Firasat Buruk

12.7K 1.1K 41
                                    

Kaisar Li Qiang berjalan cepat memasuki gerbang Istana Timur. Sebelum pergi ia ingin lebih dulu bertemu wanita itu, wanita yang sudah membuatnya merasakan sensasi aneh yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Yang Mulia!"

Menghentikan langkahnya, Kaisar Li Qiang tersenyum pada wanita cantik dengan gaun putih gading yang membungkuk di hadapannya. Sejurus kemudian membantu wanita itu berdiri dan mengangkat wajahnya yang tertunduk.

"Ada apa, Fang-hua? Kau marah padaku?" Kaisar Li Qiang bertanya dengan senyum simpul. Ia tahu Selir Yihua hanya akan bersikap sedemikian kaku padanya jika suasana hatinya terhadap Kaisar sedang buruk.

Selir Yihua tersenyum masam. Ia menggeleng pelan dan berkata, "Mana mungkin wanita biasa ini berani. Bahkan jika Yang Mulia melupakan janji pun  saya hanya bisa menelan kekecewaan dan kemarahan untuk diri sendiri."

Kening Kaisar Li Qiang berkerut samar. Ia sudah sangat mengenal sifat Selir Yihua yang demikian ini, bahkan dulu hal itulah yang membuat Kaisar tertarik pada wanita itu dulu. Mengingat kembali janji yang disebut-sebut selirnya itu, Kaisar Li Qiang akhirnya tersenyum saat menemukan apa yang dicarinya. Ia mendekat ke arah Selir Yihua dan memeluk pinggang wanita itu.

"Jadi bungaku benar-benar sedang marah," ucapnya diiringi sebuah seringai. Ia menarik Selir Yihua hingga berbalik ke menghadap arah yang sama dan membawanya menyusuri jalanan batu menuju paviliun milik wanita itu.

Dalam hati Kaisar Li Qiang mengeluh karena terpaksa berbelok dari tujuan awalnya, tapi ia harus melakukannya demi ketenangan Istana Timur. Ia harus menjaga para wanitanya tetap dalam keadaan dingin selama ia pergi agar tidak ada yang terbakar saat ia kembali.

"Jadi saya masih bunga kesayangan Yang Mulia setelah kehadiran bunga baru yang sepertinya jauh lebih menggoda?"

Mendengar Selir Yihua menggunakan kata 'menggoda' membuat Kaisar Li Qiang merasa tak senang. Wanita itu seolah menyamakan Xiara-nya dengan wanita-wanita jalang di rumah bordil. Jelas Xiara lebih baik dari mereka. Bahkan jika dibandingkan dengan Selir Yihua, Xiara tetap jauh lebih baik.

Menarik napas panjang. Kaisar Li Qiang menghentikan langkah dan memosisikan diri berhadapan dengan Selir Yihua. Ia akan pergi keluar istana dan meninggalkan wanita yang cemburu di dekat Xiara hanya akan membuat wanitanya itu dalam bahaya. Kaisar Li Qiang tahu istana para wanita jauh lebih berbahaya dari medan perang.

"Kau satu-satunya bungaku, Fang-hua." Kaisar menjawab dengan sabar. Ia membalas tatapan menuntut Selir Yihua dengan sebuah senyum manis.

"... karena dia adalah permataku,” lanjutnya dalam hati.

***

"Mingxing ...."

"Aku baik-baik saja, Lao Yuan." Xiara tersenyum lembut. Melihat raut cemas Dayang Yuan setelah mereka kembali ke Paviliun An membuat suasana hati Xiara sedikit membaik. Ia merasa bahagia karena Dayang Yuan begitu setia dan peduli padanya.

Setelah melihat Kaisar Li Qiang bersama Selir Yihua dalam perjalanannya kembali dari paviliun Selir Mingmei, mendadak suasana hati Xiara menjadi begitu buruk. Sebenarnya Xiara tidak ingin bersikap begitu kekanakan dan menjadi tak senang hanya untuk hal-hal kecil, tapi hatinya tak bisa diberi pengertian.

Xiara sudah tahu bahwa hal seperti itu akan terjadi. Kaisar Li Qiang tidak hanya memiliki dirinya sebagai istri, tapi juga enam wanita cantik lain yang semuanya memiliki hak sama. Memelihara rasa cemburu hanya akan menyulitkan dirinya, Xiara mengerti akan hal itu. Akan tetapi, hatinya tidak.

"Aku ingin istirahat sebentar, jangan ganggu aku sampai waktu makan siang tiba," ucap Xiara. Ia berdiri dan segera mengambil langkah menuju ruang tidur setelah Dayang Yuan mengiyakan perintahnya.

Langkah Xiara terhenti di depan ranjang yang masih tertutup tirai. Ranjang itu adalah saksi pergulatan pertamanya bersama seseorang yang mungkin sudah puluhan kali bermain di ranjang-ranjang wanita lain.

Memejamkan matanya, Xiara tersentak saat sepasang lengan kukuh melingkari pinggang rampingnya dengan tiba-tiba. Ia sudah akan berteriak, tapi aroma khas yang begitu maskulin membuatnya mengurungkan niat.

"Aku merindukanmu." Kaisar Li Qiang berkata dengan suara berat. Ia meletakkan dagu di pundak Xiara dan perlahan membenamkan wajah di leher wanita itu. Menikmati aroma lavendel yang membuatnya merasa damai dan bergairah di saat yang bersamaan.

Xiara tersenyum dengan pipi merona merah. Ia merasa risi dengan sikap Kaisar Li Qiang, tapi di sisi lain ia juga menikmatinya. Sensasi embusan napas laki-laki itu entah bagaimana terasa menyejukkan alih-alih menggelitik bagi Xiara.

Mendapati Xiara hanya diam, Kaisar Li Qiang memilih bertanya, "Kenapa kau diam saja? Kau tidak merindukanku?"

"Tentu saja tidak."

Kaisar Li Qiang menaikkan sebelah alis. Ia melonggarkan pelukan pada pinggang Xiara dan menarik kepalanya menjauh. Dengan tidak sabar ia menarik Xiara hingga berbalik menghadap dirinya. Ia lalu mengamati wajah wanitanya itu dengan sungguh-sungguh.

"Berbohong pada kaisar adalah sebuah kejahatan serius, kau tahu?" tanyanya dengan alis berkerut saat didapatinya Xiara hanya tersenyum dengan ekspresi tenang seperti biasa.

Xiara tersenyum lebar. Ia menatap manik hitam milik Kaisar Li Qiang dan menjawab, "Saya tidak berbohong, Yang Mulia. Rindu saya sudah menguap ke udara saat mendengar suara Yang Mulia."

Kaisar Li Qiang tertawa dengan suara pelan. Ia tidak tahu Xiara juga pandai berkata manis. Jika wanita lain yang berkata demikian mungkin Kaisar Li Qiang akan merasa muak. Akan tetapi, mendengar Xiara mengatakannya justru membuat Kaisar Li Qiang  merasa senang.

Kaisar Li Qiang meraih tangan Xiara dan meletakkannya di pipinya. Menyadari hal itu, Xiara tersenyum dan mulai mengusap rahang laki-laki itu dengan perlahan dan penuh kelembutan.

Memejamkan mata, Kaisar Li Qiang menikmati setiap sentuhan Xiara. Ia tidak pernah merasa begitu terbuai oleh sentuhan wanita seperti saat ini. Tanpa sadar ia berkata, "Sihir apa yang kau gunakan padaku, Xiara? Aku seperti akan tergila-gila karenamu."

"Saya bukan penyihir." Xiara menarik tangannya kembali dan menatap Kaisar Li Qiang dengan senyum tipis.

Membuka mata, Kaisar Li Qiang mengerjap memandangi bibir merah Xiara yang membentuk garis setengah melengkung. Ia tak bisa menahan diri lebih lama lagi.

"Aku harus meninggalkan sebentar," lirihnya hampir tak terdengar.

"Ke mana?" Xiara bertanya, tanpa dasar mengungkapkan kekecewaan dalam nada suaranya.

Kaisar Li Qiang menghela napas. Ia ingin tetap tinggal, bahkan tak ingin pergi sedetik pun  dari wanita ini. Akan tetapi, tugasnya sebagai kaisar bukanlah perkara yang bisa ditawar. Alih-alih menjawab pertanyaan Xiara, ia justru berkata, "Beri aku ciuman perpisahan!"

Itu permintaan dari seorang kaisar, yang artinya itu adalah perintah dan Xiara akan menjalankan perintah itu dengan senang hati. Ia memejamkan mata dan membiarkan begitu saja saat bibir Kaisar Li Qiang mendarat di bibirnya. Awalnya mereka hanya saling menempelkan bibir, lalu ciuman itu menjadi lebih menuntut. Panas dan bergairah.

Xiara mengalungkan lengan di leher Kaisar Li Qiang. Entah kenapa ia menikmati ciuman itu lebih dari ciuman pertamanya dengan Kaisar Li Qiang. Saat semuanya berakhir, mereka berdua saling menempelkan dahi dengan napas terengah. Perlu beberapa saat bagi keduanya untuk mengisi kembali paru-paru mereka.

"Aku akan kembali untukmu, secepatnya." Kaisar Li Qiang berkata dengan suara serak. Ia merengkuh wajah Xiara dan sekali lagi mengulangi ciuman mesra mereka.

Xiara tidak mengerti, tapi ada perasaan aneh dalam dirinya yang menuntunnya untuk tidak melepaskan Kaisar pergi. Perasaan itu seperti ... sebuah firasat uruk.

My DestinyWhere stories live. Discover now