Menerimamu

59 2 0
                                    

Dari sekian banyak orang di bumi ini aku memilihmu

Aku memang egois, menginginkanmu untukku seorang

Jangan ragu, malaikat pun tahu dalamnya perasaanku...


Bandung, 22 Maret 2013

Mungkin aku sedang dalam fase berbunga-bunga. Mabuk kepayang. Terbang ke langit tingkat 7. Belum pernah aku merasa seperti ini dalam sebuah hubungan. Mungkin kalau dulu aku hanya sekedar naksir-naksiran saja. Tanpa ada perasaan mendalam. Hanya main-main. Begitu putus ya sudah. Tidak ada beban. Tidak ada drama. 

Terkadang aku memutuskan untuk bersama seseorang hanya karena aku tidak mau kesepian. Ya, sedangkal itu aku memandang arti sebuah hubungan. Bersama seseorang namun tidak memakai hati. Begitu cepatnya aku dapat melupakan hubungan itu. Aku tidak terlalu memikirkan apakah aku akan menikahi pasanganku atau tidak.

Beda halnya dengan Arman. Aku merasa aku mencintai dan dicintai seutuhnya. Bahkan dalam rentang hubungan kami yang seumur jagung ini aku merasa takut jika hubungan ini berakhir. Aku ingin bersama pria ini. Aku ingin menghabiskan hidupku dengannya. 

'Nay, kamu melamun apa sih?' tanya Arman saat kami sedang menunggu pesanan makanan kami datang.

Aku agak malu dipergokinya sedang melamun. Sungguh jauh sekali impianku itu. Bahkan aku sempat membayangkan mengenakan gaun pengantin...

'Kasih tau jangan ya?' jawabku asal untuk menutupi rasa maluku. Menunggu reaksi Arman. Biasanya dia akan kesal jika aku menggodanya seperti itu.

'Mulai deh... ga jelas...' Arman menjulurkan tangannya dan siap mencubit pipiku.

'Ampun... ehehehehe' aku terkekeh, berusaha menghindari cubitannya.

'Mikirin orang lain?' tanyanya sok cemburu. Padahal kutangkap kilatan jahil di matanya.

'Bukanlah.... mikirin yang di depan. Yang kalo ngerokok udah kayak cerobong asap."

Tawanya berderai mendengar jawabanku. Arman akhirnya hanya mengacak rambutku dan berkata, 'Awas aja kalo beneran mikirin yang lain ya... disintreuk geura' *(disentil - bahasa sunda).

Kemudian Arman meraih bungkusan rokok dari saku kemejanya. Aku memasang wajah sebal tapi dia hanya senyum-senyum. 

'Ga perlu diliatin kayak gitu juga sih... Emangnya bakal ilang gitu?' tanya Arman sambil menghisap rokoknya.

'Ya pengen aja sih... emang ga boleh gitu?' jawabku sekenaknya.

'Buat kamu apa yang ga boleh?'  ujar Arman dengan nada genit menggoda, berusaha membuatku tertawa.

Dan akhirnya aku pun memang tertawa, karena melihat tingkah konyolnya. Arman memang hanya bisa bercanda saat bersama denganku. Diluar itu,  dia orang yang cukup serius dan tidak banyak omong. 

'Oiya... ngomong-ngomong, bagaimana kabar Arya' tanyaku setelah puas cekikikan.

Tiba-tiba saja aku teringat dengan anaknya. Sudah cukup lama juga Arman tidak menceritakan padaku tentang anak sulungnya itu. 

Arman menghabiskan isapan terakhir rokoknya dan menghujamkannya di asbak. Kemudian dia menyulut lagi sebatang rokok baru. Aku menanti jawaban darinya dengan sabar. 

'Arya sehat.... ' jawabnya menggantung.

'Terus? Masa segitu aja kabarnya?' Aku menatap Arman penasaran. 

Loving You - MencintaimuWhere stories live. Discover now