🌹m

862 136 25
                                    

"KIM TAEHYUNG!"

Suaraku menggelegar tepat ketika pintu gudang terbuka. Sosok yang namanya kuteriakkan duduk di salah satu sudut dan pandanganku jatuh pada benda kecil yang terselip di antara jemarinya.

"Hey! Kalau masuk bisa tidak sih jangan teriak begitu?!" Mataku mendelik menatap sosok lain yang juga ada di gudang. Park Jimin -yang sedang terbatuk, orang yang tadi menegurku dan Jeon Jungkook di sebelahnya.

Fokusku kembali pada Taehyung yang sekarang beranjak dari tempatnya. Ia menginjak puntung rokoknya sesaat sebelum menghampiriku.

"Tutup pintunya, Ahn." Jungkook berkata setelah mengepulkan asap dari hidungnya. Demi apapun, tidak ada yang akan menyangka jika Jeon Jungkook itu seorang perokok.

Ah, benar. Pintunya.

Ketika aku menutup pintu dan kembali berbalik untuk memarahi Kim Taehyung, ia sudah lebih dahulu mencuri satu kecupan dari bibirku.

Butuh beberapa detik bagiku hingga tersadar. Aku mematung di tempat. Jantungku berpacu lebih cepat dari yang seharusnya. Sialan. Ini bukan pertama kalinya Taehyung menciumku, tapi efeknya tetap sama.

"Jadi apa yang membuat tuan puteriku ini berteriak, hm?"

Suara Taehyung yang berada tepat di sebelah telingaku membuat kesadaranku kembali. Dengan segera aku mendorong tubuhnya menjauh demi keamanan jantungku yang malang.

"Menjauhlah Tae, kau bau rokok."

"Siapa suruh kau ke sini." Aku berdecak sebal. Park Jimin sialan itu mengejekku. Jika bukan karena sedang ingin bicara pada Taehyung, aku sudah akan meladeni manusia pendek satu itu.

"Aku ingin bicara, Tae. Tapi aku tidak ingin ada si bantet itu."

"Kau mau mengusirku?"

"Sudahlah, Jimin. Lebih baik kita kembali ke kelas sekarang." Aku tersenyum penuh kemenangan. Jimin, bantet sialan itu menatapku kesal namun pada akhirnya ia mengalah dan segera memakai seragamnya kemudian berlalu dengan Jungkook ketika Taehyung juga ikut menyuruhnya pergi.

"Taehyung."

Aku duduk di atas tumpukan kertas saat Taehyung membuka jendela di bagian belakang agar sirkulasi udara di sini lebih lancar. Gudang ini terletak di lantai tiga dan berada di bagian paling sudut sehingga hampir sama sekali tidak pernah dipakai -- karena ada gudang lain di auditorium, itu sebabnya tempat ini menjadi semacam tempat persembunyian Taehyung dan teman-temannya jika sedang ingin bolos.

Taehyung hanya memakai kaos saat ini, seragamnya tak terlihat di mana pun jadi aku menyimpulkan seragamnya ada di tas. Ia memang selalu melepas seragamnya jika sedang merokok.

"Kemari, Ahn."

Aku menghampirinya, berdiri tepat di sebelahnya dan angin yang bergerak masuk langsung menyambutku.

"Jadi kenapa, hm?" Taehyung meraih tanganku saat bertanya.

Aku nyaris lupa.

Ekspresiku berubah menatapnya kesal, "Demi apapun Tae, bisa tidak intensitas bolosmu itu dikurangi? Atau paling tidak jika Bongsu ssaem memanggilmu, kau harus menemuinya. Dia sudah tiga kali memanggilku bulan ini agar menemuinya karena kau tidak menghadap padanya. Aku sudah lelah dapat ceramah darinya karena hobi bolosmu ini. Kau memang pacarku, tapi kenapa harus aku yang diceramahi? Dia sudah menyita waktu istirahatku, Tae. Aku bahkan belum makan apapun selama istirahat karena aku langsung mencarimu. Ditambah lagi si bantet itu menyebalkan sekali. Kenapa juga kau bisa berteman dengan orang seperti itu?"

"Sudah selesai bicara seperti kereta api?"

"Taehyung!" Kupukul dadanya -yang kurasa tidak akan terasa sakit sedikit pun, dan aku tidak memukulnya sampai tiga kali karena ia sudah menangkap tanganku.

Moments ➳ BTSWhere stories live. Discover now