2 X ~ Part 4

783 60 14
                                    


Edo menjalankan RX King hijaunya perlahan, mengikuti Vespa merah Haris dari jauh. Hatinya berjingkrak gembira. Tuan putri cantik sedang menempel di punggungnya sambil mencengkeram erat pundaknya.

Anak lelaki berseragam TK itu berdiri dengan gagah berani di bagian sayap depan Vespa. Helm kecil melindungi kepalanya yang mengintip pemandangan dari balik pegangannya.

Mereka memasuki gang kecil berkelok dan banyak polisi tidur. Rumah petak sangat kecil berbaris rapi, tanpa pagar maupun halaman. RX King Edo menepi dan berhenti di ujung gang. Vespa Haris juga berhenti pada jarak beberapa rumah di depannya.

Seorang wanita---usianya sebaya dengan Regina---membuka pintu, lantas berlari menyambut anaknya. Anak lelaki itu melompat riang dari Vespa ke gendongan kedua tangan ibunya.

Wajah bahagia mereka bertiga dapat terlihat jelas dari jauh. Celoteh riang mereka sayup-sayup tertiup angin dan memecah di udara, membuat Regina tidak dapat mendengar jelas setiap kata-katanya. Edo benar-benar mengambil jarak yang sangat tepat.

Dengan hati-hati, wanita itu melepaskan helm kecil anaknya setelah menurunkan dari gendongannya. Lalu ia menggendongnya kembali di punggungnya, dan masuk ke dalam.

Tak malu-malu, Haris langsung mengikuti mereka masuk ke dalam rumah kecil tersebut. Ia menjinjing tas ransel kecil berwarna biru beserta buku gambar. Pintu ditutup rapat.

"W-wanita itu ... is-istrinya?" Regina mengkonfirmasi dugaannya kepada Edo, "dan anak itu ... anak m-mereka?"  Seperti ada segigit buah apel beracun yang mengganjal di kerongkongannya, suaranya tercekat.

Edo hanya tersenyum lebar, tidak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya membiarkan tuan putri cantiknya melihat dengan mata kepalanya sendiri, bukan dari lidahnya yang bawel.

"Edo! Jangan diam saja! Jawab aku! Apakah benar mereka istri dan anak Haris?" desak Regina lirih. Suaranya serak menahan isak. Berteriak pun hanya terdengar selembut bisikan.

Kenapa di saat seperti ini Edo malah diam? Tumben, lidahnya betah tidak bergerak. Biasanya lidah Ogre hijau ini cepat sekali bergerak. Umpatnya dalam hati.

"Edo ..." Kedua tangan Regina mengguncang pundak Edo yang masih berada dalam cengkeramannya. Sisa tenaganya yang tidak kuat lagi, tidak dapat membuat tubuh Edo berguncang sama sekali.

"Tuan Putri Cantik sudah lihat sendiri, kan?" Hanya itu jawaban Edo. Singkat. Padat. Jelas.

Lonjakan jantungnya terasa mencekik lehernya, begitu sesak. Leher itu semakin tak berdaya menahan kepalanya, hingga bersandar pada punggung lebar di hadapannya.

Mata abu-abu Regina tak tahan lagi membendung air matanya. Titik demi titik, cairan bening itu membasahi punggung di sandarannya.

Edo pun terdiam kaku membiarkan seragamnya basah. Senyumnya mengatup perlahan. Mendengar isak sendu tepat di punggungnya, rutukan penyesalan menyerang hatinya.

Edo ganteng-ganteng bodoh! Tidak seharusnya Edo biarkan tuan putri cantik melihatnya. Aku menyakiti tuan putri cantik. Pangeran Edo menjadi penjahat! Bagaimana ini? Baginda Raja---Thomas Dewangga---pasti akan memenggal kepalaku! Terkutuk kau, Edo! Dalam keadaan seperti ini pun, pikiran Edo tetap berlebihan.

Entah berapa menit lamanya, Regina menumpahkan air matanya di seragam Edo. Hingga akhirnya terhenti ketika pintu itu terbuka kembali.

Haris keluar, lalu menunggangi Vespa-nya kembali. Wanita itu ikut keluar membawakan sebuah bungkusan---tampaknya berisi rantang makanan---untuk Haris. Anak mereka pun berlari mengikuti ibunya.

TenFoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang