#11 Resepsi

62.3K 3.9K 22
                                    

Hola, im back! Happy reading! Sorry typo everywhere.

Happy weekend!

***

Selama 3 hari persiapan resepsi, Akmal dan Al memutuskan untuk menginap di rumah keluarga Ardicandra, keluarga Akmal. Dan malam ini sampai besok, Halim—abi Al—diperbolehkan untuk berada di rumah untuk resepsi keduanya.

"Akmal, coba panggil istrimu turun untuk makan." Perintah Mila yang langsung mendapat sahutan 'iya' dari putranya.

Akmal bergegas naik ke atas dan masuk kamar. Ia mendapati pintu lemari yang terbuka lebar dan di sanalah Al sedang memilah baju setelah selesai mandi. Ia tersenyum melihat pemandangan tersebut.

"Habis mandi, hum?" Akmal mendekat, memeluk Al dari belakang yang membuat gadis itu berjengit kaget sambil mengucap istighfar.

"Astaghfirullah, kak Akmal! Harusnya kakak ketuk pintu dulu, biar Al gak kaget." Ucapnya dengan nada sedikit gugup dan berusaha menyingkirkan lengan Akmal pada pinggangnya.

"Kenapa harus ketuk pintu terlebih dahulu kalau ini kamarku sendiri? Humm? Sebentar saja, ya, dek."

Pria itu mengeratkan pelukannya, menyandarkan kepalanya pada sekitar leher dan bahu istrinya. Ia menghirup perlahan.

Al mati-matian bersikap tenang walaupun jantungnya sedari tadi sudah berdetak lebih cepat.

"Nah, sekarang pakai bajumu, kak Akmal tunggu di meja makan, ya. Cup." Bibir Akmal mendarat pada puncak kepala istrinya. Pelukan tersebut lepas dan ia menutup pintu kamar sambil mengedipkan sebelah matanya, menggoda sang istri.

Al mematung dengan wajah yang memerah. Entah kenapa ia selalu malu jika Akmal bersikap menggoda dan seringnya mengarah untuk melakukan 'ibadah' mereka.

***

Hari ini merupakan resepsi pernikahan Akmal dengan Aliya. Berbeda dengan pengantin wanita yang sudah lebih dulu berangkat ke gedung, Akmal masih berkutat pada cerminan, melihat penampilannya yang baru saja rapi.

"Bang Akmal, mama nyuruh abang cepetan ke mobil tuh." Kamila menarik-narik baju pengantin abangnya.

"Abang-abang! Kamu kira mas itu abang tukang bakso? Panggilnya mas, adekku sayang. Jangan manggil 'mas' pas ada maunya doang." Akmal mencubit gemas kedua pipi gembul adiknya.

"Ih, abang, mah. Sakit tau!"

"Biarin aja. 10 tahun sejak kamu bisa ngomong di tahun kedua kamu lahir manggilnya 'babang' atau 'abang' mulu."

Kamila, adik Akmal memang lebih sering memanggilnya abang dari pada mas sejak dulu. Ia hanya memanggil mas di saat-saat tertentu saja. Padahal kedua orang tua mereka sudah mengingatkan Kamila untuk memanggilnya mas, sesuai dengan asal mereka yang memang dari Jawa.

Gadis itu mencibir. "Mba Al aja gak dimarahin manggilnya 'kak Akmal', bukan 'mas Akmal'. Berarti aku juga dong, weeek." Gadis 12 tahun itu menjulurkan lidah, tidak mau kalah.

"Nah, itu kamu manggil istri mas pake 'mba'. Mba kan pasangannya 'mas'. Kalau 'abang' pasangannya 'neng'. Kamu mau mas panggil 'neng Kamila' kayak tukang nasi uduk keliling depan komplek?"

"Gak mau. Yaudah, iya. Mas Akmal. Puas? Huuu."

"Ya Allah, Kamila, Akmal, kenapa masih pada di sini, sih?" Mila menatap kedua anaknya dengan decakan heran. "Kamila, tadi mama suruh kamu panggilin mas Akmal, kenapa lama banget?"

"Kamila udah bilangin kok ma, tapi mas Akmalnya—"

"Mas, kamu juga kenapa gak ke bawah kalau adikmu sudah sampein pesan mama? Tamu udah pada nunggu, loh, di sana."

With You [✔]Where stories live. Discover now