[3]Break Up

1.6K 83 12
                                    

Gadis cantik ini melangkahkan kakinya dengan santai, sebelum seseorang memanggilnya dengan suara yang cukup kencang.

"SHILLAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!" gadis yang dipanggil Shilla tersebut melengos dan tetap melanjutkan langkahnya. "Tungguin gue kek!" Seru Sivia keki.

Tanpa sadar Shilla memelankan langkahnya. "Lo pagi-pagi udah rusuh tau ga." Balas Shilla ketus.

"Dih kenapa jadi lo yang bete? Harusnya gue tau yang bete gara-gara kemarin lo sama Ify ninggalin gue sendiri. Dan akhirnya gue ketiban sial." Cerocos Sivia tak peduli mood Shilla sedang baik atau tidak.

"Gue lagi males debat."

"Lo kenapa sih Shill?" Tanya Sivia gemas.

"Kenapa? Kenapa apanya?" Shilla mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti.

"Lo hari ini beda." Jelas Sivia. Shilla menatap Sivia meminta penjelasan lebih. Sivia mendengus sebal. "Ini tahun ajaran baru, hari pertama kita jadi kelas duabelas tapi kenapa lo ga ada semangat-semangatnya sama sekali sih? Makin hari lo makin cuek dan eum ga peduli sama sekitar." Jelas Sivia.

"Emang harus ya setiap tahun ajaran baru kita heboh? Biasa aja lagi. Toh sekolah gitu-gitu aja." Ketus Shilla.

Sivia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya satu ini. Bagi Sivia -dan mungkin juga Ify- Shilla memang sahabat mereka, tapi gadis itu masih saja tertutup pada mereka. Shilla ramah, tapi sadar atau tidak pembatas itu ada.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju mading dengan diam. Hari ini mereka hanya akan mencari tau dimana kelas mereka yang baru. Ya, tiap tahun sekolah ini mengacak lagi kelas berdasarkan nilai mereka. Dari kejauhan Shilla sudah dapat melihat bahwa mading itu masih penuh. Perlu berdesak-desakan untuk bisa ikut melihat pengumuman disana. Sivia sudah nekat menerobos kerumunan itu. Shilla justru malah sibuk hanya menatap kerumunan di depannya.

"Lo kalau mau ngelamun harusnya tau tempat dong." Celetuk seseorang di sebelah Shilla.

"Ish! Lo bikin kaget gue tau ga?!" Shilla mendengus. "Apa seorang ketua osis segitu ga ada kerjaan sampe ganggu gue disini?" sindirnya.

"Kerjaan gue udah sedikit berkurang, gue kan mau pensiun bentar lagi." Jawab Gabriel sambil tersenyum semanis mungkin pada Shilla.

"Ngeri gue liat senyum lo kaya gitu." Shilla bergidik ngeri. "Yel, lo udah liat belum dimana kelas lo? Lo liat nama gue ga? Gue males kesana. Penuh." Cerocos Shilla.

Gabriel berdecak. "Apa lo ga bisa nanya satu-satu?" Shilla hanya membalasnya dengan cengiran bocah dan itu justru membuat Gabriel geleng-geleng kepala. "Gue udah liat. Apa lo lupa kalau lo sama gue beda programnya?"

Ah, iya Shilla lupa. Pemuda di depannya ini mengambil program IPS sedangkan dirinya IPA. Oke, Shilla lo mulai amnesia. Batin Shilla. "Tapikan lo harusnya cari nama gue juga disana." Rajuk Shilla.

"Lo masuk kelas unggulan pertama ko, IA-1. Udah banyak yang curi-curi pandang kesini. Gue pergi dulu." Ujar Gabriel berbisik dan segera berlalu dari sana. Shilla mengangguk.

Berhubung dia sudah tau kelasanya dimana, lebih baik ia pergi ke kantin saja. Gadis ini segera melangkahkan kakinya menuju kantin. Sepi. Mungkin karena fokus anak-anak tertuju pada mading.

********

Alvin, Cakka dan Rio memilih untuk duduk dan sarapan di kantin daripada berdesak-desakan di depan mading. Liat itu kan bisa nanti, pikir mereka. Alvin sibuk melahap siomaynya, sedangkan Rio sibuk dengan ponselnya, Cakka yang mulai bosan karena kedua temannya asik sendiri memilih mengedarkan pandangannya. Tak lama, fokusnya terhenti pada satu titik. Tepat di pintu masuk kantin.

The Hearts Wants What It WantsWhere stories live. Discover now