BAB 9 : TALI PENGHUBUNG

869 131 4
                                    

Dear Atha,
Kayaknya kalimat di lagu Cakra Khan beneran deh, memang kita takkan menyatu. Tapi Atha harus percaya kalau Netha bakal matahin persepsi itu. Kita bakal menyatu kok, selagi Netha yakin, pasti bisa.

INSIDE YOU

...


Suara ketukan pintu terdengar dari salah satu ruangan. Dengan tangan tergepal yang menyentuh gagang, Atha mencondongkan tubuh, memerhatikan para guru di dalam ruangan tersebut.

Tidak disangka, sama saja seperti murid. Ada guru yang tertawa terbahak menceritakan seseorang, lalu ada pula yang menyantap bekal dan memeriksa tugas para anak didiknya dengan memanfaatkan waktu yang ada.

Dan tebak saja apa yang dilakukan oleh wali kelasnya sekarang ...

Atha menahan napas, dimasuknya ruang guru dengan sopan lalu berdiri di hadapan perempuan paruh baya berkacamata itu. Beberapa tumpuk buku tersusun rapi di meja, di bagian kanan untuk yang belum diperiksa dan sebelah kiri yang sudah diberi tanda paraf.

Nilai? Secepat mungkin Atha yang melirik tumpukan itu,  kembali menegapkan tubuh saat perempuan itu sadar akan keberadaannya. Mustahil, jangan berharap hal baik terlalu banyak. Nilai hanya dapat dilihat saat ada tugas yang bersifat objektif dan ulangan tengah semester.

"Ibu ada panggil saya?" tanya Atha, mengangkat kedua alis.

Guru itu menganguk. Jeda sejenak, perempuan itu menyuruh Atha untuk duduk dengan gerakan sebelah tangan lalu menyelesaikan koreksi tugasnya. Buku bersampul biru dengan motif kotak-kotak jelas milik Atha berada di urutan terakhir.

"Apa ada yang salah dari tugas saya?" gumam Atha, memerhatikan pena merah yang mulai mencoret buku tersebut

Buku selesai dikoreksi, tanda paraf sudah tertera dengan rapi dan diletakkan bersama tumpukan di sebelah kiri. Diam-diam Atha mengembus napas lega.

"Ini bukan masalah tugas kamu, tapi sikap kamu," ucap perempuan itu tegas, memerhatikan anak didiknya dengan tajam. "Ibu dapat laporan kamu berani mengancam salah satu staff di sekolah ini."

"Staff," gumam Atha mengernyit, lalu memalingkan wajah, menunduk.

"Ah," Perempuan itu menopang kepala dengan sebelah tangan lalu menggeleng pelan. "Mungkin bukan cuma satu, tapi sudah jadi banyak sampai-sampai Ibu mendengar rumor kalau kamu-"

"Cinta sama uang?" jawab Atha secepatnya, diam-diam digepalkannya tangan ke lutut dengan erat, menahan rasa geram yang mendadak saja bersarang pada tubuhnya. "Saya akan melakukan segala sesuatu demi uang? Atau meminta bayaran dari setiap apa yang saya lakukan?"

"Iya," Guru tersebut membalas tegas. "Selain itu Ibu samar-samar mendengar kamu dihukum saat jam pelajaran sejarah dan membuat keributan di lapangan saat hukuman berjalan."

Atha tertawa pelan, menunduk. "Saya pikir sepertinya  sekolah ini tidak perlu dipasangi CCTV lagi, cukup mengandalkan rumor yang ada."

"Jadi apa yang tadi Ibu sebutkan ke kamu benar?" Atha mengangguk tenang, samar-samar dapat Atha lihat perempuan itu tersentak akan jawabannya.

"Kamu ..." Perempuan itu melepaskan kacamata, ditekannya kedua pelipis sejenak dengan kuat. Pena merah yang digenggam dengan sebelah tangan kini mengarah kepada Atha. "Apa kamu lupa kalau kamu satu-satunya siswa yang diberangkatkan untuk lanjut ke program kuliah internasional?"

Inside YouWhere stories live. Discover now