City lights

12.3K 1.6K 1.4K
                                    

"Baddy wake up!!!," aku berteriak dengan hanya sedikit jarak dari mulut ku ke kuping Bad.

Dia tak juga bangun setelah satu jam aku mencoba membangunkannya.

Tidak. Dia tidak mati.

Dia memang hanya selalu begitu saat harus dibangunkan di pagi hari.

Aku sendiri mungkin masih terkena sesuatu yang orang dewasa sering sebut jetlag. Baiklah, aku sebenarnya tidak semuda itu untuk memahami arti kata jetlag. Umurku akan sepuluh.

Ya, jadi pada intinya aku tidak bisa benar-benar tidur tadi malam. Mungkin karena jetlag. Atau mungkin karena mengingat pagi ini kita akan pergi ke menara Eiffel. Hal yang sudah kutunggu-tunggu bahkan sejak Bad pertama kali mengumumkan kita akan ke Paris.

"Wendy, Darling," Bad bergumam dibalik bantalnya, memanggilku yang masih asik menduduki punggungnya yang menghadap langit-langit, "would you please get off, I mean, I might have a bad backache".

Sebelum turun dari sana, aku mengerutkan dahi ku. Ya, walaupun Bad tidak akan bisa melihatnya sejak ia terus menenggelamkan wajahnya kepada bantal, tapi, tunggu. Apa yang baru saja ia katakan? Sakit punggung? Yang benar saja. Dasar orang tua.

"What did you say?," aku kini menggoyangkan bahu Bad, meminta penjelasan.

Bad lalu berbalik dan mendudukan dirinya dengan rambut berantakan dan mata merah yang menyipit. Ia lalu mengusap wajahnya sekali dan menarik napas secara orang tua. "I don't know, I think I have a backache".

Kerutan di dahi ku bertambah dalam. Tentu saja Bad baru mengatakan secara tidak langsung bahwa dirinya tidak akan ikut berjalan-jalan hari ini. Atau buruknya, kami semua tidak akan berjalan-jalan hari ini.

Padahal tadi malam saat makan, kami berdua membahas bagaimana kami akan berfoto seakan kami memegang ujung menara Eiffel ala turis pada umumnya. Walaupun Bike mengatakan bahwa pose tersebut sangatlah payah, tapi kan Bad sudah berjanji padaku untuk tetap melakukannya.

"Okay, how about I injek-injek your back?," aku menawarkan. Siapa tau dengan begitu, punggung Bad bisa sembuh dan kita bisa jalan-jalan.

Bad mengerutkan dahi, matanya masih menyipit karena belum siap memulai hari. "What is it again?".

Aku memutar bola mata.

Duh.

Gininih ribetnya punya bapak bule.

Apa-apa gak ngerti,

Payah emang dia.

"Duh, injek-injek, Bad," aku menggertakan gigi, "I did a lot when Poppy asked me to, like, I would step on his back and went back and forth on his back, gitu deh pokonya".

Kini mata Bad agak sedikit terbuka. Tentu saja karena kaget mendengarkan penjelasan ku.

Aku mengerti lah, tentu saja dia tidak pernah melakukannya atu bahkan melihat orang melakukannya. Tapi sungguh, Poppy sering sekali meminta ku untuk menginjak-nginjak punggungnya jika ia merasa pegal.

Ngomong-ngomong, Poppy adalah panggilan ku untuk kakek ku di Bandung. Iya, kakek dari mama ku.

"Let me just try it on you".

Tapi Bad langsung menggeleng, "no, darling, you don't have to". "You know, I will just stay here and you can go with your uncles and Tobby".

Aku langsung memasang wajah frustasi. Entahlah bagaimana sebenarny wajah orang frustasi terlihat. "Bad, I don't want to go without you".

"Oh come on," Bad bergumam setelah itu meneguk satu gelas air, "that wouldn't be that bad". "So do you say its okay to see Baddy walking like this?," Bad lalu membungkukan badannya lalu pura-pura berjalan seperti seorang kakek tua.

AUSTRALIANS 3 [5SOS] (slow update)Where stories live. Discover now