01. Pusar Bumi

14K 232 7
                                    

MENGAPA? MENGAPA? MENGAPA?

Demikian pertanyaan yang selalu menghuni dalam benak Siau-liong, jejaka berumur 16 tahun yang sedang belajar pada Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsin To.

Mengapa gurunya melarang ia untuk menuntut balas atas kematian ayahnya....? Kata gurunya, larangan itu adalah pesan terakhir dari ayahnya, pada saat hendak menghembuskan napas terakhir.

Mengapa mendiang ayahnya berpesan begitu? Dan mengapa pula gurunya melarang ia berkeliaran ke balik gunung? Sudah 10 tahun lamanya, pertanyaan itu mencengkam pikirannya, tanpa penyelesaian.

Saat itu gurunya sedang pergi memetik daun obat kelain tempat. Sebelumnya, Siau-liong telah dipesan supaya jangan berkeliaran ke balik gunung dan supaya tiap hari giat berlatih silat saja. Entah bagaimana saat itu, timbullah keinginan Siau-liong untuk mengetahui apakah dibalik rahasia dari larangan gurunya itu.

Tentang kematian ayahnya, menurut keterangan gurunya, telah dibunuh oleh To Hun-ki, ketua partai Kong-tong-pay. Tong Gun-liong, demikian nama ayah Siau-liong, adalah murid kesayangan To Hun-ki. Demikian keterangan sekedar yang diberikan gurunya Siau-liong, mengenai kematian ayahnya.

Tetapi mengapa ayah Siau-liong sampai dibunuh oleh gurunya sendiri, Kongsun Sin-to tak tahu. Diam-diam Siau-liong, berjanji dalam hati, kelak akan menyelidiki rahasia pembunuhan ayahnya itu sampai jelas.

Rupanya memang sudah menjadi sifat manusia. Makin dilarang makin ingin tahu. Dan pada usia menjenjang dewasa itu, darah Siau-liong memang panas-panasnya. Serentak ia memutuskan untuk meninjau tempat dibalik gunung itu.

Ternyata jalan di bagian belakang gunung yang didiami itu, merupakan sebuah jalan buntu. Terputus oleh sebuah jurang yang curam.

Setelah puas meninjau keadaan sekeliling tempat itu, karena hari sudah sore, iapun pulang.

Pada keesokan harinya, barulah ia datang lagi dan mulai melakukan penyelidikan. Disitu terdapat sebuah mulut gua. Bentuknya macam kerucut, atas sempit bawah lebar. Ketika mengamati, ia terkejut. Di atas mulut gua terdapat tiga buah ukiran huruf:

"Lembah penasaran"

Kini Siau-liong menyadari apa sebab gurunya melarangnya kesitu. Tetapi Siau-liong makin tertarik. Adakah gua itu dihuni orang?

Ia hendak memasuki gua itu. Tiba diambang mulut gua, sehembus angin dingin meniup sehingga ia menggigil. Teringat akan pesan gurunya, ia bergegas hendak keluar. Tetapi ia tertegun ketika melihat kedua sisi pintu gua terdapat beberapa ukiran huruf, berbunyi:

"Laut dendam, sukar ditimbuni.
Siapa masuk tentu mati".

Sesaat ia gemetar tetapi pada lain saat bangkitlah kepanasan hatinya. Sombong dan kejam benar orang itu. Demikian anggapannya.

Sekonyong-konyong ia dikejutkan oleh gelak tawa yang menggeledek. Serentak angin kuat menabur Siau-liong sehingga anak itu terhuyung beberapa langkah ke belakang. Buru-buru ia berusaha untuk menenangkan darahnya yang mendebur keras.

Setelah tenang ia memandang kemuka. Ah, ternyata gua itu mempunyai penghuni. Setombak di atas mulut gua, terdapat sebuah lubang besar. Ditengah lubang duduk seorang tua aneh tengah tertawa. Tangannya mencekal sekerat daging yang masih berlumur darah. Tampak ia menikmati daging itu dengan lahapnya....

Orang aneh itu berbangkit dan menghampiri kepintu gua. Siau-liong makin menggigil. Perwujutan orang itu amat menyeramkan sekali. Manusia tetapi menyerupai iblis. Iblis tetapi ternyata manusia. Mungkin di dunia tiada manusia yang lebih seram dari dia.
Dan Walaupun berdiri, tetapi orang aneh itu hanya setinggi orang biasa sedang duduk. Pahanya pendek sekali tetapi telapak kakinya amat lebar. Sepasang tangannya menjulur ke bawah sampai hampir mencapai lutut. Dadanya bidang, leher pendek dan kepala besar. Sepasang matanya berkilat-kilat tajam hampir tertutup oleh rambutnya yang kusut masai.

Pendekar LaknatWhere stories live. Discover now