Cermin 2

110 18 13
                                    


Genre : Misteri

Aku berlari kecil menyusuri jalan setapak, melewati warna senja yang mulai menyentuh sekeliling. Ibu pasti marah jika aku belum sampai di rumah saat azan magrib terdengar. Waktu senja menjelang magrib adalah waktu yang rawan dan sering terjadi kejadian-kejadian aneh di kampung.

"Nik! Jangan bermain di luar rumah saat senja datang. Ibu tidak ingin apa yang menimpa Awi juga menimpa kamu."

Aku masih ingat kata-kata Ibu yang memperingatkan aku setelah kejadian yang menggegerkan kampung itu. Aku tidak tahu kejadian pastinya, tapi berdasarkan dari cerita Ibu dan warga kampung yang aku dengar, di sekujur tubuh Awi ada bercak-bercak hijau dan urat di tubuhnya menegang sampai menonjol ke permukaan kulit.

Aku semakin mempercepat langkah saat suara-suara binatang mulai terdengar makin keras. Walaupun Ibu sering pergi keluar rumah saat senja, aku tahu beliau pasti sekarang sudah resah menunggu, karena setiap hari ibu bakal mencium ubun-ubunku dan menyuruhku untuk Sholat sebelum dia pergi berangkat.

Melewati persimpangan di depan aku sudah bisa melihat rumah, menjejali mataku mencari keberadaan Ibu yang pasti berdiri dekat pagar rumah sambil membawa tumpeng.

Beberapa meter dari simpang tiga dekat rumah, aku melihat dua orang berbelok ke arah persimpangan menuju hutan. Dahiku berkerut mencoba memahami apa yang bakal dilakukan orang-orang itu di dalam hutan. Apa mereka tidak takut kejadian yang menimpa Awi bakal menimpa mereka? Aku masih ingat sebelum Awi sakit, dia mencari kayu di hutan sehari sebelumnya.

Aku terbelalak saat melihat siapa orang yang masuk ke dalam hutan tersebut. Tidak mungkin! Apa dia juga mau mengalami nasib yang sama? Aku rasa beliau bukanlah orang yang sebodoh itu.

"Ibu Awi," suara halus keluar dari mulutku untuk memanggil wanita yang sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri. Aku ingin berteriak sekeras mungkin dan berlari memperingatkannya untuk kembali, tapi saat mataku melihat sebuah keranjang warna biru dengan tetesan darah mengalir di sana membuat tenggorokanku tercekat, tidak mampu berkata apa-apa.

Perasaan mual menguasai perutku saat aku melihat ekspresi datar Ibu Awi dan isi keranjang tersebut. Kepala Awi!

Sambil menggelengkan kepala, aku membekap mulut agar tidak menumpahkan makanan yang aku makan tadi.

"Niken, pulanglah." Suara lembut dari arah belakang Ibu Awi mematikan seluruh indraku.

Ibu! Tatapan polosnya menatapku sendu sebelum kembali berbalik ke arah hutan dan mengangkat tumpeng yang dia bawa.

"Aku kasihan sama anak kamu, Yu." Suara bisikan Ibu Awi ke ibu membuat sekujur tubuhku menegang dan sukses melumpuhkan kedua kakiku untuk terduduk di sana. Mataku hanya mampu menatap penuh tanya ke arah punggung dua wanita yang kupanggil ibu yang kini sudah menghilang ke dalam kegelapan hutan.

Kumpulan CerminWhere stories live. Discover now