1

13.8K 704 24
                                    

Diana membuka pintu kamar putrinya, Casey sambil membawa setelan gaun berwarna peach. Ia menggantung setelan gaun itu di gagang lemari.

Diana menatap Casey yang duduk di kursi. Tatapan Casey kosong, sudah enam Bulan lamanya Casey terpuruk akibat perceraian kedua orang tuanya.

Perlahan namun pasti Diana mendekati putrinya itu, lalu dipegangnya kedua bahu putrinya dengan lembut. Casey menutup matanya perlahan saat Diana memegang bahunya, air mata jatuh dari pelupuk mata Casey.

Diana beralih ke hadapan Casey. Ia berjongkok di depan Casey dan dihapuskan air mata yang ada di pelupuk mata Casey. Sebagai seorang Ibu, Diana sangat mengerti keadaan putrinya itu.

Diana memegang tangan Casey, "Casey, sampai kapan kau akan seperti ini? Hmm??" air mata Diana jatuh, ia begitu sedih melihat keadaan putrinya itu.

"Kau harus belajar ikhlas dan tegas, setidaknya biarkan Papa bahagia, nak." Diana mengelus puncak kepala Casey.

"Dan kau tahu? Papa mengirimimu sebuah setelan gaun yang sangat cantik, ia berpesan agar kau bisa datang Casey. Ia mengharapkanmu dapat menjadi pengiringnya, atau setidaknya kau terbang ke Spanyol untuk melihat Papamu melangsungkan ijab kabulnya. Yah, tentu saja Bunda ikut bersamamu," Diana sekali lagi mengelus puncak rambut Casey, namun Casey ternyata menepis tangan Diana dan masuk ke kamar mandi yang ada di kamarnya.

Diana semakin terisak melihat kelakuan putrinya, ia bahkan sudah enam bulan tidak bicara dengan Casey.

Tak jauh beda dengan Bundanya, Casey menangis di dalam kamar mandi. Ia melempar segala kosmetik yang ada di westafel nya. Ia mengepalkan tinju ke cermin wastafel, dan itu membuat darah segar keluar dari tangannya. Tapi Casey sama sekali tak peduli dengan lukanya.

Casey terduduk di lantai kamar mandi sambil memeluk lututnya. Ia kecewa dan marah. Namun ia hanya bisa mengeluarkan deritanya pada air matanya.

Mengikhlaskan kebahagiaan Papanya, dengan cara hadir di acara pernikahan kedua Papanya? Sungguh tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Casey.

Drrrttt

Ponsel Casey di dalam saku bergetar. Casey melihat si penelpon di layar ponselnya. Itu adalah Carey, Casey mengangkat panggilan itu.

"Hallo? Casey?"

Casey diam, dia hanya berniat untuk mendengarkan suara Kakaknya tanpa harus membalas perkataan Kakaknya.

"Casey, temui aku di cafe biasa sekarang!" pinta Carey sebelum memutus telpon sepihak.

Casey meletakkan ponselnya di saku celana. Ia bangkit melihat bayangan dirinya di cermin. Dia terlihat sangat menyedihkan, layaknya gembel. Ia beralih membuka keran wastafel untuk membasuh wajahnya, setelah selesai ia mengambil handuk kecil dan mengusap wajahnya yang masih basah. Ia lalu keluar dari kamar mandi.

Ia mengambil tas kecilnya dan meletakkan dompet beserta ponselnya, ia menyelempangkan tas kecilnya dan keluar dari kamar.

Kalian tahu?
Jika bukan Carey yang menyuruh Casey datang, jangan harap Casey akan datang saat keadaan seperti ini.

Casey berjalan dari rumah Diana menuju cafe yang dimaksud Carey, jalannya lumayan jauh, tapi itu tak menjadi beban sama sekali bagi Casey.

Sesampainya ia di depan cafe, ia bisa melihat Carey sudah duduk manis sambil memainkan ponsel. Casey langsung duduk di meja tempat Carey berada.

Carey yang menyadari kedatangan Casey langsung berhenti memainkan ponsel. Ia fokus menatap Casey, adik dan saudara kembarnya satu - satunya.

"Casey, akan berapa lama lagi kau seperti ini?" Carey dengan nada sedih. "Tidak lelahkah kau seperti ini? Tidak kasihankah kau melihat Bunda setiap hari menangisimu?"

"Hentikan!" bentak Casey dingin.
"Katakan apa yang sebenarnya ingin kau katakan padaku! Aku tak butuh nasehatmu Carey!"

Carey menelan ludah. Ia menghapus kasar air mata yang jatuh dipelupuk matanya.

"Papa ingin kau datang ke acara pernikahannya. Itu saja yang ingin kukatakan."

Casey tertawa sinis. "Tak mengertikah Papa pada keadaanku sendiri? Ia lebih mementingkannya sendiri. Kau sudah tahu jawabanku, bahwa aku takkan datang sama sekali ke acara pernikahannya apapun yang terjadi." tekan Casey.

Carey memegang punggung tangan Casey. "Kau tahu apa yang Papa bilang jika kau tak datang? Acara pernikahannya tak akan dimulai sebelum kau datang. Jika kau tak datang, maka acara pernikahan Papa bisa batal."

"Itu lebih baik."

Carey menatap Casey tak percaya. Ia tak tahu sejak kapan saudara kembarnya menjadi demikian jahat. "Kau harus datang Casey, aku sendiri yang akan menjemputmu di rumah Bunda! Tidak kasihankah kau pada Papa jika acara pernikahannya batal? Tidak berpikirkah kau Papa akan malu di depan keluarga jika acara pernikahannya dibatalkan?"

Casey memukul meja keras, sehingga semua pengunjung di cafe itu langsung melihat ke arah mereka. "Aku tidak peduli, dan tidak akan pernah peduli pada apa yang akan terjadi jika aku tidak datang ke acara pernikahan Papa! Papa sama sekali tidak tahu apa yang aku rasakan enam bulan terakhir!" bentak Casey.

Carey mencoba bersabar dalam menghadapi saudara kembarnya, karena Casey mewariskan sifat keras kepala dari Papanya.

"Kau sendiri yang membuat dirimu menyedihkan seperti ini. Lihatlah sisi positifnya, Papa akan bahagia jika menikah lagi. Terlebih lagi kau anak kesayangan Papa, jadi kau sangat mengerti perasaan Papa lebih baik daripada aku." kata Carey sebelum bangkit.

Carey menarik pergelangan tangan Casey, berniat akan mengantar Casey pulang ke rumah Diana. Entah kenapa Casey diam saja saat Carey menarik pergelangan tangannya.

Di mobil, tidak ada percakapan sedikitpun baik dari Casey ataupun Carey, mereka sama-sama di dalam pikiran masing-masing.

Carey berpikir apa yang dikatakan Carey tadi ada benarnya, namun hatinya mengatakkan ia sangat menentang pernikahan Papanya. Casey tak tahu apa yang harus dilakukannya memilih untuk datang atau tidak ke acara pernikahan kedua Papanya.

∞介∞介∞介∞

Hai, selamat datang di bagian pertama dalam cerita ini!!
Kedepannya aku akan buat tiap bagian haru, gereget, dan pokoknya menyentuh hati banget.
Makasih yang udah baca bagian pertama sekaligus aku minta vote dan comment pesan dan kesan kalian pada bagian pertama ini.
Thanks ‼

My Amazing Brother [Completed]Where stories live. Discover now