3. Pergi ke Rumah Teman Bibi Margareth

3.5K 528 16
                                    

Pagi ini turun hujan deras ketika aku mengantar Chloe ke rumah Bibi Margareth. Ayah bilang truk pengantar stok toko akan datang, jadi ia butuh bantuanku untuk menyusun barang. Aku berjalan dengan sepatu bot-ku beserta jas hujan lebar bersama Chloe di dalam gendonganku. Selama perjalanan, Chloe tak henti-hentinya berusaha menyingkap jas hujan yang kukenakan agar bisa memainkan air hujan. Cobaan pertama hari ini.

Bibi Margareth berkeras menahanku pergi karena angin kencang yang bertiup di luar. Bibi juga menghubungi Ayah dan memberitahukan kondisi cuaca di luar. Dia meminta agar aku berteduh di rumahnya dulu hingga cuaca sedikit membaik. Untungnya ayah mengizinkan. Ayah juga bilang bahwa aku tak perlu ke toko karena truknya mengalami masalah di jalan akibat cuaca buruk pagi ini.

"Nah, ini tehmu, Nao. Minumlah. Cuacanya dingin, nanti kau sakit."

Aku mengangguk, menerima gelas pemberian Bibi Margareth sambil merapatkan selimut yang kukenakan. Kepalaku fokus pada layar telivisi yang sedang menampilkan acara anak-anak. Mataku mengawasi Chloe yang sedang menarik-narik bajunya sendiri. Sesekali tangan Chloe juga menarik-narik rambut ikal keemasannya.

Tepat ketika Bibi hendak beranjak ke dapur, telepon di rumahnya berdering.

"Oh, ya, Tuhan. Siapa yang menelepon pagi-pagi begini?" gerutu Bibi Margareth sambil meraih gagang telepon. "Ya, halo?"

Aku kembali mengawasi Chloe, tapi sayup-sayup aku bisa mendengar pembicaraan Bibi Margareth.

"Oh, ya Tuhan. Aku lupa sekali! Baik, aku akan mengantarkannya hari ini juga. Apa? Tidak apa-apa. Barang ini penting untukmu. Aku akan segera mengantarkannya. Baiklah. Sampai jumpa."

Lalu kudengar suara grasak-grusuk di belakangku. Langkah kaki menaiki dan menuruni tangga terdengar ribut.

"Nao, bisa kau bantu aku sebentar?" pinta Bibi Margareth. Aku beranjak dari lantai dan melongok ke lantai atas.

"Apa yang perlu kubantu, Bibi?"

"Bisa tolong kau bungkus vas-vas bunga itu? Aku akan mengantarkannya kepada temanku."

Aku melihat dua buah vas berkuran sedang yang diturunkan Bibi Margareth dari gudang. Ukurannya tak terlalu besar, namun akan cukup merepotkan untuk dibawa-bawa kalau kami harus berjalan kaki menuju rumah teman BIbi. MAkanya, aku bertanya kepada Bibi ketika ia turun kembali dengan vas bunga terakhir. Totalnya ada lima vas bunga berukuran sedang.

"Ke mana kau akan mengantarkan vas-vas ini, Bibi?"

Sesaat wajah Bibi terlihat bingung ketika aku bertanya seraya membungkus vas-vas itu dengan kertas koran yang dibawakan Bibi Margareth dari gudang.

"Hah? Oh, temanku bekerja sebagai salah satu asisten rumah tangga di rumah seorang konglomerat di daerah The Royal Borough. Kau tenang saja, kita tidak akan berjalan kaki. Aku tidak akan mengambil risiko membuat lecet vas-vas mahal ini di tengah jalan. Lagi pula, jaraknya terlalu jauh. Kita akan menggunakan taksi."

Keningku berkerut seketika mendengar kata "The Royal Borough" yang diucapkan Bibi. Kata-kata itu mengigatkanku pada Marc, lelaki aneh tempo hari yang sekarang membuatku penasaran sekaligus kesal karena tingkah anehnya kemarin saat kutelepon. Aku tka lagi bertanya-tanya mengenai teman Bibi. Aku yakin ada lebih dari satu konglomerat di The Royal Borough. Namun, mengapa diam-diam aku berharap bertemu Marc secara tak sengaja di sana?

Aku menyelesaikan kegiatanku membungkus Vas. Semuanya terbungkus rapi dan berjejer di depan pintu. Kupakaikan mantel Chloe sebelum kami keluar rumah dan masuk ke dalam taksi yang sudah Bibi pesan.

****

Aku belum pernah datang ke tempat-tempat seperti ini sebelumnya. Rumah-rumah dengan tembok tinggi bagai istana, pagar-pagar dengan bentuk tralis bersulur unik, pilar-pilar tinggi serta kokoh menghiasi setiap rumah, dan tentunya halaman superluas yang bisa kugunakan untuk bermain kasti dengan teman-teman komplek perumahanku.

The Sky OccupantWhere stories live. Discover now