Chapter 9. Tentang Kita

3 0 0
                                    

Saat kita tidak ingin menyakiti siapa pun, mungkin saat itulah tanpa sadar kita sudah melakukan hal yang sebaliknya

'Mandy, hei... Mandy...'

Aku tersentak dari lamunanku. Maureen menatapku heran. Aku tersenyum gugup padanya dan mengalihkan pandanganku pada ruang restauran.

'Nampaknya kamu sedang sibuk sekali memikirkan sesuatu.' tanyanya dengan nada penasaran.

'Tebakanmu benar, Maureen. Aku memang sedang gelisah.'

Gadis berambut sebahu itu mendekatkan wajahnya padaku lalu berbisik, 'Sesekali makan es krim sambil ngobrol bukan dosa, sweetie? Let's have a girl talk.' 

Aku mengangguk mengiyakan dan gadis itu pun tertawa kecil dan berkata, 'Nah sekarang aku harus mencuci tumpukan piring kotor yang sudah menantiku.' Maureen meremas tanganku sebelum membalikkan badannya dan menuju dapur.  

Aku menghela napas dan kembali menyemprotkan cairan pembersih pada meja yang kotor dan berminyak. Kemudian aku mengelapnya sekuat tenaga, berusaha untuk mengenyahkan sisa saus dan kotoran yang menempel hingga tidak bersisa sedikitpun. 

Well, ini mungkin sudah kesekian kalinya aku berbuat 'dosa' di tempat kerja. Bukan tidak mungkin kalau melamun terus mungkin lama-lama aku akan dipecat! 

                                                                       *******

'Hah, yang benar saja Mandy? AAAAAAAA.....' Maureen membelalakkan matanya seakan tidak percaya dengan perkataanku. Kemudian dia menyesap strawberry milkshakenya dan kembali menatapku penasaran, 'Tapi yang benar saja... masa dua laki-laki itu bisa berdiri di depan pintu apartemenmu pada saat yang BERSAMAAN?!'

'Aku tidak bohong. Mana kutahu kalau Bill dan Adam bisa seperti itu. Sama sekali tidak kurencanakan.' desisku malu karena teriakan Maureen sempat membuat kami diperhatikan oleh orang-orang di cafe. 

'Terus, apa yang terjadi berikutnya? Apakah mereka langsung baku hantam? Atau apakah kau sampai harus memanggil pemadam kebakaran untuk mendinginkan api cemburu yang menggelora?' kali ini nada suara Maureen menggoda dan jahil. 

Aku terdiam, malah rasanya aku bingung untuk mendeskripsikan kejadian yang terjadi selanjutnya.

'Waktu itu Bill hanya tersenyum lalu menyerahkan bunga dan obat-obatan yang dibawanya. Kemudian dia berpamitan dan pergi. Adam pun tidak berlama-lama. Setelah itu pulang. Bukannya aku berharap terjadi sesuatu. Namun semuanya berlangsung begitu saja, tidak ada yang berkata-kata. Sampai saat ini mereka sama sekali tidak ada yang menghubungiku.'

Mendengar jawabanku Maureen bersiul, 'Memang susah ya jadi gadis cantik. Diperebutkan oleh laki-laki sampai seperti itu.'

'Aku tidak suka, seperti mempermainkan perasaan orang.' balasku sedih.

'Loh, kan kau tidak salah apa-apa.' sergah Maureen sambil memainkan sedotannya. Kemudian dia menambahkan, 'lagi pula, wajar kan kalau kau mempertimbangkan dulu mana yang lebih baik diantara dua lelaki itu?'

Aku tidak bisa memberikan komentar apa apa pada gadis di hadapanku itu.

Maureen menyedot minumannya hingga habis lalu meraih tisu untuk membersihkan mulutnya. Dia memperhatikan sekeliling lalu berkata, 'Memangnya diantara mereka mana yang kau sukai? Maksudku, apakah kau memang sudah ada perasaan lebih pada salah satu diantaranya?'

'Jika kau menanyakan itu, aku pun tidak tahu jawabannya. Aku suka Adam. Dia baik, hangat dan perhatian. Tipe laki-laki yang akan dengan mudah kau sukai. Rasanya tidak ada hal yang rumit jika kau sedang bersamanya. Lalu.... Bill... bersamanya seperti mimpi. Ya, kau tahulah dia berbeda dengan kita. Tapi dia sama sekali tidak sombong atau suka membanggakan hartanya. Dia sangat sederhana untuk ukuran seorang rockstar. Aku merasa nyaman bersamanya'

'Wow..... Mandy, mungkin kau memang membutuhkan waktu untuk memikirkan dua lelaki itu. Mendengarnya saja rasanya kepalaku mau meledak. Apalagi dirimu yang mengalaminya yaa.... brrrrrrr....'

Aku terkekeh.... mengangkat bahu, lalu menyendok eskrim di hadapanku yang sudah meleleh karena sama sekali tidak kusentuh selama aku bercerita. 


                                                                              **********


Sepulang dari cafe, aku langsung menuju dapur dan membuat bubur jagung untuk ibuku. Setelah selesai memasak dan menyendok semangkuk kecil aku lalu mengantarkannya pada kamar ibuku. Ibuku masih belum tidur dan saat kusodori mangkuk itu dia pun mulai memakan buburnya pelan-pelan.  Aku menungguinya makan hingga dia mendorong mangkuk itu dari hadapannya. Hari ini lumayan banyak yang dimakannya, lebih baik dari kemarin-kemarin. Setelah memberikan obat lalu kubetulkan selimutnya. Ibuku harus banyak istirahat karena tubuhnya sangat ringkih. 

'I love you mom....' kukecup keningnya lalu keluar kamarnya pelan-pelan. 

Aku duduk di meja dapur yang temaram karena lampunya sebagian kumatikan. Aku paling suka berdiam diri di suanasana yang seperiti ini. Rasanya lebih nyaman untuk berpikir dan menenangkan diri.  Aku lalu memikirkan lagi percakapanku dengan Maureen beberapa jam yang lalu. Aku sama sekali tidak merasa bangga dengan kondisiku sekarang. Malah aku merasa tidak enak karena seperti gadis plin-plan dan tukang mempermainkan perasaan orang.

Aku terlalu asik dengan pikiranku sendiri saat kusadari telepon rumah berdering. Bergegas aku berusaha mengangkat telepon itu. 

'Mandy, ini aku..'

Aku terkejut mendapati suara diseberang sana. 

'Mandy aku tidak tahu apakah kau masih mau menerima teleponku atau tidak. Maafkan aku meneleponmu selarut ini. Aku hanya ingin mendengar suaramu.'

Saat itulah aku tahu aku tidak bisa membohongi perasaanku.

'Bill...'


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 06, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

In Another Land (Sebuah Kisah Fiksi Rolling Stones)Where stories live. Discover now