Siau-liong tertegun dan malu hati. Cepat ia loncat mengikuti dara itu. Mereka tak paham jalan-jalan di pegunungan Tay-liang-san. Apalagi tengah malam hujan angin seperti saat itu mereka tak tahu arah yang akan ditempuh. Terpaksa mereka hanya berjalan menurut apa yang dapat dilalui.
Dalam waktu singkat mereka telah mencapai dua li jauhnya. Hujanpun sudah berkurang. Tiba-tiba mereka tertegun berhenti. Ternyata mereka berhadapan dengan dua simpang jalan. Sesaat tak tahu mereka harus mengambil jalan yang mana.
Song Ling menatap Siau-liong dengan pandang bertanya. Tetapi pemuda itupun bimbang sendiri. Ia menyadari bahwa Tay-liang-san itu merupakan pegunungan dan beribu puncak. Sekali kesasar, tentu sukar keluar.
Pada saat ia belum dapat mengambil putusan, tiba-tiba dari jauh terdengar derap kaki orang menghampiri.
Langkah kaki itu amat pelahan sekali apalagi sedang hujan. Tetapi berkat telinganya yang tajam, dapatlah Siau-liong menangkap suara langkah itu. Apalagi saat itu ia pasang telinga dengan seksama sehingga dapat mendengar jelas.
Ia terkejut dan cepat menarik tangan Song Ling lalu diajak bersembunyi digerumbul semak.
Song Ling tak mendengar apa-apa, tetapi karena ditarik Siau-liong ia duga pemuda itu tentu mendengar sesuatu.
Saat itu keduanya berada diujung jalan kecil yang terletak diatas. Dan gerumbul semak itu terletak di tepi jalan. Apabila pendatang dari jalan kecil juga, tentulah akan mengetahui mereka.
Langkah kaki itu makin lama makin dekat dan jelas langkahnya berat. Terang bukan orang persilatan.
"Apakah dia seorang pemburu? Tetapi mengapa keluar tengah malam hujan lebat?" pikir Siau-liong.
Tepat pada saat itu dilihatnya sesosok tubuh yang terhuyung-huyung meughampiri. Segera Siau-liong mengenali siapa pendatang itu. Girangnya bukan kepaang. Buru-buru ia berkata kepada Song Ling, "Itulah Lu Bu-ki!"
Samar-samar Song Ling juga melihatnya. Serunya heran, "Mengapa hanya dia seorang? Dan mengapa tampaknya terluka?"
Memang orang itu terhuyung-huyung sehingga sampai beberapa saat baru tiba ditempat Siau-liong bersembunyi.
Tubuhnya berlumuran darah, pakaian compang-camping dan berjalan dengan susah payah .......
Siau-liong cepat meneriakinya, "Saudara Lu!"
Lu Bu-ki tersentak kaget dan cepat mencabut pedang dipunggungnya. Tetapi setelah melihat siapa yang memanggil itu, ia menghela napas, "Ah, kiranya saudara Kongsun dan nona Song. Mengapa kalian disini?"
Siau-liong tak menjawab melainkan melanjutkan pertanyaannya, "Apakah saudara Lu melihat suhuku dan Liau Hoan taysu...."
Lu Bu-ki menukas dengan helaan napas, "Ah, hidup selama empatpuluh tahun lebih, baru hari ini mataku terbuka. Kongsun Sin-tho locianpwe itu, ternyata seorang sakti. Seorang diri dia mampu menghadapi empat tokoh sakti si Iblis Penakluk-dunia, Lam-hay Sin-ni, Jong Leng lojin dan Randa Bu-san. Benar-benar suatu pertempuran yang belum pernah terjadi dalam sejarah persilatan ......"
Sambil terengah-engah. Lu Bu-ki seperti menggambarkan pertempuran itu dengan gerak-gerak yang bersemangat.
Siau-liong tergopoh menukasnya, "Bagaimanakah kesudahannya pertempuran itu? Suhuku....?"
Lu Bu-ki tertegun, sahutnya, "Aku dan Liau Hoan taysu pun bertempur sendiri dengan Harimau Iblis dan It Hang totiang ......."
Berhenti sejenak ia berkata pula, "Tetapi karena kepandaianku jelek, dalam tiga jurus saja aku sudah menderita luka. Sedang Liau Hoan taysu karena mencengkeram perempuan baju merah itu, gerakannya tak leluasa. Pihak kita hanya mengandalkan kekuatan Kongsun locianpwe seorang...."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Laknat
Fiksi UmumMENGAPA? MENGAPA? MENGAPA? Demikian pertanyaan yang selalu menghuni dalam benak Siau-liong, jejaka berumur 16 tahun yang sedang belajar pada Tabib Sakti Jenggot Naga Kongsin To. Mengapa gurunya melarang ia untuk menuntut balas atas kematian ayahnya...