Air yang Tenang

15.9K 1.4K 4
                                    

Hari-hari berlalu dengan lambat di istana. Sudah sepuluh hari sejak kematian Putri Mei Xiu dan istana masih diselimuti warna putih di setiap sisinya. Istana seperti mati suri. Kaisar Li Qiang memutuskan untuk mengurung diri di kediamannya selama masa berkabung. Tak banyak yang terjadi, tapi rumor itu menyebar secepat angin yang bertiup.

Xiara duduk di gazebo yang ada di taman paviliunnya. Matanya memandang lurus ke depan. Ke kolam buatan yang tenang.

"Mingxing, saya membawakan teh untuk Anda." Dayang Yuan berkata sesopan mungkin. Diperhatikannya Xiara yang tengah duduk melamun menatap kolam yang dipenuhi bunga teratai.

Sikap junjungannya yang kian hari kian pelit bicara sungguh membuat Dayang Yuan bingung. Kadang ia merasa seperti telah melakukan kesalahan sehingga Xiara memilih untuk mendiamkannya. Sesungguhnya ia ingin mengetahui apa yang ada di pikiran Xiara. Ia cemas apa yang terjadi di istana akan mempengaruhi Xiara. Terlebih rumor yang beredar belakangan semakin hari semakin tak terkendali.

"Letakkan saja, Lao Yuan." Xiara berkata lembut tanpa mengalihkan pandangan dari kolam. Manik kelabunya seperti terkunci pada sesuatu yang ada di sana.

Mengubah posisi duduknya, Xiara mengalihkan pandangannya pada cangkir porselen berlukis bunga-bungaan yang baru saja diletakkan Dayang Yuan. Dengan gerakan anggun, dia mengambil cangkir dan mengamati air teh yang beriak di dalamnya.

"Menurutmu mana yang benar, Lao Yuan?"

"Ya?" tanya Dayang Yuan bingung. Kerutan samar terbentuk di keningnya yang sudah mulai keriput.

Xiara tersenyum misterius. Dengan tenang ia mengangkat cangkir teh dan meminumnya perlahan-lahan. Seolah tak peduli dengan kerutan Dayang Yuan yang semakin dalam, gadis itu memejamkan mata menikmati aroma teh hijau yang menenangkan.

Meletakkan cangkirnya, Xiara menjawab dengan senyum yang sulit diartikan. "Yang mana yang menurutmu lebih cocok untukku, pembawa nasib buruk atau Putri yang dikutuk?"

Dayang Yuan membelalakkan matanya. Mulutnya terbuka namun tak ada kata yang terucap. Ia berlutut dengan perasaan campur aduk. Melihat sikap tenang Xiara selama ini, Dayang Yuan berpikir junjungannya itu sama sekali tak tahu menahu tentang rumor yang beredar mengenai dirinya.

Sungguh Dayang Yuan tak bisa memahami Xiara. Jika ia telah mendengar rumor buruk itu, lantas mengapa ia hanya diam dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa?

"Mingxing ...."

"Rumor seperti debu yang tertiup angin, Lao Yuan. Terbawa tanpa terlihat kehadirannya. Menyebar dengan cepat tanpa bisa dihalangi. Lalu bagaimana kau bisa berpikir rumor itu tak sanggup mencapai diriku?" tanya Xiara dengan ekspresi yang berubah serius. Tatapan matanya sedingin air di lembah utara, siap membekukan siapa saja yang berani menyelaminya.

Tanpa menunggu jawaban Dayang Yuan, Xiara kembali melanjutkan, "Aku tidak tuli, Lao Yuan. Tidak juga sepolos seperti yang Lao Yuan pikirkan. Aku harap Lao Yuan tidak lagi bersikap keras pada para dayang muda hanya untuk menjaga perasaanku."

"Hamba bersalah, Mingxing, hamba pantas menerima hukuman," ucap Dayang Yuan seraya membenturkan kepalanya ke lantai. Tentu saja ia tahu maksud dari Xiara. Pagi ini, ia menghukum dua orang dayang muda karena mereka membicarakan rumor itu meski ia sudah dengan jelas melarang semua dayang dan pelayan Paviliun An membuka mulut mengenai hal yang belum tentu benar itu.

"Sejujurnya, aku sama sekali tidak tersinggung. Aku tahu Lao Yuan sangat peduli padaku, karena itulah Lao Yuan melakukan semua itu. Akan tetapi, sembarangan menghukum orang yang tidak melakukan kesalahan tidaklah benar. Aku berharap Lao Yuan bisa lebih bijaksana lagi di masa depan." Melihat Dayang Yuan yang ketakutan, Xiara menghela napas dan mengembalikan ekspresinya seperti semula.

My DestinyWhere stories live. Discover now