Terlambat - 8

1.4K 166 55
                                    

Meski lamat, mengingat namaku saja itu sudah cukup.
__________


"Mas Damar, sekolahnya di SMA mana?" Damar meletakkan gelas minuman yang ia teguk habis. Sudah selesai. Minuman juga sudah habis. Saatnya untuk pamit pulang.

"SMA yang deket lampu merah situ. Kenapa?" Nia tampak memutar bola matanya. "Yang deket sama SD kamu." Nia mengangguk paham.

"Berarti, satu sekolah sama saudara Nia. Namanya Alif. Kalau nggak salah sekolahnya di situ juga deh, Mas. Nia pernah ke sekolah itu. Diajak ke kantinnya. Dibeliin pentol goreng. Tapi pedes banget. Dikasih cabe kebanyakan," cerita Nia penuh semangat. Damar mendengarkan, sambil mengingat nama Alif mana yang dimaksud Nia. Seingatnya, nama Alif tidak hanya satu di sekolah. Seperti nama Nur, Siti, Ana atau Dewi. Yang bisa puluhan dalam satu angkatan. Hampir setiap kelas punya nama itu. Mengabaikan ocehan Nia, Damar memilih memberesi bukunya ke dalam tas.

"Kamu suka pentol di sana? Nanti mas bawakan." Nia mengangguk senang. Tapi, ia ingat sesuatu.

"Nggak usah deh, Mas. Beliin Nia pentol yang lewat aja. Ya, Mas? Mau, kan?" Damar mengangguk. Diacaknya rambut Nia yang berponi, gemas.

"Mas pulang dulu. Jangan nakal." Nia menatap punggung Damar yang berlalu. Setelah dilihat laki-laki itu menghilang di balik pintu, Nia memberesi bukunya. Belum sampai senua buku berhasil ia masukkan, suara Damar yang berjalan masuk kembali ke arahnya, menghentikan gerakan  Nia.

"Dek, ada pentol lewat, tuh! Ayo, mas beliin." Mendengarnya, Nia segera berlari menghampiri Damar. Berpegangan tangan, Nia mengikuti Damar berjalan menuju gerbang.

****

Damar mengingat Nia. Tidak banyak, karena ingatan itu masih bercampur-campur dalam kepalanya. Mengingat saat SMA dulu, ia tidak hanya memiliki murid privat Nia seorang. Ada dua anak yang ia ajar. Ada juga tetangganya sejumlah lima orang, belajar di rumahnya setelah magrib.

Tapi, berbeda rasanya jika mengingat rumah dan gadis yang duduk di sampingnya, dengan meja kecil sebagai batas kursi keduanya mengobrol. Murid lesnya yang lain, rata-rata dekat dengan rumah. Damar menyaksikan mereka tumbuh besar. Begitu melihat Nia, yang lama tak bertemu. Rasanya agak kikuk. Seolah-olah ia bertemu dengan seorang anak yang sudah besar. Sudah sama-sama dewasa. Itu seperti Damar merasa dirinya seperti bapak yang sudah tua. Menggelikan sekali.

"Sekarang di mana?" Damar membuka obrolan.

"Di Surabaya. Kan, Mas Damar aku pamitin juga pas mau berangkat dulu." Damar terkekeh. Ia agak lupa. Waktu itu Nia mengatakannya sambil bercerita tentang saudaranya yang selalu menarik rambut dan poninya. Di ujung obrolan, Nia mengatakan kalau setelah kelulusan ia akan pindah ke Surabaya. Damar tak begitu menanggapi. Ia hanya mengiyakan acara pamitan Nia. Toh, setelah ujian Nasional, ibunya Nia tak lagi memintanya datang. Damar menganggap Nia tak butuh guru les lagi.

"Iya, ya. Aku lupa. Sekarang, sudah pulang lagi?" Nia mengangguk. "Iya, Mas. Sementara aja tapi. Ada tugas skripsi di Nganjuk. Tapi belum ke sana. Nunggu Alif senggang," alasan Nia. Padahal memang dirinya yang membuat acara ke Nganjuk batal.

"Kapan ke Nganjuknya?" Nia tampak berpikir. Melihat Alif yang sibuk mengajar setiap hari, kemungkinan besar bisa mengantarnya hari sabtu seperti rencana awal. "Sabtu besok, Mas. Minggu mau menginap di sana."

Damar menunduk sejenak. Kemudian kepalanya menoleh pada Nia. "Aku antar saja, ya. Boleh?"

Tanpa berpikir dua kali, Nia mengangguk antusias.

___________ TBC _________

Ciao.... happy new year ya guys!.
Apa resolusi kalian? Kalau emak sih nggak muluk2. Cuma bisa lebih baik aja dalam segala hal. Brojolin karya, brojolin anak juga (alias nambah momongan).

TERLAMBAT bentar lagi open PO loh. Tinggal tunggu waktu aja. Kayak gini penampakannya.

Berapa harganya? Dapat dibeli di mana aja? Dapet apaan? Ntar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Berapa harganya? Dapat dibeli di mana aja? Dapet apaan? Ntar ... tunggu 2 hari lagi ya. See you. Semoga kalian yang membeli, juga dapat barokah. Hitung-hitung bantu emak buat biaya dedek. 😉

Terlambat (End-Terbit)Where stories live. Discover now