Pria Tanpa Nama

364 6 1
                                    

Sejak hari itu, aku tidak mengerti lagi bagaimana aku melewati hari-hariku. Pada suatu masa aku merasa seperti sebuah robot. Bangun, melakukan kegiatan sepanjang hari, pulang, tidur. Aku memang harus melakukannya. Aku perlu mengerjakan sesuatu.  Aku terlalu takut mengingatnya. Bahkan menyebut namanya membuatku merasa terbakar hidup-hidup.

Aku tidak berlebihan.

Sungguh.

Akulah yang paling tahu perasaanku. Bahkan, aku yakin pria itu pun tidak akan mengerti.

                                                                                            ***

"Main yuk."

Aku menoleh, mengalihkan pandanganku dari layar komputer. Secara refleks aku menggelengkan kepala. "Lagi ga mood."

Reina, teman sekantorku, langsung merengut. Wajahnya seketika masam.  Ini sudah kesekian kalinya aku menolak ajakannya. Ingatanku langsung mundur ke beberapa hari yang lalu, kemudian seminggu yang lalu dan beberapa kali sebelumnya. Wow, benar-benar sering nampaknya.

"Ayolah... sebentar saja. Aku juga perlu beli karet rambut di Stroberi." ujar Reina dengan nada sedikit mendesak. Anak itu memang begitu. Kalau ada mau harus terlaksana.

Aku menghela napas. Great. Lama-lama aku bisa kehilangan teman.

"Jangan lama-lama ya. Aku harus sampai rumah jam 8." jawabku akhirnya. Mata Reina langsung berbinar-binar. Huh dasar....

"Janji deh. Temani sebentar aja.. Lagian susah bener diajak hang out doang." ujar Reina sambil berjalan kembali ke mejanya.

"Main pas tanggal tua mana enak sih, Ren" balasku membela diri.

"Ah kamu mah tanggal tua mulu." ujar Reina sambil tertawa. Aku pun tersenyum kecil padanya. Lalu pura-pura memusatkan perhatianku pada komputer lagi.

Sebenarnya pekerjaanku sudah beres. Tapi... yah apa boleh buat. Aku tidak mungkin tidak sok sibuk sementara senior-seniorku masih menghadapi pekerjaan mereka yang maha banyak. Aku harus menunggu sejam lagi sampai jam 5. Menunggu mereka bersiap-siap pulang juga.

                                                                                  ***

Untung cuaca sore itu cukup bersahabat. Aku dan Reina bisa sampai ke mall kesayangan kami tanpa basah kuyup. Reina pun langsung mengajakku ke Stroberi. Dia akhirnya membeli beberapa barang selain karet rambut. Aku sempat melihat-lihat karet rambut yang beraneka bentuk dan warna. Tapi pada akhirnya aku tidak membeli apa-apa.

"Mau makan dulu? Aku jadi lapar nih." ajak Reina setelah beres membayar belanjaannya.

Aku melirik jam lalu menjawab, "Boleh. Mau makan apa?"

Karena kami tidak bisa memutuskan, akhirnya kami mengelilingi food court sebelum akhirnya memesan makanan sesuai minat masing-masing.

"Kalau habis shopping bawaannya jadi lapar. Kenapa ya?" ujar Reina setengah bertanya.

"Energinya tersedot pas kamu sibuk milih-milih barang tadi." jawabku sambil mengeluarkan tissue lalu mengelap meja food court yang masih berminyak.

"Hahah.. dasar....." Reina mengambil selembar tissue lalu melakukan hal yang sama denganku.

"Kamu kenapa sih? Aku ngerasa kamu berubah..."

Aku menatap Reina. Jantungku berdebar mendengar ucapannya.

Loving You - MencintaimuWhere stories live. Discover now