itu tak pernah sadar akan keberadaanku di balik pintu semi transparan yang memisahkan ruang tempatku dan pria itu berdiri.

Peningkatannya tiap kali kuamati hanya sedikit, berbanding terbalik dengan teman-teman yang akan debut di grup yang sama dengannya. Ia sangat jelas kesulitan menghafal gerakan untuk lagu debutnya.

Akan tetapi, harus kuakui ia mempunyai semangat dan tekad yang kuat. Kurasa itu salah satu hal yang membuat pamanku memutuskan memasukkannya ke dalam boy group yang akan didebutkannya. Di samping itu, parasnya juga rupawan. Mungkin dia akan menjadi visual di grupnya nanti.

Bunyi berdebum membuatku tersentak. Kakiku refleks melangkah masuk, mendapati pria itu sudah tergeletak di bawah memegang lututnya.

Dasar ceroboh.

Buru-buru aku mengambil kotak P3K yang diletakkan di masing-masing ruangan. Begitu sampai di dekatnya, aku langsung duduk di sebelahnya dan mengkirkan tangan pria itu dari lututnya yang tampak memar.

"Kau itu sangat ceroboh. Bagaimana kalau kau terkilir?"

"Aw!" Pria itu meringis ketika aku menekan daerah yang memar, sungguh aku sangat kesal padanya.

Sepanjang aku mengobati lukanya pria itu hanya terdiam, sesekali aku hanya mendengarnya meringis. Tidak butuh waktu lama hingga aku menyimpan kotak obat itu ke tempat aku mengambilnya.

"Terima kasih." Adalah kata pertama yang ia ucapkan padaku. Begitu kupandangi dirinya sudah menyandarkan bahunya di dinding kaca.

Aku mengangguk. Botol minum yang ada di dekat pengeras suara tertangkap dari sudut mataku. Kuraih botol minum itu seraya mendekati pemuda itu, bisa kurasakan tatapannya terus mengawasi pergelakanku.

"Terima kasih." Sekali lagi dikatakannya ketika kusodorkan botol minumannya. Ia langsung menengguk isinya bahkan sebelum aku duduk berselonjor di dekatnya.

"Kau kesulitan menghafal gerakan," tukasku.

"Aku tahu," jawabnya. Ia menarik napas panjang kemudian berbicara, "makanya aku berusaha lebih keras dari yang lain," gumamnya lirih.

Ada rasa penasaran yang muncul detik itu juga. Rasa penasaran kenapa ia ingin menjadi idol dengan kemampuan yang ... kurang. Tapi, kutahan keinginan itu rapat-rapat untuk saat ini. Ia sudah berusaha keras dan itu adalah poinnya.

"Maaf atas perkataanku tadi, Jin."

Ia memandangku, kepalanha dimiringkan. "Jin?"

"Jin untuk Seokjin, apa tidak ada yang memanggilmu begitu?"

Pria itu terkekeh lantas mengatakan padaku tak ada yang memanggilnya seperti itu. Kupikir itu cocok menjadi nama panggungnya, jadi aku mengatakan pendapatku itu dan ia akan memertimbangkannya nanti.

Moments ➳ BTSTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon