De

11 2 0
                                    

Nada menyeret koper berwarna biru muda miliknya dengan semangat. Senyuman tidak pernah lepas dari bibir tipisnya sejak berada di dalam pesawat tadi. Dengan semangat menggebu, Nada berjalan ke area tempat para taksi bertengger. Lalu segera menaiki salah satu taksi itu.

"Jalan Beliton nomer 88, Pak," ucap Nada pada sang sopir.

"Baik, Non."

Sang sopir mulai menginjak pedal gas dan melajukan taksinya dengan kecepatan sedang. Di kursi penumpang, Nada tak henti-hentinya bersenandung kecil sembari menscroll layar ponselnya. Senyumannya semakin merekah saat mendapati sebuah status di akun Twitter milik Haykal. Status yang berbunyi, "Welcomeback, Sweety! -N" itu berhasil membuat kebahagiaan Nada berlipat-lipat ganda.
Di dalam hati, ia sangat bersyukur karena Haykal masih menunggunya dengan sabar. "Gue janji, Kal, kali ini gue enggak akan ninggalin lo lagi," gumamnya.

Setelah me-retweet tweet milik Haykal tadi, Nada lekas memasukkan ponselnya kedalam sling bag berbentuk bunga daisy yang ada di pundaknya. Lalu ia melihat ke arah luar jendela kaca. "Blue City emang enggak pernah berubah, sama kayak perasaan gue ke Haykal dan semoga aja sebaliknya." Nada sontak terkekeh kecil sesaat setelah ia mengucapkan kalimat terakhir itu.
Nada menarik napas kecil, perlahan ingatannya kembali terlempar pada kejadian tujuh tahun lalu. Dimana ia dan Haykal masih duduk di bangku kelas dua SMA, dimana perasaan itu mulai tumbuh dan bersemi.

Dulu, Nada terlalu egois, dia selalu mementingkan dirinya sendiri. Apapun yang ia mau, pasti harus dipenuhi, tapi untunglah Haykal adalah tipikal orang yang penyabar sehingga bisa mengatasi sikap egois dan kekanakan Nada. Tiga tahun bersama sangat tidak menutup kemungkinan jika salah satu diantara Nada dan Haykal memiliki perasaan lebih dari seorang teman. Dan naasnya, Nada lah yang lebih dulu jatuh hati pada Haykal.

Awalnya, Nada sempat berkecil hati karena tidak mungkin seorang Haykal memiliki perasaan lebih padanya. Namun, setelah melihat sikap Haykal yang begitu peduli dan memprioritaskan dirinya, dia jadi merasa yakin jika cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

Suara sopir taksi sontak menyadarkan Nada dari lamunannya. "Sudah sampai, Nona. Di jalan Beliton nomer 88, 'kan?" ucap sang sopir.

Nada yang tak siap sektika terkejut. "Eh, iya Pak. Ini uangnya, kembaliannya ambil aja." Nada menyerahkan dua lembar uang seratus ribuan lalu berjalan keluar dari taksi.
Nada lantas mengeluarkan kopernya dari bagasi dan berjalan masuk ke dalam rumah minimalis bercat kuning di hadapannya. Nada berdiam diri sejenak di depan pagar berwarna hitam itu, pikirannya kembali terempas pada kenangan tujuh tahun lalu. Pagar ini menjadi saksi bisu akan kedekatannya dengan Haykal, pagar ini juga yang menjadi saksi perpisahannya dengan Haykal. Dan seketika seluruh kenangan itu menguap kepermukaan, menghantarkan gejolak rindu yang sudah tidak mampu ditahan lagi.

Setitik air mata itu jatuh tanpa bisa diduga. Kenangan bersama rasa rindu itulah yang menghantarkannya pada rumah ini lagi, yang selalu memintanya untuk segera pulang.

Dengan gerakan cepat, Nada mendorong pagar hitam itu dan berlarian masuk ke halaman rumah. Dengan tergesah-gesah, ia memencet tombol bel rumah secara berulang-ulang kali. Sampai terdengar suara sang emunya rumah, barulah Nada berhenti menekan bel rumah itu.

"Sabar elah, gue baru sele--" ucapan si tuan rumah menggantung begitu saja karena Nada langsung menghambur ke dalam pelukannya. Terlalu kaget, Haykal hanya mampu tercengang di depan pintu.

"Gue kangen lo, Kal!" ucap Nada sembari membenamkan kepalanya di dada bidang milik Haykal. Dalam diam, Nada dengan rakusnya menghirup bau Haykal yang tidak pernah berubah. Bau yang selalu membuatnya nyaman.

Haykal yang tersadar pun lantas melepaskan pelukannya. "Lo pulang kok enggak ngasih tau lagi, sih, Nad?" tanya Haykal.

Nada yang mendengar hal itu lantas mengerutkan dahi. "Loh, bukannya lo sudah tau ya, Kal?"

Haykal semakin bingung. "Tau? Tau dari mana? Orang gue enggak tau apa-apa."

Nada lantas merogoh Handphone yang ada di dalam sling bag miliknya. Dia membuka lock screen handphonenya lalu melihatkan isi Tweet milik Haykal tiga puluh menit yang lalu. "Ini, Kal. Ini tweet nunjukin kalo lo udah tau, 'kan?"

Bukannya meng-iya-kan, Haykal malah tertawa terbahak-bahak di hadapan Nada. "Ih! Kok lo ketawa sih, Kal?!" tanya Nada geram.

Dengan susah paya, Haykal menetralkan tawanya. "Ha ha ha, itu tweet bukan buat lo, Nada. Tapi buat kekasih gue, Nayla. Itu orangnya di belakang lo."

Nada lantas menoleh ke arah belakang dan mendapati seorang gadis cantik berkerudung tosca tegah berjalan mendekat ke arah mereka. Senyuman tulus terpancar dari raut wajah Haykal. Gadis itu mencium tangan Haykal dan hal itu sukses membuat remuk hati Nada.

Dengan sisa-sisa hatinya yang retak, Nada menatap Haykal lalu berkata, "Gue pikir lo suka sama gue, gue pikir selama ini lo nungguin gue. Gue pikir sikap peduli lo selama ini karena lo suka sama gue, Kal. Tapi, gue salah telak, selama ini cuma gue yang suka sama lo sedangkan lo enggak, cuma gue yang naru hati sama lo dan lo memberikan hati lo ke orang lain." Nada menghapus jejak air mata yang tanpa sadar menetes di pipinya. "Tapi, engak papa, Kal. Gue seneng bisa suka sama lo. Seenggaknya gue jadi tau, kalo mencintai tanpa balasan itu rasanya sesakit ini. Gue pamit, Kal. Dan selamat, akhirnya lo berhasil dapetin gadis berkerudung yang lo impiin."

Nada berlarian keluar dari rumah berpagar hitam itu. Dan untuk kesekian kalinya, Blue City menjadi saksi bisu kesakitan Nada. Menjadi saksi, bahwa cinta Nada tak terbalaskan.

Drabble Love In Blue CityWhere stories live. Discover now