Bagian 23 - Kenyataan Pahit

39K 2.7K 183
                                    

Hal teraneh yang kutemui pagi ini adalah, sebuah selimut yang membalut tubuh lelapku.
Aku bangkit dari tidurku menyadari tadi malam tidak ada selimut yang kugunakan. Kemudian, ketika aku bangun aku menemukan Rangga sudah tak ada di Ranjangnya.

Aku sendirian.

Dan sialnya, saat aku menyadari hal itu, jam dinding sudah menuju kearah angka delapan. Panik. Aku langsung berlari ke kamar mandi dan menyelesaikan segalanya secepat mungkin.

Tidak lama untukku menyelesaikan kegiatan pagi, dan memakai seragam. Hanya 10 menit. Dan aku berlari menuruni tangga sambil mengikat dasi abu-abuku.

"Non Emil."
Aku berlari ke mobil, dan mendengar suara ART memanggilku. Benar saja, bibi sudah berjalan tergesa sambil membawa kotak bekal. 

"Ini sarapan non. Bibi di suruh sama den Rangga, non."

"Emang Rangga kemana, bi?"

"Gak tau non. Udah pergi dari setengah jam yang lalu. Telepon aja non."

Aku berpamitan kepada ART paruh baya tersebut. Lalu melanjutkan langkah ke mobil. Untuk segera berangkat bersama pak Yayan. Dan syukurlah, pak Yayan sudah siap saat itu. Dan mengantarku dengan cepat.

Tiba di depan gerbang sekolah. Jantungku mendadak berdetak hebat. Aku merasa takut. Sangat takut. Tapi, aku ada ulangan matematika hari ini. Ah, aku memaksakan langkahku sambil merunduk.

"Emil." Aku menghentikan langkahku ketika mendengar suara seorang pria yang tak asing bagiku. Rangga.

Dan wanita di samping pria itu tampak tersenyum dengan manisnya.

"Hai, kau sudah bangun? Kau silahkan masuk, kami sudah mempermisikan bahwa kau akan datang terlambat."

Aku hanya diam. Sesaat aku memang merasa begitu senang karena Rangga begitu baik dengan datang ke tempat ini. Namun tangan wanita itu yang dengan santainya memegang tangan Rangga membuatku begitu kesal.

"Terimakasih." Aku membuang pandanganku kearah lain. Lalu melangkah masuk ke ruanganku.
Dan sepanjang hari itu aku benar-benar merasa kesal. Semangatku benar-benar hilang entah kemana. Sepanjang jam di sekolah pun kuhabiskan hanya dengan berdiam diri. Sambil terus berpikir.

Kenapa wanita itu harus ada di rumahku. Baiklah, rumah Rangga.
Kenapa aku bisa bangun terlambat separah itu hari ini.
Kenapa wanita itu harus ikut kesekolahku, dan menyentuh Rangga dengan bebas?
Mengapa!

Dan mengapa pria tua itu diam saja? Apa dia malah merasa senang karena iblis merah itu?
Benarkah!  Menyebalkan!  Dasar pria tua tidak tahu diri.

"Emil?" Suara bu Eliska menyadarkanku dari lamunanku.

"Ya bu, "

"Kau baik-baik saja? "

"Baik bu." Aku menatap kembali papan tulis di hadapanku, dan menyibukan diri mencatat materi hari itu.

"Mil, apa yang tadi bersama Rangga adalah Nata?"

"Ah, bu? " guru berkacamata itu semakin mendekat kearahku sebelum akhirnya berbisik.

"Bukankah kau lebih setuju sepupumu itu bersama dengan ibu?"

Aku memandang lekat kearah wajah excited nya. Merasa bingung. Dan setelah sekian detik barulah aku mengerti.

"Ya, tentu." Aku tersenyum canggung kearahnya.

"Natalie, wanita itu lebih cocok jadi pemeran antagonis di sinetron. Menyebalkan." Wajah Eliska benar-benar serius ketika mengatakannya. Seperti ada dendam mendalam kepada Natalia. Apa dia benar-benar menggilai Rangga?

*

"Aku benar-benar membencimu Rangga!" Aku membanting pintu kamar dengan kesal!

Pria itu membuka seluruh pakaiannya di hadapanku. Bagaimana aku bisa bersikap tenang?

"Hai emil." Natalia terlihat begitu cantik malam ini. Dan terlihat begitu formal dengan gaun setengah pahanya. "Bisa kita bicara?"

Aku tidak menjawabnya. Hanya mengikuti langkahnya yang membawaku ke sebuah kamar. Kamar tempatku tidur dulu. Saat baru menikah dengan Rangga.

Aku menghela napas berulang. Menenangkan diriku yang sempat tidak terkontrol karena ulah gila Rangga.

"Ada apa, kak?" Ini pertama kalinya aku mengobrol dengan Nata. Dan aku memilih memanggilnya kaka, karena usianya yang memang terlihat jauh diatas diriku.

"Duduklah."

Aku duduk di tempat tidur disana. Lalu mulai mendengarkan Natalia.

"Aku dan Rangga dulu adalah sepasang kekasih. Kami saling mencintai sampai pernah berencana untuk menikah."

Wanita itu tersenyum sebentar sebelum dirinya kembali melanjutkan ceritanya. Dan aku hanya diam. Mendengarkannya tanpa berniat berkomentar apa pun. Dan entah mengapa, mendengar mereka pernah mencintai, ada perasaan nyeri di dadaku.

"Kami bahkan pernah bertunangan."

Nata memegang sebuah cincin ditangannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nata memegang sebuah cincin ditangannya. Cincin emas dengan permata di sekelilingnya. Terlihat begitu mewah.

"Sayangnya aku sempat membuat kesalahan, yang membuat kami bertengkar hebat." Natali menghela napas tampak menenangkan perasaan dirinya.

"Lalu kalian menikah, bukan?"

"...."

"Aku mengenal Rangga dengan baik, Emil. Kau bukanlah tipenya. Gadis polos sepertimu tidak akan bisa masuk kedunia kami."

Aku tertegun mendengar perkataan Natali, namun aku mencoba tetap tenang.

"Dia akan kembali padaku. Aku mengenal dirinya dengan baik."

Natali tersenyum senang kepadaku tampak memamerkan kemenangannya yang tidak kuketahui atas dasar apa.

"Puaskan saja dia bersamamu. Baginya kau hanya gadis kecil. Dan jelas kau bukanlah tandinganku."

"...."

"Jadi, aku tidak akan mempersalahkanmu."

"...."

Senyum Natali semakin melebar begitu selesai dengan kata-katanya. Aku masih terdiam kepalaku terasa pusing. Aku ingin marah, aku ingin berteriak melawan Natali. Namun semuanya terasa tenggorokanku tercekat.

Ya tuhan aku benar-benar merasa malang sekarang.

***

Typo manusiawi.

Kedepan-kedepan-kedepan hubungan mereka akan semakin memanas hahahahahahahhaaa *ketawa jahat

Selamat hari minggu 😊😊
Yang punya ig: silahkan follow ig author @dindayann
Makasih 🙆🙆

Eh iya informasi.
Buku author yang pertama

when miss ugly married mr perfect 

Udah tersedia di Gramedia terdekat lohya 😊😊
Ada yang mau beli mungkin? Haha😙😙

Buku si Rangga sama si Emil, thor?

Dalam proses haha

Lah, ceritanya aja belum kelar 😂😂

My (not) Perfect Groom (RE-PUBLISH GMG 2021)Where stories live. Discover now