Chapter 6. Dia

29 1 0
                                    

Sejak pertemuan terakhir itu, Bill beberapa kali menghubungiku lewat telepon. Tentu saja dia mendapatkan nomor telepon rumahku dari Nic. Aku tidak pernah memberikan informasi apa-apa padanya. Namun dia selalu dapat mengetahuinya dengan mudah dari Nic. Terima kasih untuk Nic, kakakku yang tidak bisa menyimpan rahasia. Tapi pada akhirnya aku tidak berkomentar apa-apa mengenai hal itu. Toh aku pun tidak merasa terganggu dengan telepon Bill.

Aku menghabiskan waktu cukup lama setiap mengobrol dengannya,  meskipun tidak ada topik penting yang harus dibicarakan. Dia selalu menanyakan kabarku sebelum berbicara topik lain. Terkadang dia membicarakan cuaca di tempat dia berada saat itu. Kadang dia membicarakan film yang baru ditontonnya atau musik yang sedang didengarkannya. Atau pernah dia meneleponku saat dia sedang terjebak di sebuah pesta yang membosankan namun dia tidak bisa kabur dari tempat itu!

Bill...

Sungguh,  aku senang mendapatkan perhatian darinya. Gadis mana yang tidak senang diperhatikan? Tapi, jangan tanya apa hubunganku dengannya. Jujur saja aku tidak tahu harus mengartikannya sebagai apa. Teman? Kawan? Kekasih?

Well... Dia memang mengajakku kencan. Dia menyatakan dirinya tertarik padaku. Tapi, hanya itu saja kan? 

Sampai saat ini pun aku tidak tahu perasaanku padanya seperti apa.

Getaran-getaran perasaan itu memang ada. Namun, aku tidak merasakannya sebagai perasaan romantis. Entahlah.... Mungkin aku memang sulit untuk jatuh cinta. Aku selalu ragu-ragu untuk urusan yang satu ini. Sudah terlalu banyak contoh hubungan yang gagal dan berakhir tragis di depanku. Bibiku, sepupuku dan ibuku sendiri semuanya bercerai dan berpisah dengan cara yang tidak baik. Dengan kondisi seperti itu, pada akhirnya, aku selalu melihat hubungan antara pria dan wanita itu sebagai suatu hal yang rumit, berbahaya dan menyakitkan.

Aku tidak mau terjebak pada lingkaran yang sama.

                                                                            ***

Hari sudah siang namun aku masih berbaring di ranjangku. Kepalaku rasanya berat, tenggorokanku sakit dan badanku terasa lemas. Nampaknya aku terkena flu karena cuaca yang begitu buruk. Nic sudah menelepon Diana dan mengabari kalau hari ini aku tidak bisa masuk kerja. Apa boleh buat. Aku tidak bisa bekerja dengan baik dengan kondisi seperti ini.  Pertimbangan lainnya, aku tidak mau menulari flu pada para pelanggan.

' Hei, kau tidak apa-apa kalau kutinggal? ' tanya Nic sambil meraba dahiku yang agak panas.

' Sudahlah. Kau berlebihan sekali. Ini hanya flu. Jangan sampai kau tidak bekerja gara-gara menemaniku.' balasku dengan suara parau.

Nic menghela napas lalu beranjak ke pintu. Kemudian dia menoleh dan berkata, ' Telepon saja aku kalau kau membutuhkan sesuatu, oke? '

Aku mengangguk dan melambaikan tanganku padanya agar dia cepat pergi. Aku tidak mau merepotkan Nic. Selama aku masih bisa menanganinya sendiri, aku tidak akan meminta bantuannya.

Aku pun menghabiskan waktuku dengan berbaring dan membaca majalah lama.  Saat aku akan bangun dan membuat sesuatu untuk makan siangku dan Mom, tiba-tiba pintu kamarku terbuka.

' Mandy, makanlah sedikit sayang.'

Mom datang dengan membawa semangkuk sup ayam dan segelas teh. Semuanya dalam keadaan panas dan mengepulkan asap. Mom menaruhnya pada meja kecil di samping ranjangku. Aku segera duduk dan menyandar pada kepala ranjang.

In Another Land (Sebuah Kisah Fiksi Rolling Stones)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن