5. Mimpi Aneh

2K 296 14
                                    

Mimpiku aneh sekali semalam. Banyak cahaya putih, tapi aku yakin aku tidak sedang mati atau berjalan ke surga. Dalam mimpiku juga ada Ibu dengan cahaya putih mengelilinginya seperti aura yang menyilaukan. Aku hampir tak mengenali wajah ibu. Wajah Ibu tampak jauh lebih muda dan cantik, namun aku hafal betul senyumnya.

Ibu tak sendiri. Ada beberapa orang yang berpenampilan seperti Ibu—dikelilingi sinar putih di sekitarnya. Mungkin ada empat atau lima orang. Aku tak terlalu yakin. Dalam mimpiku, Ibu hanya berpesan agar aku menjaga Chloe dan membesarkannya dengan baik. Ibu bilang Chloe pasti akan tumbuh jadi anak yang manis dan pintar.

Namun hal itu belum sebanding anehnya dengan akhir mimpiku. Aku menemukan Marc berdiri di depan Altar. Menungguku dengan setelan tuksedo menempel sempurna di tubuhnya. Ada Dad mengiringiku berjalan menuju tempat Marc berdiri. Dapat dikatakan bahwa aku bermimpi menikah dengan Marc.

Sebagian orang bilang, mimpi dapat mewakili keinginan kita. Tentu aku tak setuju dengan teori itu kalau disandingkan dengan mimpiku kali ini. Aku tak ingin melihat ibu bersama malaikat bersinar di sekitarnya. Juga tak mau menemukan diriku benar-benar menikah dengan Marc. Ya ampun, ini mimpi buruk sungguhan.

Meskipun harus kuakui dekorasi altarnya sungguh cantik. Tetap saja, aku tak mau Marc berdiri di sana dengan senyum menyebalkannya.

Keesokan paginya aku terbangun dengan tubuh ringan. Terburu-buru bersiap berangkat ke sekolah untuk menyampaikan formulir beasiswaku. Chloe seperti biasa kutitipkan di rumah Bibi Margareth. Karena biasanya toko sepi pada hari Senin, aku sedikit berlama-lama di sekolah untuk melihat isi perpustakaan. Barangkali ada buku yang menarik.

Uang jajanku tak seberapa. Hanya cukup untuk membeli segelas es limun. Itu sebabnya aku lebih sering bermain ke perpustakaan ketimbang pergi ke kantin. Aku suka membaca, hanya saja tak mampu membeli buku. Aku menyukai buku-buku lama dengan tampilan usang. Itu membuatku merasa lebih keren. Tak banyak anak yang menyukai buku lama, kecuali Marc.

Aku pernah melihat koleksi buku Marc saat tersesat di perpustakaan pribadinya yang lebih seperti perpustakaan nasional. Dia bahkan membaca Pride and Prejudice! Aku sempat tak percaya kalau Marc yang membacanya. Barang kali buku itu salah satu bacaan orang tua Marc. Tetapi akhirnya Marc mengaku kalau ia senang membaca buku semacam itu, termasuk juga karya Shakespeare.

Perpustakaan ramai saat jam makan siang seperti ini. Beberapa siswa membawa makanan ringan ke dalam ruangan. Ada yang mengerjakan tugas, ada pula yang tertidur. Sungguh sayang tempat sebagus ini tak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Aku selalu suka perpustakaan sekolahku. Hanya di tempat ini aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam, berpetualang dari satu kisah ke kisah yang lain. Di saat yang lain sibuk berolah raga di lapangan, aku justru terlalu asyik berimajinasi.

Terdapat setidaknya sepuluh buku yang baru kulihat. Salah satunya bertema fantasi. Nama penulisnya tak tercetak jelas. Terkelupas bersama sampul buku berwarna hitam kusam. "The Sky Occupant", begitu judulnya. Para penghuni langit. Ekspektasiku mengacu kepada makhluk-makhluk di udara seperti burung, atau mungkin naga, bahkan manusia dengan sapu sihir. Namun, aku salah.

Terdapat golongan putih dan golongan hitam. Hal yang biasa ada dalam setiap cerita fantasi. Golongan putih--yang mereka sebut Faasi-- dan golongan hitam--yang mereka sebut Lonan. Dikisahkan Lonan dahulu adalah bagian dari Faasi sebelum salah satu Arkie--sebutan untuk kesatria lelaki Lonan--jatuh cinta kepada seorang manusia. Faasi yang sejatinya melarang seluruh penghuni langit jatuh cinta kepada manusia, menjatuhi hukuman kepada Arkie dengan membuatnya tak bisa kembali ke langit. Begitulah kira-kira ceritanya sehingga kehidupan damai di langit terbagi dua.

Masih ada sekitar 400 halaman yang harus kubaca sebelum mengetahui seluruh cerita mengenai Faasi dan Lonan bagian pertama. Kututup buku tebal tersebut dan kubawa ke meja resepsionis. Walaupun aku hampir yakin tak akan ada yang berminat membaca buku ini selain aku karena tampilan sampulnya yang kuno, setidaknya aku perlu membawanya pulang. Aku harus bergegas kembali ke kelas karena jam istirahat telah berakhir sejak lima menit aku terlena membaca buku. Mr. Anderson--guru praktikum Kimiaku pasti akan mengamuk, tapi setidaknya aku sudah menyiapkan alasan cukup bagus.

The Sky OccupantWhere stories live. Discover now