1. Pelanggan Kue berhati Dingin

15.2K 445 16
                                    

Harta yang kita miliki bukan menjadi kita malas akan kerja keras.
🌹🌹🌹

Zavair Ramadina, gadis berumur 22 tahun masih single memiliki tinggi badan 160, berkulit putih bersih, hidung mancung, dan memiliki sepasang mata yang standar.

Ia berprofesi sebagai pastry pembuat roti, cake, dan aneka kue lainnya di surlie bakehouse.

Gadis berpakaian tunic menutupi bagian paha dan bercelana longgar. Ia mengoleskan lipstik berwarna merah muda menyerupai warna bibirnya. Zava meraih tasnya di atas nakas dan keluar dari kamarnya.
Buru-buru ia turun dari tangga ke meja makan.

"Nak, makan dulu gih. Bunda udah masakin nasi goreng teri kesukaan kamu."

"Hmm aku bawa aja ya, Bun. Soalnya udah telat nih." Zava melirik jam di tangannya.

"Ya, udah, diminum jus alpukatnya ya." Zava mengangguk. Meraih gelas yang berisi jus alpukat kesukaannya dan meneguk sampai habis.

"Bunda, Ayah.. Zava berangkat kerja dulu ya." Ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Tangan gue dicium nggak?" celetuk Hafizh.

Tak...

Tangan Zava mendarat di kepala Hafizh, adiknya yang songong tapi perhatian.

"Au sakit tau!" Ia merintih kesakitan.

"Salah sendiri nyebelin," jawab Zava sinis.

"Udah sanah gih berangkat, tar berantem lagih." Akhlan menenangkan kedua anaknya.

"Iya, Ayah. Ya, udah, Zava berangkat. Assalamu'alaikum."

Hendak ingin pergi, Zava mengusap rambut Hafizh kasar. Ia berlari sambil tertawa kecil.

"Ish! Mba Zavaaaa!!" Hafizh kesal rambutnya diberantakin oleh kakaknya.

Kebiasaan Zava membawa motor ke tempat kerjanya. Walaupun ia orang berada, tapi tak pernah ia tunjukan kekayaannya karna harta bukanlah untuk ditontonkan kepada orang lain yang hanya sekedar dipuji.

Harta adalah titipin dari-Nya, yang bisa diambil kapanpun yang Allah mau. Harta bisa jadi ujian bagi kita. Kelak di akhirat nanti akan ditanyakan untuk apa harta itu.

Setelah menghabiskan waktu 30 menit di perjalanan. Ia memakirkan motornya dan buru-buru masuk ke toko.

Ia segera memakai pakaian putih panjang layaknya pakaian seorang pastry. Di dapur, ada seorang pria berpostur tubuh tinggi nan berisi yang sibuk membuat adonan kue.

"Mas Yusuf."

"Eh Zava, baru berangkat kamu?" Yusuf melirik sekilas dan melanjutkan mengolah adonan.

"He he iya, Mas. Maaf ya aku telat." Zava menyengir kuda.

"Iya nggak apa-apa ko santai aja. Ya, udah, nih lanjutin bikin adonan kuenya. Saya mau list pesanan pelanggan dulu." Ia tersenyum kepada Zava.

"Oke, Mas." Zava menuruti perintah Yusuf karna ia adalah pemilik toko sekaligus atasan pastry yang mengontrol pembuatan kue.

Selesai membuat kue, ia bisa bersantai tapi bukan Zava namanya kalau tidak bisa diam. Ia menemani Salwa di bagian kasir.

"Wa, pembelinya ko belum datang juga." Ia menghampiri Salwa yang sibuk memandangi Yusuf.

"Hey!" Zava menyenggol lengan Salwa.

"Eh iya Zav, kenapa?"

"Hmm ginih nih yang pagi-pagi udah zina mata." sindir Zava.

"Apaan si, eng-engga ko. Aku ga zina mata." Salwa gelagapan saat dirinya tertangkap basah sedang memperhatikan Yusuf. "Ah iya aku mau ke toilet dulu ya. Tolong jagain dulu ya, Zav."

"Hmm dasar."

Tak lama kemudian, seorang pria bertubuh jangkung dan memiliki mata yang tajam berwarna coklat membuka pintu toko surlie bakehouse. seketika mata Zava menatap lama pria yang baru saja masuk ke toko.

"Mba.. halo?" Pria itu mengibas-ngibaskan tangannya ke depan Zava.

"Ah i-iya kenapa? ada yang bisa saya bantu?"

"Mmm saya mau, roti cream cheese nanas, puff apel, green tea cake, cinnamon roll sama pesanan kemarin yang."

Mendadak tangan Zava berhenti mengambil aneka kue di etalase. Ia mendengar sebutan panggilan 'yang' dari pria yang ada di hadapannya.

"Maaf ya mas kita kan baru pertama kali ketemu. Kenal juga enggak, udah manggil sayang-sayang. Kalau manggil sayang itu mas harus ke rumah aku dulu, minta izin ke Ayah terus ngelamar." Deretan ocehan Zava membuat pria yang ada di depannya mengerutkam keningnya, heran.

"Saya belum lanjutin. Maksud saya, pesanan kemarin yang chifon oreo." Jelasnya yang menampilkan wajah datarnya.

Dasar aku! Bego, bego, bego!, batin Zava.

"Mba denger ga, apa yang saya omongin?!"

"Gausah ngegas kali, Mas. Nih pesanannya!"

"Ini uangnya. Makasih." Ia menjawab singkat dan padat membuat amarahnya semakin meledak.

"Dasar pria jutek! Nyebelin! Belagu! Iishh kesel." Ia menghentakan salah satu kakinya.

Salwa mengelap tangannya yang basah dari toilet. Ia melihat Zava memaki-maki orang tapi yang ia lihat hanyalah angin kecil yang lewat.

"Kamu ngomong sama siapa sih?"

"Ngomong sama angin!" Zava pergi meninggalkan Salwa yang sedang kebingungan karna tingkahnya yang aneh.

Gelapnya malam membuat semakin sedikit pembeli yang berdatangan. Karyawan lainnya membereskan dalam toko sebelum pulang.

Zava memperhatikan Salwa yang kebingungan sedari tadi. Seperti mencari kendaraan datang menjemputnya.

"Sal, kamu kenapa? Ga ada yang jemput?" Tanya Zava.

"Iya nih Zav, kamu bisa ga anterin aku pulang?"

"Hmm sayangnya ga bisa Sal, soalnya tadi Bunda nyuruh aku pulang cepet." Salwa tertunduk memasang muka masam.

Melihat Yusuf hendak membuka pintu mobil, Zava memikirkan suatu ide.

"Mas Yusuf." Teriak Zava.

"Iya, Zav. Kenapa?" Merasa namanya dipanggil, ia mendekati Zava. Seketika Salwa tertunduk malu.

"Mas, aku mau minta tolong boleh?"

"Boleh aja ko, emang mau minta tolong apa?" jawab Yusuf santai.

"Tolong anterin Salwa pulang ya, Mas. Kasian kalo pulang sendirian naik ojek tar takut kenapa-napa."

Wajah Yusuf yang dari tadi tersenyum mengharapkan Zava pulang bersamanya berubah menjadi datar. Yusuf memang menyimpan rasa kepada Zava semenjak ia melamar kerja di tempatnya. Ada rasa ingin melamar Zava sebagai kekasih halalnya, tapi ia urungkan.

"Mmm karna permintaan kamu, saya anterin Salwa pulang."

Salwa mendongakan wajahnya ketika Yusuf mau mengantar ia pulang tapi ia tundukan kembali kepalanya karna Yusuf memandanginya.

"Mmm makasih ya, Mas," ucap Salwa.

"Iya sama-sama."

Mereka berdua akhirnya pulang bersama tapi posisinya Salwa duduk di kursi belakang. Ia tidak mau duduk berdua dengan yang belum makhromnya. Sejujurnya ia tidak enak hati karna posisinya seperti supir dan majikan tapi Yusuf faham maksud Salwa.

Zava bernafas lega karna Yusuf mau mengantar sahabatnya pulang. Di satu sisi ia tertawa kecil saat mobil Yusuf pergi. Kemungkinan sahabatnya merasa gugup satu mobil dengan orang yang ia cintai dalam diamnya.

🍒

Assalamu'laikum maaf nih baru update 😂 ini versi revisi ya. Bagaimana ceritanya? Smg bisa bikin kalian tehibur yah. Oh iya saya minta maaf karna udh jarang bgt update cerita maaf ya 😢 krna wktu dlu sbuk tugas terus. Skrang alhamdulilah udah lulus jadi insya Allah akan rutin update kaya dulu. Mohon doanya aja ya.

Jangan lupa nabung untuk beli buku Aya & Arkaaaa 😍😍
Semangat terus ya puasanya 😊

Mr Cold ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang