Ira Yolanda

11 2 0
                                    

Suara derap kaki terdengar nyaring sampai kedalam kamarnya. Dan sebentar lagi pintu itu akan terbuka dalam hitungan detik.

Satu, dua, ti...

"Nad! " pintu terbuka lebar.

Ga.. Hitungannya selalu benar.

"Nada, berhenti ngelakuin hal bodoh. Gue gak mau lo kelamaan jadi orang goblok." dan itu Andrina-kakaknya, keluarganya satu-satunya.

Nada hanya bermain menghembuskan nafasnya dengan bibir manyunnya.
"Yaudah, deh. Gue mau ke Blue City ae. Ntar kalo gue belom balik ampe sore nanti, samperin gue di tongkrongan aja ye. Bye, Ndri. "

"Ngigo mulu lo. Blue city cuman ada di London oi! " Bergegas Nada turun dari tempat tidurnya.

"Bodo amat dah." Dia mencolek dagu Andrina sebelum keluar dari pintu.

Andrina sudah hapal betul tingkah bodoh adiknya itu, tapi apa boleh buat? Kebanding adik kecilnya itu menangisi hal bodoh lagi, lebih baik begini.

"Oii! " serunya pada segerombolan orang di lapangan. Tempat tongkrongan mereka.

Aji mengangkat sebelah tangannya menyambut yang kemudian diikuti oleh gang lainnya.
"Nad, gimana? " Nada mengangkat bahunya acuh.
"Gak bisa, Ji. Andrina lagi sibuk-sibuknya kuliah, gadak waktu buat elu!" jawabnya enteng sambil menampar angin.

Alasan klasik, pikir Aji. Laki-laki itu tahu jelas bagaimana perawakan Andrina yang sangat berbanding terbalik dengan cewek dihadapannya kini. Aji mengangguk mengabaikan lalu seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Nada menoleh dan mendapati Regan tersenyum padanya. Seperti biasanya, Nada akan selalu mematikan senyuman itu dengan tatapan sinisnya juga kata-kata hinanya.
"Ngapain lo senyam-senyum sama gue? Gilak lo masih belom sembuh? " dan beginilah hasilnya akhirnya, selalu. Regan akan mengulum senyumnya dengan terpaksa.
"Lo jadi lusa pindah dari sini? " tanya Regan mengalihkan.
Nada mengangguk pelan sambil menggigit pipi bagian dalamnya.

"Bakalan sering main ke sini, gak lo? " Regan bahkan berusaha mengabaikan rasa sakit dihatinya.

"Iyalah, so pasti. Gue pasti bakalan kangen sama lu-lu pada lah. Secara gitu kan gue kapten tim ini." Nada berlagak. Meski berat rasanya untuk benar-benar pergi dari tempat ini tapi ia harus.

"Nad!" Jenned berlari kearahnya dengan napas menderu. Cewek itu hanya diam untuk mendengarkan. "Itu tadi lo dipanggil ke markas. Kata Leo ada yang mau diomongin." Nada tak langsung beranjak dari tempatnya. Cewek itu berpamitan dulu pada Regan dengan tingkah bodohnya lalu pergi ke markas.

"Paan, Le?" tanya Nada to the point begitu sampai di markas.

"Oh, nggak. Gue cuma mau ngenalin calon pengganti elu di tim nanti. No orangnya." Leo mengedikkan dagunya ke belakangnya.
Nada berbalik dan terkejut mendapati Hamza disana.

"Hamza gilak! " teriak Nada kegirangan dan melompat ke pelukan cowok itu. Hamza hampir saja jatuh saat menangkap tubuh Nada.

"Anjrit lo kapan baliknya? " tanya Nada berkacak pinggang.
"Tadi malem." Hamza tersenyum manis.
"Kenapa gak kabarin gue? Oh iya, Haykal ikutan balik gak? " sergahnya. Hamza menggeleng dengan senyum dikulum. Nada jelas tidak menyadari hal itu akibat senangnya.

"Gilak lu emang. Disaat gue udah mau remove, lo baru datang kemari? "
"Ya ini juga diluar rencana gue, Nad. "
"Eh betewe si Haykal apa kabarnya tu? Dia udah jarang banget ngebales Line gue. Buat gue curiga ae." cerocos Nada terus.

"Kayaknya sih baik tapi gak tau deh gue." Jawaban itu menimbulkan kerutan di dahi cewek itu.

"Maksud lo?"

"Tante Randa meninggal Nad dua bulan yang lalu." Tubuh itu langsung menegang. Matanya sukses membelalak kaget, Nada menutup mulutnya yang akan mengeluarkan tangis.
"And i think you know what gonna happen to him more than me."

Randa - wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya itu - meninggal dan ia itu artinya untuk kali kedua Nada harus kehilangan.

Hamza menarik tubuh lemah Nada yang akan tumbang itu kedalam pelukannya.
"Lo yang sabar ya. Tante Randa pasti udah tenang disana, Nad."

"Ke-kenapa gue.. gak dikabarin? Kenapa?" cicitnya dengan suara tercekat.

"Itu permintaan tante Randa buat Haykal. Dia gak mau lo-"
Nada melepaskan diri dari pelukan Hamza secara paksa. Tangannya merogoh handphone dari saku celananya dan menekan nomor yang sudah dihafalnya luar kepala.

Tuutt... Tuuttt...

"Anjing! Kemana lo bangsat!" teriak Nada emosi.

"Nad, Nad, Nad denger gue.. denger gue dulu." Bujuk Hamza mencoba kembali memeluk tubuh Nada yang memberontak.

"Lepasin gue!! Lo juga sama bangsatnya sama dia!!"

"Gue gak sebangsat dia!!" Nada suara Hamza meninggi.
Kini mereka berdiri berhadapan.
"Gue gak sebangsat Haykal, makanya gue ada disini. Gue mau jemput lo dan gue yang akan nemuin lo sama tante Randa." Hamza menurunkan suaranya setelah hening beberapa saat.

"Malam ini juga." Tekan Nada.
"Gue mau kita berangkat malam ini juga. Tunjukin kalo lo emang gak sebangsat Haykal." Tunjuk Nada kedada cowok itu.

Sebentar lagi langit jingga akan menenggelamkan indahnya langit biru. Dan buru-buru Hamza meraih handphonenya untuk memesan tiket untuk mereka.
Sungguh, itu bukan hal yang sulit untuknya namun pikirannya, lah, yang tidak terasa sangat berat.

Tepat pukul 00.55 Waktu Indonesia BaratHamza dan Nada sudah berada di bandara Soekarno-Hatta. Setelah check-in tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara.
Hingga akhirnya suara desahan Hamza menjadi pancingan saat mereka sudah sampai di dalam pesawat.

"Gue minta lo nanti jangan berbuat bodoh disana." Hanya itu lalu atmosfer di sekeliling mereka kembali mencekam.

*

Pukul 08.30 waktu setempat, mereka sampai di Bandara Udara Internasional Heathrow, London. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang akhirnya Nada sampai di kota ini, lagi.
Tidak ada waktu untuk beristirahat hingga pada akhirnya mereka pergi ke pemakaman.

Nada sama sekali tidak mau mendengarkan tubuhnya yang sangat butuh istirahat. Dia seakan menulikan indranya tapi tidak dengan hatinya.

Air matanya keluar dari pelupuk membasahi pipi tirusnya.

Nada memang tidak bisa menyalahkan Haykal karna bagaimanapun juga ini adalah permintaan tante Randa tapi setidaknya cowok itu bisa berpikir bahwa dia juga berhak tahu tentang semua ini.

"Gue harus ketemu Haykal sekarang juga." Paksa Nada setelah adu mulut dengan Hamza.
"Lo butuh istirahat, Nad. Please jangan kayak gini." Namun Nada tetap bersikeras.

Tatapan kosong Nada benar-benar menimbulkan pilu di hati Hamza. Dan dia lebih tidak tega bila Nada benar-benar bertemu dengan Haykal saat ini juga.

Hamza membiarkan Nada berjalan lebih dulu saat sampai.

"Kal!" teriak Nada.
Baru saja Nada akan berteriak namun terhenti oleh pemandangan dihadapannya.

Haykal dan seorang gadis bule sedang berciuman di ruang tamu. Lagi-lagi hatinya tersakiti, namun ini dua kali lipat menyakitkan.

Drabble Love In Blue CityWhere stories live. Discover now