Inikah Namanya Cinta?

102 2 0
                                    

Mataku sudah lelah namun aku tidak bisa berhenti membaca buku ini. Aku kaget saat melirik jam dinding di kamarku. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam! Sungguh, aku bagaikan membaca sebuah novel saja. Aku dibuatnya penasaran. Bedanya, tokoh di dalam buku ini adalah aku sendiri. Akulah yang mengalami semua peristiwa dan menjabarkannya dalam kata-kata. Saat ini aku hanyalah seorang 'penonton' yang melihat kilas balik kisah di dalamnya.....

Aku menghela napas.

Setiap kali membaca nama Arman, ada perasaan aneh yang menyelusup dalam hatiku.

Aku tidak tahu apa-apa mengenai pria yang namanya berulang kali kutulis dalam buku ini. Aku pun tidak ingat seperti apa wajah dan suaranya. Namun aku merasa bahwa pria itu bukanlah orang jahat.


Bandung, 31 Desember 2012

Diary, ini hari terakhir di tahun 2012. Ada banyak peristiwa yang terjadi di tahun ini. Bisa dibilang tahun ini berjalan dengan baik, walau ga bisa dibilang mulus-mulus amat hahahaaaa..... Apalagi kalo ada hubungannya sama si ibu ituh! Iya, si nenek sihir. Hih.

Yang pasti, ada seseorang yang mulai hadir dalam hidup aku.

Yap, ga lain dan ga bukan, Arman.

Dia sekarang udah intens telepon dan sms aku. Kalau nelepon juga bisa berjam-jam. Biasanya dia nelepon habis makan malam. Jadi pas udah nyantai gitu. Jam delapan atau jam sembilan aku sudah stand by dengan hp di tangan. Abis diangkat aku biasanya mabur ke kamar. Biar ga ketauan mama juga sih... Aku risih kalau teleponan depan mama. Lagian, nanti mama bisa marah kalau tau aku teleponan sampe tengah malem sama laki-laki.

Dan tau ga? Kemarin aku malah dianter Arman pulang.

Iya... jadi ceritanya gini. Aku kan kemarin ga bawa motor karena lagi masuk bengkel. Akhirnya aku naik angkot deh. Eh.... pas deket-deket jam pulang kantor en lagi bosen-bosennya (kerjaan aku udah beres), ada sms dari dia. Terus dia nanya-nanya aku lagi ngapain. Ya aku jawab aja lagi ngerjain yang ga perlu dikerjain, just for killing the time.

Abis itu dia bilang lagi, hujan ga ditempatku. Aku jawab, udah mendung tapi aku bawa payung. Dia heran, terus nanya lagi, 'Emang bisa naik motor pake payung ?'

Akhirnya aku bilang, 'Hari ini  saya ga bawa motor. Lagi di bengkel.'

Tau-tau dia langsung bales, 'Oh gitu.... Kalo pulangnya sama saya mau?'

Deg.

Aku langsung kayak yang kena setrum gitu. Seriusan nih?

Aku sengaja ga langsung bales. Eh dia kayak ga sabar gitu. Tau aku lagi diemin, dia sms aku lagi en nanya, 'Gimana? Boleh ga saya anter pulang?'

Habis mikir pro dan kontranya, akhirnya aku memutuskan untuk menerima tawaran Arman. Toh aku pikir juga dia orangnya ga macem-macem ini.

'Iya, boleh.' jawabku waktu itu.

Arman akhirnya sms lagi, 'Ok, kalo gitu tunggu saya ya di depan kantor. Jangan pulang dulu.'

                                                                               ***

Satu jam setengah menunggu waktu pulang itu terasa menyiksa. Selain antusias pun aku merasa deg-degan. Apakah aku sudah membuat keputusan yang tepat? Bagaimana nanti kalau terjadi sesuatu? 

Setelah disiksa dalam penantian, akhirnya waktu pulang pun tiba. Seperti biasa aku membereskan perlengkapan kerja dan memasukkan semuanya ke dalam laci meja kerjaku. Aku pun merapikan rambutku dan mengecek riasan di wajahku. Hidungku sedikit berminyak tapi kalau aku memakai bedak lagi nanti malah terlihat terlalu menor. Akhirnya aku memutuskan untuk apa adanya saja.

Loving You - MencintaimuWhere stories live. Discover now