PART 14 - This Is I Am Now

1.6K 44 10
                                    

PART 14 

And this is the last part guys. Happy reading!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

Nessa POV

 

Kupandangi dirku sendiri dari cermin besar yang ada di kamarku. Entah apa yang aku rasakan sekarang. Mungkin aku sedih, atau bahkan aku bahagia dengan keadaanku sekarang. Kupandangi terus wajah ini, barangkali aku bisa membaca perasaanku sendiri lewat raut wajahku di cermin. Tapi hasilnya tetap nihil. Aku memang tidak pandai membaca ekspresi wajahku sendiri.

“Nessa. Kamu udah siap kan?” suara lantang laki-laki itu menyadrkanku kalau kini hidupku telah berubah. Tidak ada lagi masa-masa dimana aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Kini aku sudah dewasa dan aku harus bisa mengatur hidupku sendiri dan melupakan semua masa laluku.

****

Tidak serahusnya aku menerima Dhavi kembali saat itu. Seharusnya aku lebih mempercayai hatiku dibanding kata-katanya. Kini semua sudah terlambat, tidak ada lagi kesempatan dan tidak ada lagi yang akan berubah. Aku akan tetap pada pendirianku. Karena aku sudah terlalu sakit, aku sudah terlalu lelah dengan semua ini. Aku hanya harus bersabar menghadapi kenyataan kalau laki-laki yang aku percaya selama ini, telah menghancurkan semua kepercayaanku.

 

Tanpa sadar, aku mendial nomer Adams dari handponeku. Kenapa tidak nomer Lena atau Nadine? Aku juga tidak tau kenapa nomer Adams yang aku pilih. Adams selalu memintaku untuk menceritakan apapun masalahku padanya. Dia bilang, barangkali dia membantuku. Saat ini aku sangat membutuhkan Adams. Membutuhkannya sebagai seorang kakak yang bisa menjadi tempat curhatku.

 

“Hai Nessa.” Mendengar suaranya yang masih terdengar bersemangat, membuatku semakin bingung harus kumulai dari mana. Aku harap, dia bisa membantuku dalam hal ini.

 

“Hai Dams. Gue--. Mau cerita sesuatu boleh?” ternyata Adams cepat membaca arti dari kegugupanku. Dia malah berubah menjadi panik menanggapi permintaanku.

 

“Nes, lo kenapa? Boleh kok. Cerita aja. Mau ketemuan atau--?”

 

“Nggak usah Dams. Lewat telfon aja.” Aku hanya khawatir alu tidak bisa mengontrol emosiku saat aku harus berhadapan dengan Adams secara langsung.

 

“Oke. Lo mau cerita apa?” aku harus bisa menceritakan semua ini ke Adams.

 

“Dams. Katie. Hamil. Anak. Dhavi.” Ternyata semua persiapanku tidak berguna. Aku tetap saja menangis. Kenapa lo nangis sih Nes?

 

“Apa? Lo yakin itu anak Dhavi?”

 

“Yakin Dams. Katie yang ngomong langsung ke gue kalo itu anak Dhavi.” Aku semakin tidak bisa menahan perasaanku jika aku mengingat kejadian waktu itu saat aku mengangkat telfon Katie dan aku sempat berbincang dengannya.

Chicken Porridge LoveWhere stories live. Discover now