Bab 8. Kekeraskepalaan Chao Xing & Kemarahan Raja

45K 4.2K 111
                                    

Author Playlist :  Seasons of Waiting - Cecilia Liu

Waiting for summer, waiting for autumn

Waiting for the next season

I have to wait until the moon becomes full

In order for you to return to my side

Whether I want to see you again or not

I can't do anything about it, I still miss you

***

Enjoy!

***

Jian Gui bertanya-tanya di dalam hati; kenapa ia begitu tidak sabarnya untuk bertemu dengan Chao Xing? Tadi pagi ia baru saja tiba di istana setelah selama dua tahun ia menjalankan tugas yang diperintahkan oleh Sang Raja. Tugas Jian Gui tidak bisa dibilang mudah, acap kali ia harus terjaga sepanjang malam, ikut berjaga bersama prajurit-prajuritnya untuk memastikan tidak ada satu orang penyusup pun yang masuk ke dalam wilayahnya.

Namun di sisi lain, ia terkadang merasa iba saat melihat kondisi memprihatinkan rakyat dari Kerajaan Awan yang seringkali memohon dan mengiba padanya untuk diizinkan masuk ke dalam wilayah Kerajaan Angin. Mereka berharap mendapatkan perlindungan serta kehidupan yang layak di tanah Kerajaan Angin, namun hal itu pasti akan menimbulkan masalah baru untuk Kerajaan Angin, dan perintah adalah perintah. Selama dua tahun ia menutup rasa kemanusiaannya, menulikan telinganya, ia tetap dengan pendiriannya; melarang para pengungsi itu masuk ke dalam wilayahnya.

Jian Gui melepas napas panjang, menarik tali kekang untuk menghentikan kudanya. Hampir dua jam ia mencari keberadaan Chao Xing, menyusuri jalanan ibu kota, namun seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, sesulit itu jugalah ia menemukan keberadaan adiknya.

"Puteri mungkin sudah kembali ke istana, Pangeran," ujar Liu Bo Lin—salah satu panglima Kerajaa Angin. Selama dua tahun ini ia diberi tugas untuk membantu Jian Gui menjaga perbatasan utara. "Mungkin sebaiknya Anda kembali ke istana," usul Bo Lin. Panglima berusia tiga puluh tahun itu mengedarkan pandangannya ke setiap sudut, ikut mencari keberadaan sang puteri yang menurut laporan salah satu dayang Paviliun Taman Barat tengah berada di ibu kota untuk mencari udara segar.

Sungguh, Bo Lin sama sekali tidak mengerti kenapa seorang puteri bisa memiliki kebebasan sebesar itu untuk keluar istana, terlebih tanpa pengawalan yang semestinya. Bagaimana jika terjadi sesuatu? Tanyanya di dalam hati, dan sepertinya hal itu jugalah yang ada di dalam pikiran Jian Gui saat ini—Pangeran Pertama Kerajaan Angin itu terlihat sangat khawatir.

"Adikku masih berada di tempat ini," jawab Gui dengan ekspresi serius. "Aku bisa merasakannya," tambahnya serak. "Anak nakal itu harus diberi hukuman," ujarnya lagi setelah terdiam lama membuat Bao Lin tersenyum samar, menyadari betapa besar rasa sayang Sang Putera Mahkota pada Puteri yang tengah mereka cari saat ini.

Jian Gui baru saja hendak menyerah dan kembali pulang saat ekor matanya tidak sengaja menangkap sosok yang tengah dicarinya saat ini. Ia mengerjapkan mata berkali-kali, memastikan jika apa yang sedang dilihatnya memang Chao Xing.

Menahan keraguannya ia pun kembali melajukan kudanya, sedikit cepat untuk menyusul langkah Chao Xing yang tengah berlari sekuat tenaga, di belakangnya Gui melihat beberapa prajurit mengejarnya dan memintanya untuk berhenti.

Apa lagi yang dilakukannya sekarang? Tanyanya di dalam hati sementara Bo Lin mengikuti di belakangnya.

"Chao Xing?!" panggilnya dengan nada berat. Ia menghentikan laju kudanya, menghalangi langkah Chao Xing yang kini mendongak dan menatapnya tak percaya. Jian Gui gemertak, menahan marah saat melihat memar dan luka sobek di sudut mulut adiknya. "Naik!" perintahnya mutlak.

TAMAT -  CHAO XING (朝兴)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang