P. 14 - Emas Putih

14.2K 485 21
                                    

halllo selamat malam. ah sudah berapa lama saya tidak melanjukan cerita ini. hihihi. terimakasih semuanya yang sudah memberikan bintang dan juga komentarnya. terimakasih juga buat yang udah baca dan udah nunggu cerita ini dari awal sampai saat ini. pokoknya terimakasih banyak buat kalian :*

semoga part ini menghibur yah :*

----------------------------------------------

Farlant POV

           Aku menatap selembar foto yang ada di tanganku kini. Senyum manisnya sejak dulu tak pernah pudar meski senyum itu tak lagi ditujukan padaku. Tuhan, aku begitu mencintainya, berikan aku kesempatan untuk kembali memilikinya. Aku tahu, aku memang tak pantas untuk mendapatkan hatinya lagi, namun rasa cintaku begitu besar untuknya, bahkan sampai saat ini aku tak bisa menggantinya dengan wanita manapun.

              Aku meletekkan foto tersebut ke dalam laci meja kerjaku. Waktunya makan siang, dan seperti biasa aku pergi makan siang kali ini sendiri. Baru saja aku bangkit dari dudukku, pintu terbuka dan menampilkan sosok pria yang ku hormati sekaligus aku benci. Dia yang menerimaku dengan suka rela di hotel ini dan dia pula yang merebut gadisku.

              “Farlant, untuk hari ini aku minta maaf karena tak bisa ikut makan malam dengan keluargamu. Salam untuk mereka. oh ya, lusa aku akan kembali ke Swiss jadi aku serahkan hotel ini sepenuhnya padamu.” Alvist tersenyum ramah. Senyum yang selalu terkembang saat ia belum mengetahui jika pria di masa lalu gadisnya adalah aku. Aku bingung, kenapa Alvist bisa seprofesional ini jika kami berbicara mengenai pekerjaan.

              Aku mengikuti permainannya. Bagaimanapun, urusan pekerjaan dan urusan cinta adalah dua hal yang sangat berbeda. Aku tak bisa membawa masalah itu dalam pekerjaan kami. “Baik Tuan. Akan saya sampaikan kepada orang tua saya. Dan, untuk masalah hotel saya akan berusaha memajukan hotel ini seperti orang-orang kepercayaan Tuan di Jepang, Korea dan seperti Tuan sendiri yang mengelolanya di Swiss.” Aku mengangguk pasti.

              “Baiklah, kalau begitu saya permisi.” Alivist berbalik dengan meninggalkan senyumnya. Aku menghela nafas panjang. Tak ada waktu lagi, aku harus menemui Viska.

***

Alvist POV

              Viska menatapku dengan tajam, meminta penjelasan kemana aku akan membawanya. Aku masih diam dan fokus pada jalanan tol yang cukup padat ini. kami masih di wilayah Jakarta, jadi tak heran jika jalanan tol ini begitu padat, terlebih ini jam makan siang.

              “Alvist, jawab. Kau mau mengajakku kemana?” tanyanya lagi, kali ini suaranya geram menahan emosi.

              “Sudah, kau diam saja. Nanti juga kau tahu.” Jawabku dengan santai. Aku suka melihatnya yang tengah menahan emosi ataupun tengah marah-marah padaku.

              “Alvist, jawab atau aku tak mau bicara denganmu.” Ancamnya yang kuindahkan.

              “Baiklah. Lebih baik kau tidur sayang.” Jawabku yang makin membuatnya geram. Dan akhirnya dia menyerah, ia membanting punggungnya pada punggung jok dan menghadapkan tubuhnya pada jalanan, ia benar-benar tak mau melihatku karena merajuk. Tapi, aku tak perduli, setelah aku membawanya ke tempat itu, ia akan memelukku dan akan berterimakasih padaku.

              Rasa bosan itu menyelimutiku saat kulihat Viska malah asik dengan dunia mimpinya. Namun, biarlah, aku tahu dia lelah. Lagian, kami juga sudah akan sampai. Aku memarkirkan mobilku di pelataran parkir yang tak cukup luas ini. senyum itu mengembang dibibirku saat melihat deretan gundukan tanah yang telah rapi dihiasi rumput hias.

Jodoh Pasti BertemuWhere stories live. Discover now