Tentang Dia

29 2 1
                                    

'Aku tidak tahu apakah melupakanmu itu lebih menyakitkan daripada mengingatmu?'


Beberapa hari ini aku gelisah. Aku bahkan terbangun di tengah malam dan tidak bisa tidur hingga pagi menjelang. 

Semuanya kegelisahanku ini bermula saat aku menemukan folder berisikan foto-foto seorang pria di komputer. 

Tanpa keraguan sebuah nama muncul di benakku. Aku akhirnya melihat wajah Arman. Pria yang namanya berulang kali kutuliskan di buku harianku. Selama membaca tidak pernah terbersit dalam pikiranku untuk membayangkan wajahnya. Aku seperti keasyikan mengikuti alur cerita dan tidak mengindahkan seperti apakah sosok sebenarnya dari Arman. Namun lama-lama aku seperti dituntun untuk menyadari bahwa dia itu bukan tokoh fiksi. Bahwa dia itu nyata adanya.

Kusangka tulisanku mengenai dia yang mirip Piyu di awal perkenalan itu sedikit mengada-ada. Namun setalah aku melihat sendiri fotonya, aku pun percaya.  Dia benar-benar mirip dengan Piyu sang gitaris band Padi.

Arman memiliki rambut hitam yang dibelah tengah. Kulitnya agak gelap namun bersih dan tidak ada jerawat di wajahnya. Mata besar dan dalam itu dinaungi oleh alis yang tegas. Hidungnya yang cukup mancung itu pas benar dengan wajahnya.  Bibirnya yang lebar dan besar berwarna kehitaman, tanda dia perokok berat. Di beberapa foto dia sedang tidak sadar sedang difoto. Namun ada beberapa foto yang menunjukkan dia sedang menatapku dan tersenyum. 

Hatiku tidak karuan melihat tatapan dan senyum itu. Aku bisa merasakan kedua mata itu seakan berkata, 'Aku mencintaimu, Naya!'

Oh Arman... mengapa aku sampai bisa melupakanmu? Tidak ada secuil pun kenangan yang tersisa di memori otakku tentangmu. 


                                                                                        ***

Pagi ini setelah membalas pesan dari pelangganku, aku membulatkan tekad untuk mulai keluar dari belenggu kabut masa laluku. Ya, aku akan mengumpulkan informasi mengenai Arman. Ada beberapa alasan mengapa aku melakukannya. Pertama, aku merasa tidak tenang karena ada pecahan ingatanku yang hilang. Apapun itu, aku ingin mengetahuinya. Kedua, aku penasaran dan ingin mengetahui keberadaan pria itu sekarang. Apakah dia baik-baik saja? Ketiga, aku harus memutuskan apakah aku akan melangkah dari masa laluku atau berusaha untuk memperbaiki hubunganku dengannya. Aku tidak mau terus-menerus penasaran dan galau karena ketidakmampuanku mengingat masa laluku dengannya.

Ya, untuk saat ini aku tidak bisa menyimpulkan antara aku dan Arman sudah tidak ada hubungan apa-apa. Mungkin kami sudah tidak bersama sebelum aku kecelakaan.  Atau bisa saja komunikasi kami terputus karena aku kecelakaan... ah entahlah. Aku tidak pernah melakukan segala bentuk komunikasi dengannya. Tidak pernah ada telepon ataupun sms darinya. Pun tidak pernah ada pria yang mengaku bernama Arman yang datang menemuiku. 

Langkah pertama yang kulakukan adalah menemui salah satu teman kerjaku, Reina. Untung saja aku masih suka mengobrol dengannya di BBM. Aku beranggapan gadis itu memiliki informasi yang ingin kudapatkan. Mengingat aku cukup dekat dengannya, mungkin saja aku dulu pernah bercerita mengenai Arman padanya.... 

                                                                                 ***

Akhirnya setelah mengobrol dan janjian via BBM, aku dan Reina bertemu di cafe Ngopdoel Burangrang. Aku pilih tempat itu dengan pertimbangan tempat itu dekat dengan kantor dan Reina tidak perlu bersusah payah untuk mencapainya. Selain itu... aku pun ingin mengingat nuansa yang ada di cafe itu. Beberapa kali aku menulis bahwa aku menghabiskan waktu dengan Arman disana...

Setelah memarkir motor dan menaruh helmku di bagasi, aku pun mencari tempat duduk yang nyaman. Akhirnya kupilih meja yang berada di pojok kanan dan agak 'terpencil' dibandingkan meja lain. Aku sedang melihat-lihat menu saat terdengar suara langkah kaki mendekat. Akupun mendapati seorang gadis berkulit putih dan berambut panjang berdiri di hadapanku. Senyumnya mengembang, membuatku pun ikut tersenyum.

'Naya! Akhirnya kita bisa ketemuan lagi! Apa kabar?' tanyanya seraya merengkuhku dalam pelukan dan mencium pipi kanan dan kiriku.

Aku menggenggam tangan Reina dan mengajaknya duduk,  'Yah.. aku seperti inilah... Aku baik-baik saja... Kamu gimana? Sehat? Bagaimana kabar orang-orang kantor?'

Reina tertawa, 'Aku mah gini-gini aja, Nay. Ah, kamu tau ga? Ada anak baru di kantor dan langsung aja ga akur sama Ibu Lina! Kayak kamu dulu.'

Aku meringis, membayangkan situasi yang pernah kulalui dulu sekarang dirasakan oleh orang lain. 'Apa boleh buat ya... Ibu Lina memang seperti itu...' komenku pelan.

Reina menatapku dan meremas tanganku, 'Aku lega kamu sudah jauh lebih baik dari kondisimu waktu itu, Naya. Apa ingatanmu sudah pulih seluruhnya?' 

Aku menghela nafas dan menggelengkan kepala, 'Ya... sudah jauh lebih mending, Rei... Tapi... masih ada yang harus aku benahi.... Aku memintamu kesini karena memang ada yang ingin aku tanyakan...'

Kening gadis itu seketika berkerut, kemudia dia bertanya, 'Wah... ada apa Nay? Kok sepertinya serius?'

Aku tersenyum kecil, 'Bukan hal yang serius banget sih... Tapi emang aku penasaran aja...'

Reina nampak penasaran. Tapi semua yang berkecamuk dalam pikirannya ditahan. Dia kemudian memanggil pelayan dan memesan minuman. Aku pun memesan minuman dan makanan kecil untuk dimakan bersama. Aku merasa obrolan ini akan memakan waktu cukup lama.

Setelah pelayan pergi, aku lalu berkata, 'Aku mau bertanya soal Arman.'

Seketika juga wajah Reina terkejut. Tapi aku merasa gadis itu pun tahu bahwa aku sengaja mengajaknya bertemu untuk membicarakan hal ini.

'Oh... tentang Arman...' ujar Reina pelan. 

Aku mengangguk lalu meraih tasku. Lalu kukeluarkan buku harianku dan menaruhnya di meja. Reina menatapku bingung.

'Di buku harianku ini, aku mendapati tulisanku tentang hari-hariku bersama pria yang bernama Arman. Aku mencoba sekuat tenagaku untuk mengingatnya. Tapi percuma. Aku bahkan baru mengenali wajahnya setelah membuka komputer dan melihat folder file berisi foto-fotonya. Kupikir dengan membicarakannya denganmu, aku bisa mendapatkan informasi tentangnya.'

Reina menghela nafas dan meraih gelas minumannya, 'Apa kamu yakin ingin membicarakannya?'

Sungguh bukan reaksi yang kuharapkan. 

Kutatap Reina dan mengangguk dengan yakin, 'Ya, Reina. Aku ingin sekali mengetahui cerita apa pun mengenai Arman darimu. Aku tidak tahu harus bertanya kepada siapa.'

'Baiklah kalau begitu.... Aku harap bisa membantumu.' ujar temanku itu sembari tersenyum kecil. Kemudian dia menatap gelasnya yang setengah kosong lalu menatap menerawang ke luar jendela besar yang berada di belakangku. 

'Hmm... mulai dari mana ya? Aku memang sering mendengar cerita mengenai Arman darimu, Nay. Aku cukup mengetahui hubungan kalian. Meskipun kamu juga ga terlalu terbuka sih...'

Dan akhirnya keluarlah cerita mengenai Arman dari mulut gadis cantik itu. Bagaikan anak kecil yang sedang dibacakan dongeng, aku pun terhanyut dengan mendengar kisahku dari kacamata Reina. Terkadang aku tertawa. Di menit lain aku merasa galau. Dan... hatiku terasa sakit saat mendengar bahwa hubunganku dengan Arman berakhir.

'Jadi... aku putus darinya?' tanyaku pelan. Tenggorokanku tercekat. Jantungku terasa sakit. Seakan ada beban berat yang menghimpitnya. Aku tidak menyangka bahwa hubunganku dengan pria itu kandas.

Reina menatapku kasihan, 'Maafkan aku, Nay... Tapi itulah yang terjadi... '

Rasa penasaran yang bercampur dengan perasaan berbunga-bunga itu terhapuskan dalam sekejab. Aku tidak dapat mempercayai fakta yang baru diungkap oleh Reina. 

Reina meraih tanganku dan menggenggamnya erat. 'Nay, kamu ga apa-apa? Please jangan seperti ini Nay...'

Aku tidak bisa berkata-kata. Dadaku terasa sesak. Seakan ada yang menekan dan menghimpit jantungku. Mataku terasa panas 

Loving You - MencintaimuOù les histoires vivent. Découvrez maintenant