40 (Ending)

4.8K 170 0
                                    

“Berhenti!” teriak Okta sambil menodongkan pistolnya, di belakang Okta berdiri Fareel yang wajahnya merah padam karena emosi melihat apa yang dilakukan pada adik kesayangannya itu.

Edric yang mendengar teriakan itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Ia langsung berjalan ke arah pria itu sambil tertawa dan bertepuk tangan ketika melihat Fareel di sana. “Apa kau di sini untuk melihat adik kesayanganmu mati di tanganku? Tenanglah Fareel sebentar lagi yang kau harapan akan terjadi.” Fareel menggertakkan giginya. “Jangan berani-berani menyentuh Adikku!” bentak Fareel.

Edric malah mengacuhkan bentakan Fareel dan berbalik menuju arah Casey. “Berhenti! Dan angkat tangan anda!” Okta kembali memperingatkan Edric, tetapi Edric terus berjalan menuju arah Casey. Hingga akhirnya Okta melepaskan dua tembakan yang tepat mengenai kaki dan bahu kiri Edric. Edric langsung ambruk saat itu juga. Okta dan Fareel bergerak cepat saat melihat Edric ambruk. Polisi yang sedari tadi bersembunyi ikut menyergap Edric dan memborgol pergelangan tangan Edric. S

ementara Fareel sudah berlari ke tempat Casey berada, Fareel langsung membuka ikatan pada pergelangan Casey dan memeluk erat Casey yang masih menangis.

“Maafkan Kakak, Casey. Gara-gara aku, kau terlibat dalam masalah ini.” Casey membalas pelukan Fareel tak kalah erat. “Maafkan aku, Kak. Seharusnya sedari awal aku tidak percaya dengan semua perkataan Edric.”

Setelah kejadian itu, Edric yang mendapatkan dua luka tembakan dilarikan ke rumah sakit, ia mendapatkan pertolongan medis sebelum mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Sementara Casey terpaksa digendong oleh Fareel ke mobil karena ia masih syok setelah kejadian itu. Sesuda Fareel mendudukkan Casey di jok mobil, saat itu juga Ulya dan Gavin datang ke tempat kejadian.

“Bagaimana keadaan Casey? Apa ia baik-baik saja?” Fareel langsung disambut oleh pertanyaan Gavin saat mereka bertemu. “Casey tidak apa-apa, ia hanya syok, sesampainya di rumah ia akan ditangangi oleh psikeater.” Gavin sedikit lega saat mendengar jawaban Fareel.

“Gavin, bisakah kau menjaga Casey sebentar? Aku harus berbicara dengan Ulya.” Gain mengangguk dan duduk di jok depan, tepat di samping Casey. Sementara Fareel mengajak Ulya ke tempat yang lebih sepi untuk berbicara.

“Ulya, kau tau kan soal buku ini?” ucap Fareel sambil menunjukkan buu yang sedang dipegangnya. Ulya mengambil buku itu dari tangan Fareel dan melihatnya dengan seksama. “Ini... ini buku harian Clara..” Fareel mengangguk. “Kau benar, itu adalah buku harian Clara. Isi dari buku itu sebagian besar tentangku, kau sudah tahu bukan Clara menyukaiku?” Ulya mengangguk. “Aku akan menceritakan sepenggal kisahku dengan Clara yang kau tidak ketahui.”

Dua tahun lalu...

Gadis itu takenti-hentinya tersenyum sambil menulis buku hariannya. Lelaki seumuran dengannya yang sedang bersama dengannya saat itu menautkan alisnya.

“Sebulan berada di rumah sakit apa sudah membuatmu seperti orang gila?” gadis yang tadinya tersenyum langsung menoleh ke arah lelaki itu. “Kau bicara apa sih, Fareel. Aku tidak gila, aku masih sangat waras.” ucap gadis itu menunjuk kepalanya.

Fareel mendekati gadis itu dan duduk di samping brankar tempat gadis itu duduk. “Seharian, kau hanya menulis di buku itu sambil tak henti-hentinya tersenyum. Apa yang sebenarnya kau tulis di buku itu, hm?” tanya Fareel heran. Gadis itu menutup buku itu dan meletakkannya tepat di sampingnya.

“Kau mau tahu apa yang aku tulis di sana? Aku menulis kisah tentang hidupku dan kisah lelaki yang kucintai selama ini.” jawab gadis itu. “Kau masih terlalu kecil untuk mencintai seseorang.” ucap Fareel.

“Aku tidak peduli walau orang mengatakan cintaku ini cinta monyet atau apa, yang jelas aku sudah lama menyukai lelaki itu. Bahkan mungkin sejak kita masih kecil.” Fareel terdiam.

“Dan kau tahu, Fareel. Lelaki itu adalah kamu.” mata Fareel terbelalak. Gadis itu menarik tangan Fareel dan menggenggamnya erat. “Aku menyukaimu sejak kita masih kecil Fareel, maukah kau menjadi milikku?” Fareel langsung menarik tangannya dari genggaman gadis itu.

“Clara, ini semua tidak benar. Kita sudah bersahabat sejak lama dan kau tiba-tiba saja mengucapkan hal itu? Apakah kau tahu Edric menyukaimu? Apa yang akan terjadi saat kita telah resmi berpacaran? Itu akan membuat Edric sakit hati, Clara. Aku tidak mau merusak persahabatan kita.” ucap Fareel seraya menggeleng dan meninggalkan Clara yang menangis sejadi-jadinya karena mendengar ucapan Fareel.

Sejak saat itu, Fareel jarang menengok Clara lagi. Ia malah sengaja berpacaran dengan gadis lain agar Clara berhenti menyukainya. Tetapi sebenarnya Fareel bukannya tidak pernah menjenguk Clara. Fareel selalu datang diam-diam saat Clara sudah terlelap untuk melihat atau mengusap puncak rambut Clara dan ia membuka buku harian Clara sekaligus membacanya untuk mengetahui apa saja yang terjadi pada gadis itu saat ia tak berada disampingnya.

Keadaan Clara semakin memprihatinkan, tubuhnya semakin kurus karena penyakitnya.  Fareel tetap datang di malam hari untu melihat keadaan gadis itu. Tak jarang ia meneteskan air mata ketika melihat keadaan Clara yang semakin memburuk.

Hingga keadaan Clara semakin kritis, Fareel malah tak dapat menengoknya karena ada yang harus ia selesaikan. Saat Fareel datang ke rumah sakit membawakan Clara bunga untuk menghiburnya Tetapi pada saat Fareel sudah dekat dengan ruang  inap Clara, yang Fareel dapatkan adalah suasana haru. Fareel melihat Edric terduduk di bangku yang berada tepat di depan ruangan Clara sambil menangis sejadi-jadinya. Fareel mendekati Edric dan duduk di sampingnya. “Apa yang terjadi, Edric?” Edric menoleh ke arah Fareel, matanya menatap Fareel tajam hingga akhirnya Edric tiba-tiba saja bangkit menarik kerah baju Fareel hingga menyudutkan Fareel ke tembok.

“Lihatlah, ini semua karena kau Fareel. Clara meninggal gara-gara kau!” bentak Edric, mata Fareel membelalak. Ia langsung mendorong Edric agar menjauh. Fareel langsung masuk ke dalam ruangan Clara. Dan mendapati tubuh aku Clara yang akan ditutupi oleh selimut. Bunga yang Fareel pegang, terjatuh begitu saja. Fareel langsung berlari menuju brankar Clara. Ia langsung menahan suster yang akan menutupi tubuh Clara dengan selimut. Fareel dapat melihat wajah pucat Clara, wajah yang terlihat begitu damai dengan mata yang tertutup rapat.

Fareel terduduk seakan tulangnya tak mampu menaan tubuhnya lagi, ia tak percaya dengan yang ia lihat, bagaikan petir di siang bolong. Sejak hari itu, Fareel selalu menyalahkan dirinya sendiri dan Edric yang menyimpan dendam pada Fareel.

Ulya menangis sambil memeluk erat buku harian Clara, setelah ia mendengarkan Fareel ia mengerti bahwa Fareel bukannya tidak mempedulikan Clara lagi. Fareel yang tak tahan meliat Ulya menangis langsung memeluk gadis itu untuk menenangkannya.

“Semoga setelah apa yang terjadi, kau tidak lagi menyimpan kesalahpahaman mengenai diriku, Ulya. Dan semoga persahabatan aku, kau dan Edric kembali membaik.”

My Amazing Brother [Completed]Where stories live. Discover now