13

5.4K 372 5
                                    

"-Hey bukalah mata itu untukku, dan jangan pernah pergi meniggalkanku-"
-Casey-

●●●●●●

Hari ini, tepat seminggu kejadian setelah kecelakaan itu. Casey memang sudah masuk sekolah seperti biasa, tetapi tetap saja ia sering terlambat karena terlalu sering menjenguk Fareel hingga larut malam.

Fareel masih belum sadar dari komanya. Casey khawatir karena Dokter pernah mengatakan jika dua minggu lagi Fareel tidak akan sadar, maka alat bantu akan dilepas dan itu berarti Fareel meninggal.

Casey masih seperti biasanya, ia lebih sering menyendiri. Seperti saat ini, ia duduk seorang diri di bangku taman sekolah dan menggunakan headset.

Seorang lelaki duduk tepat di sebelah Casey. Dia adalah Gavin. Semenjak Fareel tidak masuk sekolah Gavin menjadi lebih sering mengganggunya.

"Eheem.." Gavin berdehem memecah keheningan. Tapi ia masih saja Casey tak bergeming.

Dengan sedikit nekat, Gavin membuka salah satu headset di telinga Casey. Membuat Casey langsung menatapnya kesal.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Casey jutek. "Aku hanya ingin menemanimu" jawab Gavin. "Pergilah, aku ingin sendiri." ucap Casey singkat dan kembali memasang headsetnya.

Lagi-lagi Gavin melepas salah satu headset Casey. Dan itu membuat Casey geram. "Kau apa-apaan? Pergi sana!" usir Casey.

"Aku akan pergi kalau kau bersedia makan siang denganku." tawar Gavin.

"Tidak bisa, aku harus ke rumah sakit sepulang sekolah." Casey menutup mulutnya, ia keceplosan.

"Siapa yang sakit?" tanya Gavin penasaran. "Bukan siapa-siapa!" jawab Casey ketus.

"Ayolah, paling tidak kau menjawab pertanyanku tadi." Casey menatap Gavin tajam. "Bukannya tadi sudah kujawab aku tak bisa?!"

"Oh, kalau begitu, mari kuubah pertanyaanku. Biarkan aku yang mengantarmu ke rumah sakit sepulang sekolah." tawar Gavin lagi.

"APA?!" pekik Casey kencang.

"Tidak mau, sudah kubilang. Lebih baik kau urus saja urusanmu sendiri!" Casey bangkit dan balik menuju kelasnya.

∽介∽介∽介

Sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada Casey. Sepulang sekolah ia masih saja menunggu dijemput. Padahal sudah dua jam sejak bel pulang sekolah berdentang.

Brumm...

Suara mesin motor yang berhenti tepat di depan Casey. Pengendara motor itu membuka kaca helm. Dan ternyata dia adalah Gavin.

Casey langsung berdiri dan menghampiri Gavin. "Sebenarnya maumu apa? Kenapa kau tidak bisa membuat hidupku tenang satu hari saja?"

"Aku menyukaimu, Casey." jawab Gavin, Casey menghela nafas.

"Kau tahu? Ini bukan saatnya kau menyatakan perasaanmu padaku. Lebih baik kau hapus saja perasaanmu padaku." Casey berlalu, namun tangannya dicekal Gavin.

"Mengapa kita tidak mencobanya terlebih dahulu?" Casey melepas paksa cekalan tangan Gavin.

"Kau egois! Hanya memaksakan keinginanmu sendiri tanpa tahu apa yang telah terjadi padaku! Fareel koma, dan itu karena aku!!" pekik Casey tak tertahankan, air matanya hampir tumpah.

"Fareel? Apa yang kau maksud adalah Destiyan Fareel Iniesta Castillo? Dia koma?" Gavin terkejut.

"Iya! Dan sekarang aku harus ke rumah sakit. Kau tahu, setiap aku pulang sekolah dan mengunjunginya aku selalu berharap dia sudah sadar. Tapi itu sekarang nampak tidak mungkin!" Casey menutup wajahnya dengan telapak tangan. Tangisnya tak bisa dibendung lagi dan emosinya sedang berkecamuk saat ini.

"Ayo aku antar ke rumah sakit, jangan berpikiran aku memanfaatkan kesempatan. Aku juga ingin menjenguk Fareel." ucap Gavin pada akhirnya. Casey menatap Gavin tak percaya.

"Aku serius, lupakan kejadian tadi. Dan maafkan karena aku terlalu egois."

∽介∽介∽介

Casey dan Gavin tengah berada di ruang inap Fareel dan hanya ada mereka berdua di ruangan itu, Diana dan  Erick masih sibuk dengan pekerjaan mereka. Iya, Fareel telah dipindah ke ruang inap empat hari lalu dan tubuhnya masih dipasang alat-alat medis.

Tadi Casey dan Gavin pergi bersama ke rumah sakit. Gavin berhasil meyakinkan Casey kalau dia hanya berniat ingin menjenguk Fareel.

"Darimana kau mengenal Fareel?" Casey membuka suara saat dirinya dan Gavin duduk di sofa tempat rawat inap Fareel.

"Dulu rumahnya dekat dengan rumahku, aku sering bermain dengannya saat kecil." jelas Gavin.

"Kalian teman semasa kecil?" tanya Casey lagi, Gavin mengangguk.

"Kalau begitu kau tahu dia memiliki seorang adik?" Gavin mengangguk lagi. "Adiknya mirip sekali denganmu." itulah kesan yang kudapatkan saat melihatmu pertama kali. Memangnya kenapa?" Casey menggeleng. "Hanya ingin tahu."

"Kalau begitu, bagaimana Fareel bisa menjadi Kakakmu?" kali ini Gavin yang bertanya. "Ayahnya menikah dengan Bundaku." Gavin mengangguk-angguk mengerti.

"Mengapa ia bisa koma?" tanya Gavin. Casey menceritakan semuanya dari awal.

"Itu artinya dia menyayangimu." komentar Gavin setelah mendengar cerita Casey. Casey menunduk.

"Tapi ini bukan karena kesalahanmu, ini sudah takdir, Casey. Aku yakin dia akan segera sadar." Gavin menenangkan Casey.

Pintu ruang inap dibuka, ternyata itu Diana dan Erick. "Hallo Om, Tante." sapa Gavin bersalaman pada Erick dan Diana.

"Astaga, Gavin? Kau tahu darimana Fareel disini?" Erick sedikit terkejut melihat Gavin.

"Tadi saya mengantar Casey kemari, Om. Tapi sekarang saya pamit dulu Om, Tante."

Diana mencegah Gavin. "Astaga Nak, mengapa tak tinggal lebih lama saja disini? Tante yakin kamu baru bertemu dengan Fareel kan?" cegah Diana

"Tidak Tante, sudah hampir malam. Nanti orang tua cemas." Diana pun mengangguk dan Gavin keluar dari ruangan itu.

"Kau kenal dengan Gavin, Cas?" tanya Erick, Casey mengangguk.

Casey berjalan dan berdiri di dekat ranjang Fareel. Ia menatap lamat wajah Fareel yang nampak mulai kurus.

"Kau sudah terlalu lama menutup mata itu, kenapa tak buka mata dan lihat dunia ini?" Casey bergumam dan memegang tangan Fareel.

"Kakak harus kembali, demi aku.." bisik Casey ke telinga Fareel.

∽介∽介∽介

Yeay udah double update kan readers tercinta...
Maaf kalau ada typo dan nggak dapet feelnya😅
Jangan lupa tinggal comment + vote yah

See you~

My Amazing Brother [Completed]Where stories live. Discover now