[9]Us

285 21 0
                                    

Cakka benar-benar melaksanakan niatnya tentang tekad dia untuk memiliki Shilla. Dia tau langkah yang dia ambil mungkin terkesan buru-buru. Cakka memang masih gamang, dia sendiri masih bingung apakah ini karena ia penasaran dengan gadis itu atau karena memang gadis itu telah berhasil menariknya sejak pertemuan pertama mereka. Yang jelas apapun itu, Cakka ingin gadis itu menjadi miliknya.

Beberapa hari ini Cakka berusaha mendekat, respon Shilla memang tidak sama seperti perempuan lainnya. Dan Cakka akui, memang tidak mudah untuk mendapatkan Shilla. Ditambah lagi, Shilla selalu menghindari kontak langsung dengan Cakka. Kemarin, setelah tidak sengaja melihat Shilla pulang bersama si ketua OSIS, Cakka kesal sekaligus semakin yakin bahwa ia harus sesegera mungkin membuat Shilla menjadi kekasihnya. Dan hari ini ia akan membuat itu semua menjadi nyata.

Disisi lain, Shilla sendiri semakin gelisah. Dia tau perasaan apa ini, karena hal ini sudah sering ia rasakan ketika akan terjadi sesuatu pada dirinya atau orang-orang terdekatnya. Dan perasaannya saat ini mengarah pada satu orang, Shilla yakin sekeras apapun ia berusaha untuk menghindar, akan ada satu waktu dimana dia tidak bisa lagi lari dan tetap harus menghadapi hal tersebut. Ia jadi mengingat ucapan Ify kemarin saat dirinya dan kedua sahabatnya itu berkumpul seperti biasa.

"Yaudah lah Shill, mau gimana lagi emang? Lo ngehindarin dia abis-abisan kaya gini juga percuma. Pasti nanti hal yang lo takutin itu bakal kejadian juga. Ya gue tau sih ini terlalu cepet, gue juga liat dianya terlalu buru-buru ngejar lo, tapi gue yakin dia punya alesan Shill. Lo cuma perlu yakinin diri lo sendiri, kalo sampai momen itu tiba, keputusan apa yang akan lo ambil. Gue akan dukung apapun keputusan lo selagi itu ga menyakiti lo."

Dan ia juga tak lupa dengan ucapan Sivia yang saat itu berubah menjadi bijak, "Bener kata Ify. Lo cuma perlu mempersiapkan diri. Gue tau kok Shill lo masih ragu, tapi nyoba membuka hati gaada salahnya kan? Siapa tau dia emang orang yang tepat. Semua pilihan pasti ada resikonya dan lo juga pasti tau itu. Tapi kita gaakan pernah tau kedepannya kaya gimana kalau kita ga pernah nyoba, iya kan? Kalau emang nanti kedepannya lo bakal tersakiti, lo boleh pergi, dan inget lo ga sendiri. Ada gue, Ify, bahkan dua laki-laki yang sayang banget sama lo."

Mungkin memang Shilla terkesan berlebihan karena ia juga jadi uring-uringan padahal hal yang dia takutkan belum tentu terjadi. Tetapi Shilla selalu mempercayai feelingnya. Meskipun hari ini berjalan seperti semestinya, Shilla justru semakin gelisah. Dan sialnya saat jam pulang sekolah, ia terjebak karena hujan deras lebih dulu membasahi bumi. Ia tak sempat 'lari' dan ini mungkin jawaban kegelisahan Shilla sepanjang hari ini. Pada akhirnya ia akan terjebak di situasi yang selama ini berusaha ia hindari.

*****

Langkah kaki Shilla yang begitu cepat membuat Cakka hampir saja gagal. Cakka tau gadis itu pasti akan ke kelas sahabanya yang kalau dia tidak salah ingat bernama Sivia.

"Shilla tunggu."

Panggilan itu menghentikan langkah Shilla tepat di depan kelas Sivia. Gadis itu berbalik, menghadap pada Cakka.

"Ada apa?" Shilla bertanya setenang mungkin meskipun ia panik luar biasa.

Cakka berjalan menyamakan posisinya dengan Shilla. Ketika dia sudah berada di depan Shilla, "Ada yang perlu aku bicarain. Apa aku boleh ganggu waktu kamu sebentar?"

Dan kalimat itu sukses membuat Shilla kalang kabut. Kembali mencoba menenangkan diri, Shilla menjawab, "Ehm, boleh, tapi gue ada perlu dulu sama temen gue sebentar. Nunggu ga apa-apa kan?" Shilla tak berbohong. Ia memang membutuhkan saran dari Ify dan Sivia sebelum mengambil keputusan besar hari ini.

Cakka mengangguk, "Ga masalah ko kalau emang harus nunggu. Aku tunggu disitu ya." Sambil menunjuk tempat duduk di dekat taman depan kelas Sivia.

"Oke." Dan setelah mengatakan itu Shilla segera masuk ke kelas Sivia. Ia langsung menghampiri kedua sahabatnya.

The Hearts Wants What It WantsWhere stories live. Discover now