5 - Sikap Dingin

7.6K 608 28
                                    

"Seriusan, aku ikut gabung dengan kalian di sini nggak apa-apa?" tanya Ratih sungkan. Ia jadi canggung sendiri, padahal baik Giri atau Gandhi malah terlihat santai-santai saja, tidak keberatan. Tetapi, Ratih tetap merasa tak enak.

"Tidaklah. Ngapain kamu merasa ganggu kita? Slow saja, Rat." Gandhi lantas membalas dengan gaya santai.

"Benar yang dibilang, Gandhi. Aku yang ngajak kamu ke sini, Rat. Kamu jangan merasa kamu ganggu acara kami," timpal Giri diiringi oleh sunggingan senyum bersahabatnya.

Ratih menganggukkan kepala. Ia tak harus merasa canggung sebenarnya. Mereka bukan orang asing yang baru bertemu beberapa kali.Jalinan pertemanan mereka bertiga sudah dimulai sejak duduk di bangku SMA. Dirinya, Giri, dan juga Gandhi bahkan sempat ikut dalam satu kegiatan ekstrakulikuler yang sama dulu.

Saat masih berpacaran dengan Giri pun mereka bertiga sesekali pergi bersama untuk jalan-jalan. Ratih juga kerap menemani Giri ke kediaman Gandhi bermain games. Jadi, rumah pria itu bukan tempat yang baru baginya.

Hanya saja, sudah hampir tiga tahun belakangan, khususnya semenjak tak lagi terlibat hubungan asmara dan putus dari Giri. Ratih tidak pernah berkomunikasi dengan Gandhi.Dan sekarang, malah ikut bergabung dalam acara untuk memeringati hari kelahiran pria itu atas permintaan Giri. Ratih merasa tidak tega jika harus menolak ajakan tersebut.

"Enak nggak makanannya?" Gandhi meminta pendapat untuk rasa masakan yang ia buat.

Giri mengacungkan jempol tangannya ke arah sang sahabat. Sementara, di dalam mulut, ia masih mengunyah ayam goreng bumbu kuning racikan Gandhi.

"Enak. Kemampuan lo tidak perlu diragukan kalau urusan masak."

Gandhi merasa tersanjung dengan pujian yang diterimanya. Tetapi, ia tak cukup puas hanya memperoleh penilaian dari Giri. Gandhi lantas melirik ke arah Ratih, guna meminta pendapat wanita itu.

"Rasanya udah enak. Cuma kurang garam lagi sedikit."

"Tadi, nyicipnya kayak udah pas. Gue takutnya keasinan," balas Gandhi atas ucapan Ratih akan kekurangan dari masakannya.

"Nggak keasinan ayam gorengnya. Lain kali, kamu coba tambah lagi bumbu kuningnya agar rasanya semakin kuat. Pasti dijamin akan semakin enak juga," tambah Ratih guna memberi saran.

"Ratih sudah terbukti jago masak. Lo coba aja saran yang dia kasih." Giri ikut menanggapi.

"Sip, nanti kalau gue masak ayam lagi, gue tambahin bumbu kuning yang banyak."

Ratih tak tahu harus melontarkan kata-kata seperti apa lagi karena masih saja diselimuti kecanggungan, ia hanya berusaha menjaga senyum dan ekspresi di wajahnya agar tampak tetap biasa.

Sementara, Gandhi cukup menikmati suasana hangat serta santai yang melingkupi mereka bertiga sore ini. Meski, Giri dan Ratih sudah tidak mempunyai hubungan khusus dalam artian perpacaran. Mereka masih tampak akrab satu sama lain layaknya teman baik.

Gandhi bisa melihat jika Giri hanya menganggap Ratih sebatas sebagai rekan kerja dan teman, begitu juga sebaliknya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Oh, iya. Aku boleh nanya nggak sama kamu, Gan?"

Pertanyaan yang diajukan Ratih seketika membuat Gandhi terlepas dan tak berkutat lebih lama dengan pemikirannya sendiri. "Mau tanya apa, Rat?"

"Sekarang kamu pacaran dengan Wina? Kamu sudah bisa luluhkan hati dia?"

Gandhi pun tertawa. "Kami baru pacaran dua bulan. Belum bisa dibilang luluh 100%. Tapi, dia ingin mencoba katanya."

"Semoga langgeng ya, hubungan kalian," ucap Ratih tulus.

BECAUSE OF OUR SONSUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum