38

2.6K 129 1
                                    

Suara derap langkah seseorang yang mengikuti kemanapun langkahnya membuat Casey jengah. Tak terkecuali pula saat ini, ia tengah duduk di sebuah cafe dengan hot chocolate yang menemaninya di keadaan kota yang tengah hujan.

“Sebenarnya kau dibayar berapa oleh Fareel untuk mengikutiku?” akhirnya setelah sekian lama, Casey membuka suaranya karena ia lelah diperhatikan terus-menerus oleh lelaki yang kini ada di hadapannya.

“Aku sama sekali tidak dibayar oleh Fareel untuk melakukan semua ini, ini atas dasar inisiatifku sendiri.” jawab lelaki itu dengan santai sambil meminum mochacinonya..

Casey menghembuskan nafas kasar setelah mendengar jawaban lelaki yang ada di hadapannya itu. “Dengarkan aku, Gavin.” Gavin langsung duduk tegap di kursinya dan mendengarkan Casey dengan seksama. “Pertama, kau bukan siapa-siapaku, jadi untuk apa kau menjagaku. Kedua, apa kau tidak punya kegiatan lain yang lebih bermanfaat selain mengikutiku?” Gavin tertawa. Casey mengerutkan alisnya, menurutnya perkataannya barusan sama sekali tidak lucu. “Kenapa kau malah tertawa?” Gavin menghentikan tawanya. “Memangnya aku harus menjadi siapa-siapamu untuk menjagamu? Tidak kan?” Casey terdiam. “Ah....sudahlah, lebih baik kau pulang, aku akan mengerjakan tugas kelompok di sini. Kau hanya akan mengganggu jika ada di sini.” Casey mengusir Gavin. Lelaki itu bangkit dari tempat duduknya. “Baiklah, aku akan pergi. Hubungi aku kalau kau perlu dijemput. Dan jaga dirimu baik-baik” Ucap Gavin seraya mengacak rambut Casey sebelum ia benar-benar pergi.

Casey menghembuskan nafas lega saat melihat punggung Gavin hilang dari balik pintu cafe itu. Casey memang akan mengerjakan tugas kelompok di cafe tersebut. Ia sedang menunggu teman-temannya. Sambil menunggu, Casey memainkan ponselnya, tiba-tiba saja dirinya mendapat notifikasi chat dari seseorang. Ia hanya melihat sekilas nama pengirimnya, dan dia memutuskan untuk mengabaikan chat tersebut. Itu dari Edric, sudah seminggu lebih Edric mengiriminya chat untuk meminta maaf dan mengingankan hubungannya dengan Casey seperti semula. Tapi Casey tetap pada pendiriannya, ia tak ingin berurusan dengan Edric. Baginya sudah cukup semua permainan yang dibuat Edric untuk membalaskan dendamnya dengan Fareel melalui dirinya.

“Hey. Casey?” tiba-tiba seorang gadis mengibaskan tangannya di depan wajah Casey, lamunan Casey langsung buyar. “Ah, rupanya kau Stella.” Stella langsung duduk dihadapan Casey. “Yang lain kemana?” tanya Stella. “Mereka belum datang.” Jawab Casey singkat sambil menyeruput hot chocolattenya.

“Sebenarnya sudah berapa lama kau di sini? Kenapa kau melamun, tadi?” tanya Stella heran. “Tidak ada... hanya saja...” belum saja Casey melanjutkan kalimatnya, Stella malah menebaknya lebih dahulu. “Kau memikirkan Edric, bukan? Kenapa lagi sih? Bukannya Edric memang sengaja mendekatimu untuk membalaskan dendamnya pada Fareel?” yah, Casey memang sudah menceritakan semuanya tentang Edric pada Stella.

“Iya, hanya saja bukan suatu hal yang mudah bukan untuk melupakan seseorang?” Stella langsung mendengus mendengar pernyataan dari Casey. “Kau itu bodoh atau apa sih? Jelas-jelas lelaki itu hanya berniat untuk memperalatmu, dia tidak serius denganmu Casey. Jadi apa susahnya melupakan orang seperti dia? Sekarang aku tanya, kau lebih memilih Fareel atau Edric?” Stella balik bertanya pada Casey. “Kau sudah tahu jawabanku, Stella! Tentu saja aku lebih memilih Fareel.”

“Lalu kenapa kau tidak bisa melupakan lelaki yang sudah memperalatmu dan menyakiti Fareel? Kau harus ingat apa saja yang sudah Fareel lakukan untuk menjagamu, Casey. Jika benar Edric menyayangimu, dia tidak akan memperalatmu. Coba kau pikir sendiri, sudah berapa kali Edric meminta maaf padamu dan kembali mengulangi kesalahan yang sama? Wah... sungguh aku akan membunuh lelaki itu jika dia ada dihadapanku sekarang.” Ujar Stella emosi sambil menyeruput minumannya -yang baru saja diantar oleh pelayan cafe- dengan emosi. Casey menyilangkan tangannya di meja cafe dan menelungkupkan wajahnya. Stella menghela nafas perlahan, ia menusap lengan Casey. “Aku memang tahu bukanlah hal yang mudah melepas orang yang kau sayangi. Tapi kau harus ingat, dia tidak pantas untukmu. Masih banyak lelaki di luar sana yang tulus mencintaimu, Casey. Kalau perlu akan kucarikan. Kau suka lelaki tampan, pemain basket, pemain futsal atau si kutu buku?” Casey langsung mendongak dan tertawa karena ucapan Stella. “Sejak kapan aku menyukai lelaki dengan tipe kutu buku?” Stella ikut tertawa.

My Amazing Brother [Completed]Where stories live. Discover now