#15 The Truth

63K 3.8K 50
                                    

Hola!

Happy reading and enjoy!

***

"Lagi masak apa, sih? Serius banget, yang? Hmm?" Akmal melingkarkan tangannya pada pinggang istrinya dari belakang. Kepalanya ia sandarkan pada ceruk leher Al, menghirup wangi istrinya dalam.

"Mandi dulu, kak. Bau, tau! Al udah wangi gini jadi nempel baunya kakak deh." Ujar Al yang sedang fokus memasak ayam kecap, makanan sederhana namun menjadi makanan kesukaan suaminya.

"Gak papa. Kamu jahat, sih, mandinya enggak nungguin kakak dulu."

Al tertawa kecil.

"Kalau mandi bareng kak Akmal, tuh, gak ada yang namanya 'selesai' tau!"

"Bukannya kamu sendiri yang bilang 'kak Akmal shhh jangan berhen—a-aw! Aduh, aduh, Al, sakiiit."

Akmal meringis saat cubitan keras mendarat pada pinggangnya. Tapi tak urung ia tersenyum saat berhasil menggoda istrinya itu yang sekarang wajahnya memerah menahan malu.

"Aku bener, kan, yang?"

"Kak Ak-"

"Akmal! Kamu tuh, mas, jangan nempelin si Aliya mulu, ah! Sana mandi. Jangan mesra-mesraan di tempat umum." Mila menggiring putranya masuk ke kamar mandi.

"Mama! Aduuh merusak momen aja, deh."

Mila berkacak pinggang. "Udah sana mandi. Cepetan. Kalau enggak lauknya mama habisin." Ia beralih pada menantunya. "Al sayang, kalau anak mama godain usir jauh-jauh, ya. Mama jadi kasian kalau kamu di rumah dia. Pasti kalau mau berangkat kuliah susah, kan, ditempelin Akmal mulu?"

"Mama!"

Al hanya nyengir dan mengangguk malu, "iya, ma. Al waktu itu pernah telat gara-gara kak Akmalnya-"

"Iya iya aku mandi. Yang, kamu lanjutin aja masaknya jangan dengerin omongan mama." Akmal menutup pintunya segera sebelum Al menyelesaikan omongannya.

"Oh, ya,"

Akmal menongolkan sedikit kepalanya dari kamar, "habis ini kita balik ke rumah ya, yang. Biar gak ada yang ganggu," ujarnya sambil melirik Mila.

Aliya hanya tertawa menanggapi perkataan Akmal.

"Ya ampun, mas, jadi maksud kamu mama ganggu gitu?"

"Ampun maaa."

Sudut bibir Al tertarik membentuk garis lengkung pada wajahnya. Ia bahagia dengan kehidupannya sekarang. Suaminya yang selalu menggodanya, orang tua yang sayang kepadanya, mertua yang perhatian, dan adik ipar cantik yang menyayanginya. Jangan lupakan ketiga 'anak' Al yaitu Amel, Ghea, dan Shila. Ia tidak berhenti bersyukur kepadaNya atas itu semua.

***

Sejak semalam Ica mengatakan untuk menikah saja sebelum gosip masyarakat berhembus yang tidak-tidak, ia langsung mendiamkan gadis tersebut.

Sebenarnya Vino bisa saja meng'iya'kan usulan Ica—walaupun terkesan seperti Ica-lah yang melamarnya. Ia memang sudah buntu. Rasa sukanya terhadap Al ternyata hanya obesesi karena adanya kemiripan dengan 'Rei-nya'. Buktinya saja hatinya berdesir merindukan 'kekasih'nya itu saat mereka bertemu lagi kali pertama setelah Ica pergi ke Singapura.

Entahlah. Vino sempat merasa bahwa ia dipermainkan.

Konyol, bukan?

Dalam novel atau bahkan realita yang ia ketahui biasanya laki-laki yang mempermainkan hubungan. Itu menurut pendapatnya pribadi, sih.

Tapi ia tetap saja penasaran.

Ada apa dengan Rei? Kenapa 'Rei-nya' berubah? Ia yakin ada alasan di baliknya.

With You [✔]Where stories live. Discover now