Terlambat - 5

1.6K 200 29
                                    

Masihkah kau mengingatku? Meski ratusan purnama kulalui tanpa lelah mengeja namamu.
_________

Membiarkan Nia menangis hingga lelah, mungkin lebih baik. Karena Alif tidak tega jika memberondong Nia dengan pertanyaan yang berlarian di kepalanya.

Kenapa Nia berlari-lari di pinggir jalan, saat jalanann sedang ramai dan cuaca sedang terik? Shooting video klip lagu India?

Ada apa dengan Nia yang menangis sambil mengais-ngais aspal? Mencari koin? Atau sekedar menajamkan kuku seperti kucing?

Hatinya patah? Memangnya hati Nia serapuh ranting pohon jambu? Lalu, siapa yang mematahkan? Apa Alif perlu membawanya ke sangkal putung khusus hati?

Setelah dirasa Nia aman di kamarnya, Alif menuju dapur. Mengambilkan segelas air putih yang kemudian dibawanya ke kamar Nia. Alif hanya meletakkan di atas meja. Melirik sekilas Umbel yang meringkuk di kasurnya, Alif memilih keluar.
 

****

Alif menerima kedatangan Damar di kantor miliknya. Lebih tepatnya rumah sederhana yang dikontrak Alif untuk dijadikan kantor.

"Diangkut sendiri, Mar?" Damar mengangguk. "Perlu dibantu?" tawar Alif. Damar menggeleng sambil tersenyum. "Nggak usah. Deket aja dari sini. Tinggal ditali aja udah beres." Alif terkekeh.

"Katanya mau ke Nganjuk, Mas? Nggak jadi?" Alif tersenyum masam dan menggeleng. "Adikku nggak mau. Mumpung aku senggangnya sekarang, dia malah nggak mau diajak."

Damar menepuk pundak Alif. "Ya udah, aku pulang dulu. Makasih," pamit Damar. Belum sampai langkah Damar mencapai teras, Alif menyusul segera. Ia hendak memberitahukan sesuatu.

"Mar, kalau ada temennya yang minat laptop bekas, aku ada di rumah. Tadi pagi muridku minta tolong dijualkan." Damar mengangguk.

"Ok. Eh, rumah di mana? Nanti aku langsung lihat ke sana." Damar ingat jika adiknya yang baru masuk SMA sedang membutuhkan laptop. "Adikku kemarin minta laptop, tapi belum aku carikan."

"Selatan kampus, Mar. Gang Mahoni, rumah gerbang besi yang buat kos-kosan cewek." Damar tampak mengingat-ingat. Ia kenal daerah sana. Selain dekat dengan kampus tempat ia menempuh pendidikan, juga gang tersebut ada kos temannya dulu.

"Depan rumah ada kios jual galon. Udah, kalau bingung nanti telpon saja." Damar mengacungkan ibu jarinya.

****

Umbel tidak tampak di kamar. Lalu, di mana gadis itu? Sudah hampir senja. Alif khawatir gadis itu hilang arah. Meski masa kecilnya dihabiskan di lingkungan daerah ini, sepuluh tahun lalu tentu tak sama persis dengan sekarang. Alif mencari Nia dari kamar tidur. Menelisik di bawah kolong  ranjang, di dalam lemari, bahkan di dalam laci. Mungkin saja Nia mendadak mengempiskan diri saking sedihnya dan masuk ke dalam laci.

Berlanjut ke kamar mandi. Alif memastikan Nia tidak menceburkan diri di dalam bak mandi, karena ditengoknya tidak ada tubuh Nia di dalam sana. Memastikan di dalam lubang WC? Alif yakin Nia tidak mungkin masuk ke sana. Nia tidak suka bau busuk. Memastikan tidak ada, pencarian Alif beralih ke kamar ibunya yang kosong. Tentu saja, karena Darmi masih berada di warung makannya. Ruko tempat Darmi berjualan, berjarak tiga ruko dengan tempat foto copy langganan Alif. Ya, yang pemiliknya mengadopsi komputer jualannya.

Berteriak-teriak lantang memanggil nama Nia, Alif berjalan keluar rumah. Di pinggir jalan ia celingak-celinguk dengan tangan berkacak pinggang.

"Cari siapa, Mas?" Seorang gadis cantik dengan paha berkilauan karena keringat, bertanya pada pemilik tempat kosnya.

"Adikku, Ndah. Dia ke mana, ya?" Gadis bernama Indah tampak mengingat-ingat sesuatu.

"Cewek yang kemarin dateng itu?" Alif mengangguk antusias.

"Tadi keluar sama Bu Dar. Kayaknya ikut ke warung. Soale sambil bawa bakul nasi." Alif lega. Informasi barusan membuat kekhawatiran pada Umbel, lenyap seketika.

"Makasih, Ndah." Indah mengangguk. Ia segera pamit masuk karena perutnya lapar minta dijejali mi instan yang baru saja dibelinya dari warung dekat rumah kos.

****

Nasi berlinang kuah merah bumbu bali tak sedap lagi di mata Nia. Saat ia meratapi hatinya yang patah dan berserakan, Darmi meminta tolong padanya mengantarkan ke warung. Tidak mau terlihat mengenaskan, Nia pun menurut. Toh, di kamar sendiri dan meratap hampa malah membuat kegalauannya kian menjadi.

Warung Darmi kehabisan stok nasi. Karena sudah menjelang malam, stok yang diambil juga sedikit. Biasanya Alif yang mengantar jemput. Karena anak tersebut belum nampak pulang, Nia lah yang dimintai tolong. Semenjak kemarin Nia menempati kamarnya dulu, Alif tidur di kantor lembaga bimbel-nya. Di sana ada dua kamar. Satu kamar untuk Alif tidur, satu kamar lagi untuk ruang kerja. Tempat menyimpan modul, juga kelengkapan lainnya.

Ia memang lapar. Makan hanya pagi saja, karena Nia pikir siang hari akan diajak makan Alif saat perjalanan ke Nganjuk. Rencana itu gagal, makan pun gagal. Begitu Nia disuguhi makanan oleh Darmi, rasa laparnya menguap. Hampir saja ujung sendok bertatap muka dengan mulut Nia, sosok yang menyebabkan hatinya patah datang. Bersama seorang perempuan. Bergandengan tangan mesra, memesan makanan. Tak lama, karena si perempuan pergi lebih dulu.

Dalam kesedihannya, Nia menatap Damar yang tersenyum ramah pada Darmi. Sorot terluka tampak jelas di mata Nia. Padahal belum tahu hubungan jenis apa antara Damar dengan perempuan tadi. Belum tentu juga telinganya sehat wal afiat saat mendengar kata 'nikah kita' kemarin. Namun, hati Nia terlanjur mengartikan demikian. Tentu saja karena masalah Damar, adalah hal sensitif bagi Nia. Sekecil apapun. Meski hanya bercanda sekali pun.

Sepuluh tahun ia bertahan, untuk menolak hubungan yang berkali-kali ditawarkan lelaki lain padanya. Wajar jika ia amat sensitif.

Begitu langkah Damar hendak keluar dari warung Darmi, Nia bergegas berdiri. Langkahnya sedikit terburu mengejar lelaki itu. Tepukan pelan pada punggung, membuat Damar menoleh. "Ya, Mbak. Ada apa?"

"Mas Damar ... masih inget sama aku nggak?" Damar mengerutkan dahi.

"Sepuluh tahun lalu Mas Damar pernah berjanji, akan menerima cinta gadis kecil jika dewasa nanti."

Tubuh Damar membeku.

_____________

Udah repost mpek bab ini nih....
Makin penasaran nggak sama versi cetaknya? Di versi cetak akan ada quote di setiap bab nya loh ... eaaa 😂😂

Jangan lupa, Ready Januari 2108

Terlambat (End-Terbit)Where stories live. Discover now