3 - First Bad Impression

8.4K 814 40
                                    

***

"Ellena Sridjaja?" Suara bass seorang pria terdengar ketika wanita bertubuh gempal bernama Mala mengantarkannya memasuki sebuah ruangan yang paling besar di dalam rumah angker itu.

Ellena menoleh ke asal suara, mendapati seorang pria mengenakan kaos kerah putih dengan logo Polo yang khas tampak menatapnya di balik meja. Rambutnya yang cukup panjang untuk ukuran pria kantoran, dibelah samping dan tampak kaku karena minyak rambut. Mata lebarnya yang tajam dibingkai oleh kacamata berbentuk bulat dengan bingkai hitam.

Kacamata bulat itu cukup besar dan kadang kala kacamata itu melorot ke hidung mancung pria itu, mengingatkan Ellena akan tokoh legendaris Gober Bebek yang mata duitan. Namun sayangnya dalam kasus ini, Ellenalah yang mata duitan dan dia sadar diri tentang hal itu.

Ellena menatap pria yang memanggil namanya itu selama beberapa detik, menilai penampilannya. Sempat terlintas di dalam kepala cantiknya bahwa ada kemungkinan pria itu adalah Melvern - bos yang dia cari, tapi begitu melihat penampilan pria itu yang nggak banget, Ellena meragukan tebakannya.

Mana mungkin seorang bos berpenampilan culun seperti itu?

Pepatah lama mengatakan, 'Jangan pernah menilai seseorang dari penampilannya'. Tapi seorang Ellena terlalu angkuh untuk mempercayai pepatah kuno itu. Menurutnya, wibawa seseorang didukung dari penampilan dan juga aset yang dia punya. Sungguh pemikiran yang teramat kekanak-kanakan untuk wanita berusia hampir dua puluh tujuh tahun seperti dirinya.

Namun ketika Mala memanggil pria itu dengan sebutan 'Pak' dan membungkuk segan sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua, barulah Ellena sadar bahwa dia sudah terlalu gegabah dalam menilai seseorang.

Ellena yang tadinya masih melirik Mala yang keluar dari ruangan tersebut, langsung menoleh ke arah pria itu, sadar bahwa dia membiarkan pria itu menunggu jawabannya terlalu lama.

Dengan tingkat kepercayaan diri yang sempurna, Ellena mendekati pria itu dan bertanya, "Pak Melvern?"

Dia kemudian mengulurkan tangannya di hadapan pria itu sembari tersenyum, memamerkan senyum terbaiknya. "Saya Ellena. Ellena Reinadeth Sridjaja."

Pria di hadapannya itu berdiri, membalas menjabat tangan Ellena, dan melakukan hal yang serupa. "Saya Melvern. Melvern Wijaya Hantara, pemilik dari perusahaan ini." Ucapnya memperkenalkan diri sambil tersenyum. Senyum yang cukup memikat untuk pria yang sepertinya terlihat berusia hampir kepala 4.

Dalam jarak sedekat ini, Ellena dapat melihat bahwa wajah pria itu benar-benar terawat.

Wajahnya putih, lebih putih daripada kulit Ellena, dan terlihat mengkilap. Saking putihnya pria itu, samar-samar terlihat semburat kemerahan di wajahnya, membuat Ellena yang seorang wanita merasa tersaingi karena kulitnya putih pucat. Dia tidak pernah bisa mendapatkan kulit merah merona jika tidak dibantu oleh blush on mahal bermerek Channel.

Sesungguhnya jika dilihat-dilihat dalam jarak dekat, pria itu lumayan juga. Hanya saja penampilannya yang benar-benar mengecewakan. Ellena baru sadar bahwa ternyata Melvern hanya mengenakan celana pendek sebatas lutut berwarna putih dan juga sandal jepit. Penampilan yang diluar ekspetasi untuk ukuran seorang bos, ditambah kondisi kantor yang lebih cocok disebut sebagai 'Rumah hantu', membuat aura wibawa Melvern meredup seketika di mata Ellena.

Tidak munafik. Etika berpakaian merupakan salah satu cara membuat seseorang menghormati orang lain. Dan cara berpakaian Melvern itu, membuat Ellena langsung membuang jauh-jauh rasa hormat terhadap calon bos-nya itu.

"Silahkan duduk, Nona Ellena." Ucap Melvern mempersilahkan. Dia tampak duduk kembali, sementara Ellena tampak kebingungan karena sama sekali tidak ada kursi di depan meja Melvern.

MY MONEY TREE (TELAH DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang